Kartini dan Emansipasi
“Ibu adalah pusat kehidupan rumah tangga. Kepada mereka dibebankan tugas besar mendidik anak-anaknya, pendidikan akan membentuk budi pekertinya.” (R. A. Kartini)
Quotes di atas menunjukkan betapa mulianya seorang perempuan, walaupun dengan segudang tugasnya. Itulah, sosok Kartini yang menjadi panutan beberapa kalangan perempuan karena kecerdasannya di masa itu. Masa dimana perempuan tak mendapatkan tempat semestinya.
Selain itu, Kartini pun memandang bahwasannya perempuan dibelenggu oleh adat istiadat dan nalurinya dibungkam oleh dogma tentang kepatuhan dan stratifikasi manusia berdasarkan keturunan. Namun, benarkah seorang Kartini menyuarakan emansipasi pada perempuan?
Jika ditelusuri, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), emansipasi adalah pembebasan dari perbudakan; persamaan hak dalam berbagai kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria). Artinya, perempuan dapat mendapatkan haknya sesuai dengan apa yang diraih oleh laki-laki.
Contohnya, perempuan memiliki hak 30% dalam perpolitikan di Indonesia, diperbolehkan menjadi pemimpin suatu wilayah seperti Bupati/Gubernur/Kepala Desa, atau diperbolehkan bekerja yang menguras tenaga dengan jam kerja padat. Selain itu, di daerah Arab Saudi pun emansipasi perempuan tengah direncanakan. Contohnya, hak untuk memulai bisnis, bergabung dengan dinas militer, menghadiri konser dan acara olahraga, serta hak untuk mengemudi (27/3/2018).
Padahal, Kartini sendiri menyadari bahwasannya itu merupakan pemikiran Barat. Pemikiran yang dapat merusak fitrah seorang perempuan. Dikarenakan emansipasi tidak terdapat dalam ajaran Islam. Emansipasi hanya ada dalam istilah orang-orang Barat untuk mendistorsikan sejarah tentang kemulian pemikiran seorang Kartini.
Seyogianya, perempuan masa kini harus tetap bangga akan tugasnya sebagai ibu pendidik generasi. Ditambah senantiasa berjuang untuk selalu berdakwah meninggikan kalimat Allah di muka bumi ini.
Ummu Athifa
Ibu Rumah Tangga
[LM]