Aturan Tumpang Tindih, Bukti Kerusakan Sistem Kapitalis
Oleh: Asha Tridayana
(Muslimah Pekalongan)
Lensa Media News – Meski masih dalam masa pandemi covid-19, Pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat kembali disesaki pengunjung saat menjelang lebaran pada Minggu, 2 Mei 2021. Rata-rata pengunjung datang untuk berburu baju baru demi menyambut lebaran. Polda Metro Jaya turun tangan mengatasi kerumunan yang terjadi. Banyak petugas yang terus mengimbau dan mengingatkan pengunjung agar tetap menjaga protokol kesehatan, tetapi tidak dihiraukan.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Marullah Matali menyatakan, Pemprov DKI akan mengurangi jumlah pintu masuk ke Pasar Tanah Abang. Semula disediakan 20 pintu akses masuk, nantinya akan dikurangi agar pengawasan bisa lebih maksimal. Pengurangan tersebut juga bertujuan untuk memantau jumlah pengunjung yang datang sebagai upaya mencegah penyebaran covid-19. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus juga menambahkan, ada baiknya masyarakat mencari lokasi alternatif untuk berbelanja demi menghindari terjadinya kerumunan.
Sementara, Direktur Niaga PT Kereta Api Indonesia (KAI) Dadan Rudiansyah, mengatakan akan melakukan perubahan alur operasional Stasiun Tanah Abang mulai Senin, 3 Mei 2021. KRL tidak akan berhenti di Stasiun Tanah Abang pada pukul 15.00-19.00 WIB untuk mengurangi kepadatan penumpang. Masyarakat yang ingin ke Tanah Abang dapat turun di stasiun terdekat, yakni Stasiun Duri atau Stasiun Karet (www.liputan6.com, 03/05/21).
Lain halnya dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang justru mengajak masyarakat untuk tetap berbelanja menjelang lebaran. Hal ini disampaikan Sri Mulyani saat menyampaikan keterangan pers APBN Kita. Tujuannya agar kegiatan ekonomi tetap berjalan. Pemerintah pun sudah menyiapkan berbagai kebijakan untuk menyukseskan program belanja ini, seperti menyiapkan program Hari Belanja Nasional (Harbolnas) jelang Lebaran yang ongkos kirimnya disubsidi pemerintah. Dengan begitu, masyarakat tetap bisa belanja tanpa khawatir dengan penyebaran covid-19. Meski tidak mudik, masyarakat masih tetap bisa bersilaturahmi dengan saling mengirimkan hadiah (www.wartaekonomi.co.id, 24/04/21).
Di tengah pandemi saat ini, semestinya masyarakat menghindari berbagai kerumunan. Lebih menjaga diri dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan. Namun, realita yang terjadi justru berkebalikan. Kerumunan masyarakat malah membludak menjelang lebaran, sehingga potensi penyebaran virus covid-19 semakin nyata adanya. Kondisi semacam ini tidak hanya disebabkan oleh kesadaran individu rakyat yang semakin terkikis, melainkan karena masyarakat juga termasuk korban kebijakan pemerintah yang tidak relevan. Seharusnya peran pemerintah lebih bertanggungjawab dalam membuat aturan. Sementara fakta yang terlihat, pemerintah tidak mempunyai kendali. Aturan yang dihasilkan tidak memberikan solusi, justru menambah masalah baru.
Berbeda jika pemerintah mampu memberikan teladan dan berbagai aturan yang selaras atas kondisi saat ini. Tentu masyarakat akan lebih mematuhi dan tidak segan melaksanakan berbagai aturan, sekalipun menyulitkan karena demi kebaikan dan keselamatan semua pihak. Semestinya aturan yang dibuat bukan aturan yang tumpang tindih, namun sejalan dan dapat mengantisipasi bermacam masalah yang mungkin muncul. Seperti aturan terkait lebaran dengan dalih untuk memperbaiki roda perekonomian negara. Masyarakat dilarang mudik, sedangkan di sisi lain diminta untuk tetap berbelanja. Meskipun disarankan belanja online tapi tidak menutup kemungkinan pusat perbelanjaan penuh pengunjung.
Sungguh kebijakan yang penuh ironi, bahkan paradoks. Lantas yang menjadi tanda tanya, perbaikan ekonomi yang dilakukan memang untuk kebaikan rakyat atau hanya untuk sekelompok orang? Tentu tidak mungkin jika demi rakyat semata, karena sampai sekarang masyarakat tidak mendapatkan dampak positifnya, justru semakin menderita. Sementara para kapitalis dan pendukungnya justru semakin berjaya di tengah krisis global saat ini. Rakyat dikorbankan, keselamatannya terancam karena berbaur bersama virus yang setiap saat bisa menjangkiti.
Sistem kapitalis yang menjadi pedoman negeri inilah penyebabnya. Segala hal dilihat hanya pada manfaat dan untung rugi. Akibatnya kekacauan dan kerusakan pun terjadi terus-menerus. Hal ini jelas berbeda dengan sistem Islam. Islam menjadi sistem solutif dan standar kehidupan yang layak diterapkan. Islam menjaga kelangsungan hidup masyarakat hingga menjadikannya umat terbaik sepanjang sejarah. Maka tidak ada pilihan lain selain kembali pada aturan Islam, sistem yang mencakup segala aspek kehidupan. Penerapannya akan memberikan kemaslahatan dan berkah dari penjuru langit dan bumi. Allah SWT. berfirman: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. al-A’raf: 96).
Wallahu’alambishawwab.
[lnr/LM]