Keanehan Soal TWK, Kemana Arah Dedikasi KPK ?
Ekky Marita, S.Pd
(Pendidik)
Lensa Media News – Pandemi belum usai, namun para petinggi negeri gemar membuat drama yang menuai kontroversi. Hal ini terjadi dalam tes seleksi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Publik dibikin geleng – geleng dengan soal tes yang diujikan pada Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Pertanyaan yang diajukan nampak janggal, aneh dan tidak ada hubungannya dengan validasi loyalitas sebagai pegawai KPK.
Dikutip dari Tribunnews.com (07/05/2021) “Pengamat Hukum Tata Negara Fakultas Hukum dan Direktur LKBH FH UNS Surakarta, Dr. Agus Riwanto, ikut menanggapi isu polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada KPK. Seleksi atau tes kuisioner dan pertanyaan-pertanyaan dalam TWK menurutnya agak nyeleneh. Misalnya ada pertanyaan mengenai doa qunut, bahkan ada LGBT. “Apa sih sebenernya esensinya untuk mengukur komitmen kebangsaan seseorang” ujar Agus.
Padahal, problem skala besar negeri adalah korupsi yang menjangkiti para pejabat, para elit bahkan tubuh partai yang belum mampu diselesaikan secara tuntas. Kemudian KPK dialihkan statusnya menjadi ASN di bawah pengawasan negara melalui tes seleksi salah satunya TWK. Tapi soal yang diujikan justru bersandar pada agama atau prinsip keyakinan seseorang. Apakah urgensinya bagi ASN dalam KPK? Publik patut mempertanyakan kemana sebenarnya arah seleksi ASN bagi pegawai KPK ini.
Sekularisme, Agama Atau Negara
Ketuntasan TWK adalah syarat para pegawai KPK sebelum alih status sebagai ASN. Ketika tes seleksi ini banyak mengacu pada pandangan agama, seolah ingin memframing bahwa jika seseorang mengutamakan agama maka ia akan mengenyampingkan tugas negara. Hal ini menunjukkan KPK dibawah pengawasan pemerintah mempertegas sikapnya untuk berjalan disisi rezim dengan menjadi pengusung moderasi beragama.
Alhasil, pegawai KPK yang memegang teguh prinsip agamanya akan di bersihkan dari tubuh KPK. Tanpa memperhatikan dedikasi dan perjuangannya dalam memberantas korupsi. Seperti Novel Baswedan yang merupakan 1 dari 75 peserta tak lolos seleksi tereliminasi dan terancam diberhentikan dari jabatannya. Padahal OTT kasus bansos COVID-19 yang menjerat mantan Mensos Juliari Batubara dan OTT kasus ekspor benur atau benih lobster, ditangani penyidik senior KPK Novel Baswedan (detiknews.com, 10/05/2021).
Begitu pula mereka yang tak lolos seleksi memiliki prinsip dan semangat islam yang tinggi sehingga kritis terhadap penanganan korupsi. Kekritisan dan vokal dalam menyuarakan kebenaran ini dinilai sebagai sesuatu yang harus diawasi. Pegawai yang condong terhadap aturan agama, dianggap intoleran dan terpapar aroma radikal. Seolah pegawai KPK harus bersih dari pemahaman radikal. Terlebih pemerintah sedang gencar memerangi radikalisme dalam ranah ASN. Tentu saja definisi radikal yang sesuai dengan tafsir bebas penguasa.
Inilah yang terjadi ketika sistem demokrasi atas dasar sekuler diterapkan akan bebas menilai kebenaran sesuai kepentingan. Sistem ini membuka dan memelihara celah korupsi, gratifikasi dan pungli. Tak hanya karena kebutuhan ekonomi, tapi kerakusan dan ketamakan semakin tak terkendali. Termasuk kehadiran KPK yang semula sebagai lembaga independen tanpa intervensi dari pihak manapun akhirnya dipangkas perannya dengan pemberian tekanan pada agama atau negara melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Jelas KPK tak akan mampu untuk memberantas korupsi secara tuntas. Publik kehilangan harapan dan kepercayaan terhadap fungsi lembaga ini.
Ketakwaan Cegah Kemaksiatan
Seseorang yang taat kepada agama dan penciptanya seharusnya tidak dipermasalahakan untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN). Ketakutan terhadap Allah SWT akan mengontrol dirinya untuk berbuat kejahatan. Inilah yang disebut sebagai self control. Taat kepada Allah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya akan mencegahnya berbuat zalim maupun kemaksiatan.
Ketaqwaan individu ini harus di dukung dengan aturan (sistem) Islam yang diterapkan atas dasar aqidah Islam. Sebagai seorang hamba setiap gerak – geriknya selalu diawasi oleh Allah Swt. Sehingga konsisten dalam menjalankan ajaran agamanya tidak akan mungkin berkhianat kepada tugasnya dalam memerangi korupsi.
Dengan bekal ini, pejabat negara tidak akan mau menerima hadiah yang bukan haknya, termasuk suap. Rasulullah saw. bersabda, Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap. (HR Abu Dawud).
Apabila seluruh elemen masyarakat memiliki ketaqwaan dan aturan dari Allah diterapkan secara menyeluruh tidak hanya memberangus korupsi tapi mewujudkan kehidupan yang berkah.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al – A’raf ayat 96). Wallahu’alam Bisshowa’ab. [LM/Mi]