Oleh : Ririn Dyah Wijayanti

 

LensaMediaNews – Dekade terakhir banyak perdebatan yang muncul menarik untuk disimak. Yang penting jilbab hati dulu kemudian jilbab aurat. Atau yang tidak kalah seru, yang penting tegakkan nilai-nilai Islami, anti korupsi, jujur, dari pada berkoar-koar meminta penegakan syariat Islam. Yang penting substansinya. Isinya dahulu. Kulitnya bisa nanti.

Bahkan sampai ada yang mengharamkan untuk meniru sistem Pemerintahan Nabi Muhammad Saw (25/01/2020, nuonline). Menurut Mahfud, seperti dikutip dalam harian yang sama, pemerintahan Nabi Muhammad menggunakan sistem legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Semua peran itu berada dalam diri Nabi Muhammad Saw sendiri. Nabi berhak dan boleh memerankan ketiga-tiganya karena dibimbing langsung oleh Allah SWT. Beliau mempertanyakan, setelah Nabi Muhammad Saw sendiri, adakah umat Islam yang bisa memerankan ketiga-tiganya seperti Nabi Muhammad? Menurutnya, umat Islam tidak mungkin lagi ada yang menyamainya. Oleh karena itulah, dilarang mendirikan negara seperti yang didirikan Nabi Muhammad.

 

Sikap Sahabat Paska Rasulullah Meninggal

Nabi Muhammad saw adalah uswatun khasanah kita. Paska kepemimpinan Rasulullah dan setelah Rasulullah Saw meninggal, kewajiban utama kaum muslimin adalah memakamkannya. Namun, apa yang dilakukan oleh para sahabat, bukan bersegera untuk memakamkan dan mengurusi jenazah Rasulullah. Para sahabat sebagian berkumpul di Bani Saqifah, sebagian lagi berdiam diri, dan para ahlul bait nabi menutup pintu rumah Aisyah yang di dalamnya terdapat jenazah Rasul yang mulia tersebut.

Sebagian sahabat baik golongan Anshar dan Muhajirin berkumpul di Bani Saqifah. Mereka sedang berdebat tentang siapa yang berhak menggantikan kepemimpinan Rasulullah dalam mengurusi umat sepeninggal beliau. Baik kaum Anshar dan Muhajirin merasa bahwa mereka lah yang berhak menjadi pengganti tongkat estafet kepemimpinan tersebut.

Kaum Anshar merasa berhak karena mereka adalah “tuan rumah” di tanah mereka di Madinah. Sedangkan golongan Muhajirin merasa mereka yang berhak menjadi pemimpin karena mereka adalah orang-orang dari Quraysi, sebagaimana Rasulullah pernah bersabda :
‘’ Pemimpin adalah dari orang Quraisy,’ maka janganlah kalian bersaingan dengan saudara-saudara kalian kaum Muhajirin dalam anugerah yang dilimpahkan Allah bagi mereka…

Perselisihan di antara para sahabat Rasulullah tersebut hampir saja menyebabkan pertikaian di antara mereka yang bisa berujung kepada pertumpahan darah. Para sahabat kemudian melaporkan kejadian itu kepada Abu Bakar, dan meminta Abu bakar untuk mengatasi masalah itu.

Akhirnya setelah terjadinya musyawarah antara kaum Anshar dan Muhajarin kemudian terpilihlah Abu Bakar untuk menjadi Imam/Khalifah bagi kaum muslim. Semua sahabat rida akan keputusan tersebut dan tidak ada satupun yang mengingkarinya.

Proses sejak wafatnya Rasulullah kemudian perselisihan yang terjadi diantara kaum muslim dari golongan kaum Anshar dan Muhajirin hingga dimakamnya jenazah Rasulullah saw memakan waktu 2 hari 3 malam.

Dari sini terlihat bahwa Ijmak sahabat bahwasanya mengangkat pemimpin/Khalifah lebih utama. Mereka menunda mengurusi jenazah tersebut dan lebih memilih kewajiban yang lain. Sehingga paska Kepemimpinan Rasul, maka kepemimpinan Islam dilanjutkan dalam bingkai negara Islam dengan dipimpin oleh seorang Khalifah, pemimpin pengganti Rasul.

Sahabat, Khulafaur Rasyidin, menyadari kewajiban ini. Kepemimpinan Islam ini akan mengayomi warganya, baik muslim maupun non muslim. Nilai-nilai Islami, seperti anti korupsi, disiplin, jujur, dll akan terterapkan dengan lebih baik dan efektif dalam suatu sistem atas dasar iman kepada Allah yang kuat disertai penerapannya dalam sektor publik. Sistem ekonomi Islam, sistem politik Islam, sistem sanksi Islam, sistem pergaulan Islam, mampu mengayomi masyarakat didalamnya. Dan ini telah terbukti selama 2,5 abad.

Wallahu’alam

 

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis