Liberalisme, Legalisasi Syahwat Tanpa Batas

Oleh: Silvi Ummu Azyan

(Member Pena Muslimah Bogor)

LensaMediaNews— Seluruh dunia dihebohkan dengan kasus Reynhard The Rapist. Kasus pemerkosaan pria berantai yang terjadi di Manchester, Inggris. Nama lengkapnya Reynhard Sinaga. WNI yang menempuh pendidikan S3 di salah satu universitas di Manchester, Inggris. Menurut pihak keluarga, Reynhard adalah sosok laki-laki yang baik dan rajin beribadah.

 

Bahkan di akun jejaring sosial miliknya, foto-foto penuh senyum dan tawa menghiasi berandanya. Namun siapa sangka ternyata di balik foto-fotonya yang penuh tawa, terkuak kisah kelam dunia kaum pelangi. Reynhard dihukum seumur hidup oleh pengadilan Manchester, Inggris.

 

Disebutkan hampir 200 orang laki-laki menjadi korban pemerkosaannya. Berarti setiap pekannya melakukan 1-2 kali pelecehan seksual. Polisi menemukan materi 3.29 TB setara 250 DVD atau 300.000 foto dan menggambarkan serangan seksual yang berlangsung dalam satu kasus selama delapan jam juga memvideokan 136 perkosaan dalam dua ponsel.

 

Pantas mendapat stempel pemerkosa terproduktif di Inggris. Korbannya sebagian besar milenial dan generasi z yang merupakan pria heteroseksual usia belasan tahun (Liputan6.com 07/01/2020). Maraknya pelecehan maupun penyimpangan seksual adalah karena penerapan sekularisme-liberalisme.

 

Yang memisahkan agama dari kehidupan dan negara, serta membiarkan manusia berbuat sekehendak hatinya. Perilaku demikian tidak hanya terjadi kepada Reynhard Sinaga tapi jauh sebelum kejadian ini sudah berkali-kali. Ini adalah fakta yang tidak bisa kita pungkiri. Kasus Ryan, robot gedek cukup menyita perhatian publik.

 

Sesungguhnya pemikiran manusialah yang membentuk pemahaman, kemudian yang menentukan perilaku manusia tersebut. Kalau Zina dianggap sesuatu yang diperbolehkan, maka perilaku zina itu sesuatu hal yang biasa saja sehingga wajar untuk dilakukan. Padahal ini sejatinya adalah kesalahan fatal manusia dalam memahami hakikat kebenaran hukum syara.

 

Islam memiliki aturan kehidupan, kita mengenalnya dengan hukum syara’. Setiap muslim yang hendak melakukan perbuatan guna memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan naluri diwajibkan secara syar’i mengetahui hukum Allah tentang perbuatan tersebut. Sehingga ia dapat berbuat sesuai dengan hukum syara’.

 

Juga tidak membiarkan pemenuhan terhadap seluruh kebutuhan tersebut diserahkan kepada keinginan hawa nafsu dan akal manusia semata. Sebab, hawa nafsu itu umumnya mengajak kepada keburukan. Padahal manusia bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Selain itu juga dalam penerapan Islam akan disertai dengan penegakan hukum yang tegas bagi para pemuja syahwat.

 

Mereka juga serta merta akan mendapatkan hukuman yang sifatnya jera. Tidak ada istilah hukum tajam kebawah tumpul ke atas seperti fakta yang terjadi saat ini. Para pezina yang yang belum menikah akan dikenakan hukum dera 100 kali, sementara jika pelakunya sudah menikah akan dirajam sampai mati dan para pelaku penyimpangan seks akan mendapat hukuman juga sesuai aturan yang berlaku.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapapun yang menjumpai para pelaku homoseksual, maka bunuhlah yang aktif dan yang pasif.” (HR. Tirmidzi). Para sahabat Nabi sepakat bahwa hukuman bagi mereka adalah dibunuh. Adapun bagaimana caranya para Sahabat berselisih pendapat.

 

Di antara mereka ada yang berpendapat pelakunya dibakar, ini pendapat Ali bin Abi Thalib rodliallahu ‘anhu. Ada juga yang berpendapat pelakunya dilemparkan dari tempat yang tertinggi lalu diikuti dengan lemparan batu. Ini adalah pendapat Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhu.

 

Ada juga yang berpendapat pelakunya dilempari batu hingga meninggal seperti pezina muhson (sudah menikah), sebagaimana diriwayatkan juga dari ‘Ali dan Ibn ‘Abbas radliallahu ‘anhum. Demikian Islam dalam menjaga manusia dalam pemenuhan nalurinya. Semuanya dalam rangka memuliakan manusia untuk hidup senantiasa dalam ketaatan kepada Allah SWT. Wallahu’alam bishowab. [Hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis