Ide Gender, Upaya Penghancuran Keluarga Muslim
Tanggal 29 Juni mendatang bangsa Indonesia akan kembali memperingati Hari Keluarga Nasional atau Harganas, yang ke-26. Tujuan Harganas adalah meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat terhadap pentingnya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera dalam kerangka ketahanan keluarga. Mewujudkan penerapan empat pendekatan ketahanan keluarga yakni keluarga berkumpul, keluarga berinteraksi, keluarga berdaya serta keluarga peduli dan berbagi. (Fajar.co.id, 5/2/2019)
Paham gender dijadikan momentum peringatan hari keluarga. Seolah keluarga berdaya jika perempuan bekerja. Kesetaraan gender dan pemberdayaan memang masih menjadi mantra sakti yang dianggap menyelesaikan semua permasalahan perempuan. Program keperempuanan disusun kapitalis untuk mencapai tujuan yang pasti: tadmir usrah al-muslimin (penghancuran keluarga muslim). Bagaimanapun, keluarga dalam paradigma Islam adalah institusi sentral pembentuk generasi unggul, tempat penyemaian masa depan peradaban emas khilafah.
Namun, perselingkuhan pemerintah dan korporasi yang menjadikan pelayanan umum sebagai sasaran bisnis telah membuat keluarga-keluarga Muslim tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan terpentingnya. Karena itu perempuan menganggap solusi praktis untuk memenuhi kebutuhan keluarga adalah turut bekerja.
Propaganda gender dan korporasi turut memfasilitasi fenomena ini. Kenyamanan semu dunia kerja membuat perempuan juga menjadikannya sarana aktualisasi diri. Dengan bekerja bisa jadi masalah finansial mereka teratasi; meskipun ada harga yang harus dibayar mahal. Fungsi-fungsi keluarga sulit diwujudkan karena peran pincang para penghuninya.
Peran perempuan adalah menjadi penopang utama ketentraman dan ketenangan dalam keluarga. Dengan kekuatan peran perempuan sebagai istri, akan muncul sosok-sosok laki-laki sebagai pemimpin keluarga yang mumpuni. Hanya tatanan keluarga sesuai tuntunan syari’at Islam yang mampu menjamin kebahagiaan keluarga dunia dan akhirat.
Wallahua’lam.
Tawati
[Lm/Hw/Fa]