Narasi Anti-Khilafah: Tutupi Borok Demokrasi

 

Oleh: Sunarsi S.Si., M. Sc.

 

LensaMediaNews – Masyarakat kembali tercengang dengan Kemenag yang melakukan revisi terhadap konten terkait khilafah dan jihad dalam pelajaran agama Islam di madrasah. Hal itu ditegaskan dalam Surat Edaran B-4339.4/DJ.I/Dt.I.I/PP.00/12/2019 yang ditandatangani Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kemenag, Ahmad Umar.

Kemenag melakukan revisi terhadap kompetensi inti dan kompetensi dasar (KI-KD) untuk pengarusutamaan moderasi beragama serta pencegahan paham radikalisme di satuan pendidikan madrasah. Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Kamaruddin Amin menjelaskan Kemenag tak menghapus konten ajaran khilafah dan jihad, melainkan diperbaiki, maksudnya adalah makna khilafah dan jihad akan diberi perspektif yang lebih produktif dan kontekstual (sesuai perkembangan zaman).

Khilafah adalah fakta sejarah yang pernah ada dalam sejarah peradaban Islam, tetapi tak cocok lagi untuk konteks negara bangsa Indonesia yang telah memiliki konstitusi (Pancasila dan UUD 45, NKRI dan Bhineka tunggal ika). Pelajaran khilafah dan jihad tidak akan lagi diajarkan pada mata pelajaran Fikih. Dua konten itu akan masuk dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. (Cnnindonesia, 8/12/2019)

Jalan pikiran rezim hari ini sulit dipahami. Mengakui khilafah sebagai fakta sejarah peradaban Islam, namun ditolak dengan dalih tidak relevan dengan NKRI. Hal ini justru semakin membuka mata kita bahwa rezim bentukan sistem demokrasi ini tidak akan pernah memberi ruang untuk khilafah yang merupakan sistem politik Islam.

Dengan alergi terhadap khilafah, demokrasi membuka aibnya sendiri bahwa demokrasi sebenarnya tidaklah mengakomodir semua gagasan yang selama ini didengungkan. Gagasan yang diakomodir hanya gagasan yang sejalan dengan kepentingan demokrasi. Padahal sistem demokrasi akan selalu berseberangan dengan sistem khilafah.

Demokrasi hakikatnya adalah “menuhankan manusia” karena manusia bebas membuat aturan untuk hidupnya, sedangkan hakikat khilafah adalah “menuhankan Allah” yakni menjadikan aturan Allah sajalah untuk mengatur kehidupan. Sehingga, demokrasi dengan beragam caranya berusaha untuk meredam opini khilafah ini, muncullah istilah radikal, anti NKRI, anti Pancasila, yang justru semakin menunjukkan kepanikan sistem demokrasi. Karena istilah-istilah itu tidak masuk akal dan tidak ada realitasnya.

Ditambah lagi dengan arus moderasi Islam, dengan narasi yang super halus bahwa Islam rahmatan lil alamin adalah Islam moderat, padahal yang diinginkan dari Islam moderat adalah Islam yang sejalan dengan demokrasi. Apapun narasi yang sedang dibangun, sesungguhnya demi tujuan menutup mata umat atas kebobrokan demokrasi dan selalu menyalahkan Islam/khilafah.

Mereka hendak memadamkan cahaya Allah, namun gagal. Opini khilafah hari ini sudah terlanjur meledak, khilafah sudah menjadi perbincangan di tengah masyarakat. Ibarat menghalangi matahari yang sudah terbit, itu hanya sebuah kesia-siaan.

Allah berfirman;
يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, sementara Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukainya. Dialah Yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Alquran) dan agama yang benar untuk Dia menangkan atas segala agama walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS at-Taubah: 32-33).

Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman,
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya.” (QS. Ash-Shaff: 7).

 

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis