Duka Ibu dalam Kebahagiaan Palsu
Oleh: Henyk Nur Widaryanti S. Si., M. Si.
LensaMediaNews— Malaikat penjaga yang sengaja dikirim untuk anak-anaknya itu bernama ibu. Dengan senyuman tersungging dipipi, selalu menjaga buah hatinya. Meski tubuhnya rapuh, lelah dan lemah, tak pernah sedikitpun ia mengeluh. Ia mampu bertahan dalam tekanan, kegigihannya membuat anak-anak selalu hidup dalam ketenangan.
Namun, apa yang terjadi jika ibu kini tak bersikap sebagai pendidik anak-anaknya? Mereka lebih memilih berkarir dunia dari pada berkarir Surga. Mereka memilih bekerja di luar rumah dari pada di dalam rumah. Bahkan ada yang menyerahkan pengasuhan anak-anak mereka oleh pembantu dari pada diasuh sendiri.
Sosok Ibu
Bukan salah ibu sepenuhnya jika memilih berkarir dunia dari pada Surga. Kondisi mereka memaksa para ibu keluar dari rumahnya. Kemiskinan yang melanda, suami yang di PHK atau tak punya kerja. Membuat para ibu tak punya pilihan lain, kecuali bekerja. Meskipun mereka mengambil resiko yang cukup berat, jauh dari anak dan keluarga. Karena tuntutan kerja terpaksa anak-anak mereka diberikan pada asisten rumah tangga. Jika tidak, dititipkan pada orang tua.
Namun, tak jarang yang memilih berkarya bukan karena tuntutan kebutuhan. Mereka lebih untuk meraih kepuasan. Mendapatkan pengakuan di ranah publik. Ibu semacam ini hanya berfikir mensejahterakan anak dengan materi. Atau lebih parah lagi justru melupakan anak-anak mereka. Membiarkan anak bergelimang materi tanpa pendidikan moral dan agama.
Ibu yang dengan mudah melupakan perannya sebagai pendidik dasar anak adalah mereka yang telah terjebak dalam sistem kapitalisme. Ide feminisme, yang ingin menjadikan perempuan tak selamanya macak, masak, manak (beranak) serta bekerja di dapur dan kasur. Dengan pengaruh pemikiran ini mereka ingin ekis di dunia luar sebagaimana kaum lelaki. Demi sebuah penghargaan “kesetaraan”.
Ketidak tahuan seorang ibu akan kewajibannya juga membuat ibu salah mendidik anak. Mereka puas jika anak-anak bisa mandiri, namun tidak menemani tumbuh kembang anak. Justru pendidikan sepenuhnya diberikan kepada pengasuh dan sekolah. Tahukah kita ini merupakan kesalahan fatal? karena kewajiban dasar seorang ibu adalah mendidik anaknya. Jika amanah ini diserahkan begitu saja, tanpa kontrol dari sang ibu maka bisa dikatakan lalai dalam kewajiban.
Pengaruh budaya fun, food, fasion membuat para ibu lebih memilih jadi sosialita. Mereka rela menghabiskan uang demi kesenangan, keperluan anak tapi juga melupakan keperluan akan pendidikan agama. Sejak kecil anak didandani bagaikan artis dengan pakaian rok mini dan baju ketat. Tak pernah dikenalkan dengan menutup aurat. Hal ini juga dapat membuat si anak tak faham batas agamanya.
Lebih parah lagi ada ibu yang sengaja membunuh anaknya. Sebagaimana kasus anak 2 tahun yang digelonggong air galon oleh ibunya hingga meninggal. Atau seorang ibu yang membuang anak yang baru dilahirkan karena hasil pergaulan bebas. Bahkan karena merasa tak mampu menghidupi anak-anaknya ada juga yang mengajak seluruh anaknya bunuh diri.
Ibu Secara Fitrahnya
Jika kita kembalikan fitrah ibu, ibu lahir dengan kasih sayang yang lebih banyak. Dengan kelembutannya ia mampu merawat dan mengajari anak-anaknya. Dari hanya bisa menangis hingga menjadi serba bisa. Ibu mampu meningkatkan kepercayaan diri anak. Ia mendidik anak-anaknya dari tidak tahu menjadi banyak tahu.
Tugas utamanya adalah sebagai ibu pendidik anak dan pengatur rumah tangga. Oleh karena itu jika seorang ibu ingin mendidik anaknya agar selamat dunia akhirat. Haruslah memiliki visi akhirat. Tidak harus bergelar sarjana untuk bervisi akhirat. Cukup dengan memperdalam agama. Karena hanya dengan ini kita dapat menyelamatkan anak-anak kita.
Lebih dari itu masalah ibu lahir dari pengaruh kapitalis sekular. Sebuah pemahaman yang mampu mengeluarkan ibu dari habitat semestinya. Dengan tipu daya gemerlap dunia, kapitalisme mampu merusak fitrah ibu. Oleh karena itu kita perlu membuang pemikiran ini. Menggantinya dengan Islam. Hanya yakin Islam satu-satunya yang dapat menyelamatkan kita. Dan hanya Islam yang mampu menjaga fitrah ibu. Wallahu a’lam bishowab. [ry/LM]