Belajar dari Negara Mercusuar Peradaban Islam dalam Menangani Wabah
Oleh: Eqhalifha Murad
(Analis Data dan Pemerhati Politik Islam)
LensaMediaNews- Sejauh ini pemerintah Indonesia belajar dari cara negara-negara lain dalam mengatasi Corona. Negara-negara tersebut dinilai mampu menekan penyebaran Corona.
Berikut cara unik negara-negara dalam mengatasi Corona tanda dilansir dari Cnnindonesia.com (25/3). Pertama, Vietnam. Negara ini melakukan physical distancing dan disiplin dalam menerapkan self isolation atau isolasi mandiri bagi warganya. Kedua, Hongkong. Negara ini kreatif menggunakan teknologi dengan robot untuk mensterilkan stasiun kereta api dan bandara. Meletakkan botol pembersih tangan di belakang kursi pengemudi taksi dan di dalam bus, serta terminal. Ketiga, Jepang. Etika sapaan Jepang dengan membungkuk badan, tidak dengan bersalaman atau cium pipi, menjaga kebersihan diri, dan memakai masker sudah menjadi kebiasaan warganya. Virus Corona tidak perlu mengajarkan hal itu kepada mereka. Toko-toko dan bisnis menyediakan cairan pembersih tangan di pintu masuk.
Walaupun begitu, menurut Jokowi, Indonesia memang harus belajar dari negara lain terkait penanganan pandemi Covid-19, tetapi tidak bisa menirunya begitu saja. Dia mengatakan bahwa setiap negara memiliki ciri khasnya masing-masing. Baik luas wilayah, jumlah penduduk, kedisplinan, kondisi geografis, karakter, dan budaya serta perekonomian masyarakatnya. Dengan alasan tersebut, Jokowi mengatakan bahwa pemerintah tidak boleh gegabah dalam merumuskan strategi.
Selain itu NASA pun mempunyai strategi dalam memprediksi penyebaran Corona. Dengan memanfaatkan data satelit NASA dan sumber-sumber informasi lainnya, badan antariksa berharap dapat mengekang penyebaran virus dan memprediksi daerah mana yang akan terkena dampak. Hal ini dapat dilakukan dengan bantuan super komputer, kecerdasan buatan, dan kemampuan analisis data lainnya. NASA sebelumnya telah menyumbangkan sumber daya komputer supernya kepada para peneliti yang mempelajari vaksin dan perawatan untuk Covid-19.
Di beberapa daerah tanah air pun memiliki cara unik dalam mengatasi Corona. Pertama, di Yogyakarta dengan membuat gerbang disinfektan otomatis, yang akan bekerja apabila sesorang melewati gerbang atau mengucapkan kata sandi tertentu. Membuat hand soap mandiri dan dibagikan gratis untuk warga. Serta memasangnya di setiap sudut jalan yang dilengkapi tabung kran air. Berita hoax sayur lodeh penangkal corona anjuran Sri Sultan, tidak membuat mereka berhenti meyakini akan khasiat sayur tersebut dalam menangkal Corona. Selanjutnya warga diberi kartu tanda pengenal jika hendak keluar-masuk kampung mereka.
Kedua, di Jember. Papan pengumuman bertuliskan kanggo sing ndableg yang artinya untuk yang susah diingatkan, dipasang Satuan Sabhara Polres di pinggir jalan dan sempat viral di media sosial. Tulisan dalam bahasa Jawa Jemberan yakni “Jaman saiki cuman ono 3 pilihan: Nang omah melu anjuran pemerintah (di rumah ikut anjuran pemerintah), Mlebu IGD (masuk IGD), atau fotomu nempel nang buku Yasin (fotomu menempel di buku yasin).“
Ketiga, di Kapuas dengan menggunakan pengeras suara dari atas speedboat, IPTU Masdar yang juga selaku Kasatgas IV Rehabilitasi Ops Aman Nusa, memberikan edukasi dan imbauan pencegahan penyebaran virus Corona kepada masyarakat yang bermukim di sepanjang tepian sungai Kapuas, di dusun Teribang, desa Seberang Kapuas.
Lalu pertanyaannya adalah mengapa pemerintah tidak mau belajar kepada negara yang pernah terbukti berhasil menangani wabah beserta dampaknya? Negara tersebut adalah negara yang secara historis tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Yakni negara dalam peradaban Islam masa kekhilafahan Islam. Negara yang memakai format khilafah dalam mengatur tata kelola negara yang terpancar dari syariah Islam yang bersumber dari yang Maha Menciptakan alam beserta isinya. Dan metode lockdown yang efektif yang pernah diterapkan di kala wabah.
Sejatinya ketinggian peradaban tidak hanya diukur dari ketinggian teknologinya, tapi juga diukur dari aturan yang dipakai. Hanya aturan berdasarkan bimbingan wahyu yang mampu memecahkan segala persoalan manusia. Sedangkan aturan yang lahir dari pemikiran manusia yang terbatas juga terbatas kemampuannya dalam mengatasi persoalan manusia itu sendiri. Aturan Islam mengenai penanggulangan wabah mampu diterapkan tanpa memandang perbedaan wilayah, jumlah penduduk, kedisiplinan, kondisi geografis, karakter, dan budaya dan perekonomian masyarakat.
Para pemimpin peradaban sekuler saat ini malu-malu mengakui keunggulan sistem Islam. Fenomena kebijakan yang malu tapi mau, namun tak mampu, itu tidak lain lahir dari kepemimpinan berpikir yang hanya mengandalkan keuntungan sepihak di atas penderitaan umat manusia. Peradabannya sudah nyaris terkoyak dan sebentar lagi akan terjungkal menemui ajalnya dalam mengangkangi dunia.
Wallahu’alam.
[ah/LM]