Banjir Tahunan Butuh Solusi Sistemik 

Di awal tahun 2020 ini kita disuguhi kembali kado pahit berupa bencana banjir yang cukup parah di jantung ibukota dan wilayah jabodetabek lainnya. Banjir tidak hanya menyebabkan kerusakan bangunan dan jalan raya tapi juga menelan 21 korban jiwa dan menghancurkan harta benda hingga mengakibatkan kerugian triliyunan rupiah.

Kesalahan tata kelola ruang daerah menjadi kambing hitam banjir yang terus berulang ini. Banjir yang rutin terjadi setiap tahun menunjukkan bahwa ini bukan persoalan teknis semata, melainkan sistemik. Sebab semangat kapitalisme yang mementingkan keuntungan sebesar-besarnya telah menabrak sendi-sendi kehidupan dan merusak alam, dengan tidak mempedulikan hajat hidup publik seperti tersedianya ruang hijau, kawasan resapan air, dsb.

Berdasarkan hasil evaluasi terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2010, Jakarta kehilangan 476 hektare (ha) ruang terbuka hijau dan 3.384 ha area. Karena kini telah beralih fungsi menjadi kawasan perumahan elit dan sentra bisnis.

Sudah seharusnya Jabodetabek dan wilayah Indonesia lainnya dikelola dengan spirit mengurus hajat hidup rakyat, bukan mengutamakan segelintir hajat kapitalis (pemilik modal besar). Pemerintah Daerah Jakarta perlu membuat kebijakan yang terintegrasi dengan wilayah tetangga langganan banjir baik itu sebelum, ketika dan pasca banjir.

Dengan mengoptimalkan teknologi pengendalian resapan dan pembuangan air, melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah-wilayah rendah dan daerah khusus resapan air. Serta sanksi yang tegas ketika ada pelanggaran. Juga sanksi bagi siapa saja yang mengotori atau mencemari sungai, danau, dan kanal.

Serta perlunya membuat tata ruang yang berbasis bencana, merancang sistem distribusi ekonomi yang berpijak pada hajat hidup rakyat, serta merancang sistem edukasi bencana dan sistem manajemen pemerintah yang tanggap bencana yang kesemuanya terintegrasi dalam sebuah sistem berbasis spirit kepengurusan rakyat berdasarkan tuntunan Ilahi Robbi. 

 

Dini Prananingrum,

(Pemerhati Publik tinggal di Yogyakarta) 

 

[ln/LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis