Korupsi Populer dalam Demokrasi Sekuler
Oleh: Sri Hasnia Ashara
Lensamedianews.com-Kesulitan yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 belum juga usai, terhitung sudah dua tahun lamanya bukannya membaik kini justru menghadapi tahap darurat. Kehilangan pekerjaan, kehilangan kerabat tercinta tak lagi asing. Covid-19 menguras pikiran, tenaga, dan mental masyarakat saat ini.
Layaknya pandemi Covid-19 yang memburuk di Indonesia, kasus korupsi juga semakin memburuk dan menyita perhatian masyarakat. Kasus korupsi di Indonesia mengalami peningkatan dua tahun terakhir. Dilansir dari detiknews, Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei nasional mengenai persepsi publik atas pengelolaan dan potensi korupsi sektor sumber daya alam. Hasilnya, 60 persen publik menilai tingkat korupsi di Indonesia meningkat dalam dua tahun terakhir.
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan mengungkapkan tingkat keprihatinan korupsi di tengah masyarakat Indonesia mendapat penilaian yang tinggi. Sebanyak 44 persen masyarakat menilai sangat prihatin, 49 persen prihatin dan 4 persen tidak prihatin, sementara 2 persen tidak menjawab.
Meningkatnya kasus korupsi di Indonesia salah satu bentuk belum seriusnya pemerintah dalam menangani kasus korupsi. Pemerintah bertindak lemah di hadapan pelaku koruptor. Bahkan mantan terpidana kasus korupsi Emir Moeis diangkat menjadi komisaris di PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM), dimana PIM merupakan anak usaha dari PT. Pupuk Indonesia (BUMN).
Diwartakan kompas.com, diketahui Emir pernah terjerat kasus suap proyek pembangunan pembangkit listrik uap (PLTU) di Tarahan, Lampung pada 2004 saat menjadi anggota DPR. Ia divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta karena terbukti menerima suap senilai 357.000 dollar AS pada 2014.
Dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-03/MBU/2012 Pasal 4, disebutkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota dewan komisaris.
Syarat formal anggota dewan komisaris adalah sebagai berikut:
Perseorangan
Cakap melakukan perbuatan hukum
Tidak pernah dinyatakan pailit dalam waktu lima tahun sebelum pencalonan
Tidak pernah menjadi anggota direksi atau dewan komisaris atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam waktu lima tahun sebelum pencalonan
Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan dalam waktu lima tahun sebelum pencalonan.
Dari poin yang ada pada Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-03/MBU/2012 Pasal 4 bahwa Emir Moeis tidak memenuhi syarat untuk ditunjuk sebagai komisaris BUMN.
Lalu pertanyaannya, bagaimana bisa seorang mantan terpidana kasus korupsi ditunjuk sebagai komisaris BUMN? Apakah ada kepentingan politik dibalik ditunjuknya Emir Moeis?
Fakta di atas hanya salah satu bukti yang mengonfirmasi survei yang mencatat persepsi atau pandangan masyarakat bahwa korupsi adalah problem besar bangsa. Bagaimana korupsi tidak menjamur di negeri ini, pemerintahnya begitu ramah terhadap koruptor bahkan sampai memberi mereka panggung untuk pertunjukan. Berbeda ketika rakyat kecil yang mencuri beberapa ubi untuk makan karena kelaparan begitu tegasnya hukum menindak.
Dalam sistem kapitalisme itu adalah hal wajar, semua dijalankan berdasarkan asas kepentingan, bukan kepentingan bersama melainkan kepentingan sendiri agar mendapat manfaat bagi pribadi. Saat rakyatnya sedang tertatih karena lelah berlomba dengan pandemi, wakilnya justru sibuk memperkaya diri bahkan uang bansos pun tak luput ditilapnya. Demokrasi yang digaung-gaungkan menjadikan rakyat prioritas utama seolah hanya dongeng yang diceritakan untuk menidurkan rakyatnya yang terbuai oleh cerita indahnya.
Sistem pemerintahan demokrasi sekuler sumber dari ketidakadilan hukum yang menyuburkan tindak korupsi. Solusi yang mampu mengatasi itu semua yakni sistem Islam, sistem Islam berlandaskan akidah Islam yang akan melahirkan kesadaran bahwa setiap manusia diawasi oleh Allah Swt. aturannya terperinci dan memberi solusi setiap permasalahan umat manusia. Selain itu, hukuman yang diberikan dalam sistem Islam adalah hukuman yang menjerakan. Pelaku pencurian bahkan akan dipotong tangannya apabila sampai pada syaratnya. Apalagi para pelaku korupsi yang sudah jelas-jelas merugikan rakyat dan negara.
Hanya sistem Islamlah yang akan mampu tuntaskan mewabahnya korupsi dan menutup semua pintu terjadinya korupsi. [LM/Ra]