Rekonsiliasi Berbuah Negosiasi
Oleh Puji Ariyanti
(Ibu dan pemerhati generasi)
LenSaMediaNews– Kala itu banyak kalangan berharap atas sosok yang penuh penjiwaan terhadap jiwa patriotisme yang dimilikinya. Harapan dan cita-cita adanya perubahan atas kemerosotan di setiap lini kehidupan umat, tersandar kepadanya.
Seperti yang dilansir Tempo Jakarta (13/7/19), bahwasanya sejumlah aktivis hak asasi manusia menilai pertemuan Joko Widodo (Jokowi) dengan rival politiknya Prabowo Subianto di Stasiun Moda Raya Transportasi Lebak Bulus, Jakarta, bukan rekonsiliasi, melainkan negosiasi.
Bahkan Prabowo berujar saat memberikan keterangan bersama Presiden Joko Widodo di stasiun MRT Senayan. “Jadi kalau kita kadang-kadang bersaing, kadang-kadang saling mengritik itu tuntutan politik dan demokrasi”.
Gegap gempita berharap memiliki pemimpin dambaan umat mewarnai pemilu serentak yang pada akhirnya diwarnai kecurangan-kecurangan. Itu semua terjadi karena konspirasi bagi penguasa yang ingin berkuasa atas negeri ini. Bahkan Mahkamah Institusi sebagai lembaga penyelesai sengketa yang diharapkan mampu memberikan wadah keadilan, justru memberikan rasa kecewa. Kembali umat dihadapkan pada pemandangan yang menyayat hati, bahwa pemimpin yang awalnya berjuang bersama akhirnya terjungkal atas nama rekonsiliasi namun berujung negosiasi.
Demokrasi kerap membuat kita kecewa, mana kawan mana lawan. Mana kebijakan yang harus diperjuangkan, semuanya ilusi. Bahkan ujung-ujungnya musnah tak bertuah. Lalu mana yang dahulu berencana membangun Indonesia tanpa zalim terhadap rakyat? Membangun Indonesia tanpa korporasi, nyatanya hanya isapan jempol belaka.
Di sini jelas, jika memperjuangkan Islam harusnya menginstal Islam pula. Karena demokrasi tidak memberikan ruang dan waktu terhadap Islam. Meyakini terjadinya perubahan hakiki untuk Islam, apalagi menginginkan diterapkan hukum Islam jelas itu tidak akan pernah terjadi. Demokrasi dan Islam berbeda asas, sampai kapan pun tidak akan pernah terwujud.
Dengan demikian, memperjuangkan tegaknya Islam harusnya menjadi tujuan bersama seluruh kaum muslim di negeri ini. Satu tujuan, pada upaya nyata memperjuangkan kemuliaan Islam dan kaum muslimin dengan arah yang benar, tidak berharap pada tumpangan yang bernama demokrasi.
Umat Islam harus fokus dengan agenda memperjuangkan tegaknya Islam. Penguatan dorongan untuk memenangkan Islam sesuai dengan manhaj Rasulullah Saw yakni, menjadikan Islam sebagai nafas kehidupan, hingga muncul kerinduan akan tegaknya Islam yang mewarnai jiwa seluruh umat di negeri ini. Perlu kiranya tokoh umat yang masih konsisten atas Islam bersama-sama satukan niat dalam perjuangan menegakkan Islam dengan ikatan aqidah, hal ini yang akan menyatukan kaum muslim, walaupun pandangan berbeda-beda.
Memperjuangkan Islam dalam bilik demokrasi tidak akan pernah terwujud. Yang harus kita pahami di sini adalah demokrasi merupakan sistem buatan manusia. Apabila umat Islam menggunakannya (bahkan untuk memperjuangkan Islam), sejatinya ia telah menanggalkan hukum buatan Allah Swt.
Ingatlah selalu akan firman Allah Swt:
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah ayat 50)
Wallahu’alam bissawab
(Lm/Hw/Fa)