Refleksi Akhir Tahun : Zero Waste Lifestyle Mustahil dalam Kapitalisme

Oleh : Ailia Junior

 

LensaMediaNews – Zero waste lifestyle adalah sebuah gaya hidup tanpa sampah. Bebas sampah bermakna merancang dan mengolah kembali produk tanpa residu, mengaplikasikan one use plastic, membawa alat makan dan botol, menghemat kertas, dan segala aktivitas yang tidak menimbulkan sampah khususnya sampah anorganik.

Sebuah kota tanpa sampah merupakan gaung yang kian kencang setelah dunia mengalami berbagai problem akibat sampah. Indonesia sebagai bagian dari negara internasional turut serta mewujudkan sebuah negara tanpa sampah, terlebih Indonesia mengalami darurat sampah.

Indonesia saat ini tercatat sebagai salah satu negara penghasil sampah plastik terbesar dunia. Volumenya mencapai 175.000 ton/hari atau 63,9 juta ton/tahun, namun dari jumlah yang besar ini ironisnya hanya 7 % yang bisa diolah. Sampah plastik ini bersumber dari limbah sampah plastik baik itu industri maupun rumah tangga.

Diperparah dengan adanya impor sampah, baik itu plastik maupun kertas yang dilakukan oleh industri untuk diolah sebagai bahan baku industri (metrotvnews.com, 26/8/19). Namun disayangkan di tengah isu memerangi sampah di gelokan di berbagai negara, pemerintah Indonesia justru mengimpor sampah.

Ditambah persoalan sampah semakin meningkat setelah Pemerintah Cina memberlakukan Kebijakan “National Sword” membuat perdagangan sampah seluruh dunia terguncang. Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi mendesak pemerintah menyetop impor sampah plastik jenis sampah rumah tangga, domestik dan tanah (katadata.co.id, /27/8/19).

Ironi memang, di saat masyarakat sibuk menghidupkan zero waste lifestyle dalam kehidupan sehari-hari, pemerintah malah melakukan kebijakan mengimpor sampah, pemerintah juga dinilai gagal melakukan pengawasan pada impor sehingga terjadi penyulundupan sampah plastik.

Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi mengatakan, “Kemendag terbukti gagal  melakukan pengawasan pada impor sehingga banyak terjadi pelanggaran berupa penyelundupan sampah plastik di dalam waste paper yang diimpor oleh pabrik kertas di Jawa,”(Katadata.co.id, 27/8/19).

Gaung hidup tanpa sampah seolah menjadi narasi negara barat untuk menyelamatkan bumi akibat limbah industri mereka. Padahal akar persoalannya adalah gaya hidup kapitalisme yang dijajakan oleh barat membuat manusia rakus untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan nalurinya. Untuk membantu negara barat mengatasi berbagai problematika salah satunya yang diakibatkan sampah akhirnya barat menggencarkan isu zero waste lifestyle.

Sampah bersumber dari gaya hidup konsumtif, sebuah life style yang bermuara dari kapitalisme. Konsep zero waste lifestyle cenderung tidak aplikatif oleh industri negara barat, meminimalkan sampah dan mengolahnya menjadi bahan berguna tidak sejalan dengan fakta yang terjadi.

Barat malah mengimpor sampahnya ke negara asia seperti Indonesia. Negara barat berasaskan kapitalisme memanfaatkan negara-negara berkembang sebagai lahan penerima sampah hasil industri mereka, negara berkembang dengan masyarakat berpenghasilan rendah terpaksa bertahan dengan bisnis sampah dari barat.

Sejak lama negara-negara industri maju tidak lagi serius mengolah limbah sendiri. Celah ini dimanfaatkan sejumlah perusahaan untuk memetik keuntungan dari bisnis sampah. Perusahaan di Eropa biasanya menampung sampah dengan imbalan uang. Namun bukannya mendaur ulang di dalam negeri, sampah itu diekspor untuk ditampung di Asia dengan iming-iming uang (dw.com).

Belum tuntas berbagai permasalahan seperti korupsi, kebijakan impor pangan dan hutang luar negeri, ditambah lagi rezim neoliberal gagal menuntaskan permasalah impor sampah, membawa endemik kerugian baru bagi masyarakat.

 

Solusi Sampah

Tentu permasalahan sampah adalah bagian problematika yang patut dipecahkan. Islam telah mengajarkan agar sedari kecil anak-anak dididik untuk makan secukupnya, sehingga tidak menyisakan sampah. Kemudian membentuk kesadaran di tengah masyarakat bahwa Allah SWT menyukai keindahan dan kesucian.

Hingga terbentuk gaya hidup bersih dari dorongan akidah, lahirnya sikap saling taawun untuk menghadapi persoalan sampah seperti memilah atau mengelola secara bergantian. Islam juga mendorong ilmuwan untuk melakukan penelitian, pernah terjadi pada masa kekhilafahan Bani Umayah pada abad ke 9-10 M.

Cordoba sebuah kota yang terkenal keindahan dan kebersihanya buah dari ide Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi tentang konsep mekanisme penangan sampah. Tentunya semua ini ditunjang oleh sebuah negara yang berdaulat, negara yang menerapkan syariat Islam.

Keberkahan akan turun dari langit saat suatu negeri menerapkan Islam secara kaffah. Sebuah negara yang memberikan kesadaran kepada warga negaranya untuk hidup bersih karena perintah Allah swt, sebuah negara yang memiliki penguasa bersikap tegas dalam menghadapi negara kapitalis penyelundup sampah.

Wallahu ‘alam biashowab.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis