Merindukan Politikus Muda Islam
Oleh: Ema Aji Sulistyani, S.Pd
(Aktivis Muslimah Surabaya)
LenSaMediaNews– Hari-hari ini sosial media kembali diramaikan dengan aksi-aksi mahasiswa di berbagai pelosok negeri. Mereka menyampaikan beberapa muhasabah (nasihat) untuk pemerintah; revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan beberapa persoalan bangsa lainya seperti kabut asap dan Papua. Bahkan hastag #mahasiwaharusbergerak sempat menjadi trending topik pada jumat 20/9/2019. (Ngelmu.co)
Gelombang aksipun menjalar ke beberapa wilayah nusantara. Hastag #Malangmenghitam, #GejayanMemanggil, ikut menjadi bagian dari gelombang aksi mahasiswa yang semakin memanas. Ada angin harapan terhadap peran mahasiswa setelah sekian lama digambarkan adanya penurunan idealisme mahasiswa terhadap krisis bangsa.
Bagaimana tidak, carut marut masalah bangsa silih berganti, tak satupun suara mahasiwa terdengar bahkan bergerak untuk turut peduli. Bagaimanapun, pemuda tetaplah memikul harapan akan perubahan, karena pada pemuda telah melekat image akan idealisme dan sebagai ikon perubahan. Sehingga adanya pemuda dan kepeduliannya terhadap persoalan-persoalan politik adalah hal yang semestinya ada.
Hanya saja gerakan mahasiswa patut dikawal dan diarahkan. Agar tidak “terperosok di lubang yang sama”, sebagaimana belajar dari pergerakan mahasiswa era reformasi, bahwa perubahan aturan yang parsial dan perubahan pemimpin tidak bisa mengantarkan pada perubahan Indonesia menjadi lebih baik. Yang ada Indonesia hari ini justru semakin liberal sebagaimana disampaikan Surya Paloh dalam diskusi bertajuk “Tantangan Bangsa Indonesia Kini dan Masa Depan di Universitas Indonesia”, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (14/8), “Kita ini malu-malu kucing untuk mendeklarasikan Indonesia hari ini adalah negara kapitalis, yang liberal, itulah Indonesia hari ini,”.
//Pemuda dalam Arus Pragmatisme Politik//
Di era kapitalis liberal seperti saat ini, idealisme pemuda dihadapkan pada berbagai tantangan. Tak sedikit pemuda yang awalnya kritis, mengkritisi penguasa dan kebijakannya yang liberal dan tidak pro rakyat, tapi menjadi bungkam ketika terjun dalam kancah politik praktis. Justru hilang idealisme mereka ketika dalam pusara kekuasaan. Yang awalnya ingin merubah keadaan justru terbawa oleh keadaan. Hal itu sebenarnya tidaklah aneh. Realitas partai politik saat ini yang prakmatis telah menjadi tontonan publik, telah menggerus idealisme hingga tak bersisa.
Apa yang disebut Direktur KPK adalah salah satu buktinya. “Embahnya korupsi itu adalah partai politik. Itu karena parpol memiliki dua kewenangan utama yang sangat mendasar, pertama membuat undang-undang, dan kedua memiliki hak menentukan pejabat publik,” kata Sujanarko saat mengisi kuliah umum bersama penasehat KPK M Tsani Annafari di IAIN Tulungagung (Republika.co.id).
Jelaslah bahwa idealisme saja tidaklah cukup menjadikan pemuda sebagai ikon perubahan. Akan tetapi harus dipahami arah perubahan yang ingin dicapai sekaligus langkah praktis yang harus ditempuh. Selama sistem yang ada adalah sistem demokrasi yang prakmatis, maka peran politik pemuda justru akan tergerus dengan pragmatisme uang dan kepentingan.
//Menjadi Politikus Muda Islam//
“Dahulu Bani Israil selalu dipimpin/diurus oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, datang nabi lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku; yang ada adalah para khalifah yang banyak.” (HR al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Politik (siyasi) memiliki makna mengatur urusan umat, baik di dalam dan luar negeri. Sejak negara-negara kapitalis menyebarkan doktrin pemisahan agama dari kehidupan dan politik (sekular) nampak kehidupan politik di dunia terlebih di negeri-negeri muslim semakin mundur. Berbagai persoalan dunia tak kunjung terselesaikan, justru semakin mengantarkan krisis dunia.
Meski di revisi dan berganti UU berulang kali, maka tidak akan menyelesaikan masalah jika pengaturan urusan umat didasarkan pada aturan buatan manusia sebagaimana politik dalam sistem demokrasi. Padahal hukum Allahlah yang lebih baik. Sebagaimana Allah SWT berfirman, “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS. Al-Ma’idah: Ayat 50)
Sudah saatnya pemuda mencari politik alternatif, yaitu politik Islam. Hanya Politik Islam yang akan menjamin pengurusan urusan umat berdasarkan Islam semata. Lebih dari itu, politik Islam yang menjadikan Islam sebagai landasan dalam setiap keputusannya akan melahirkan politikus-politikus sejati yang jauh dari kerakusan materi.
Politikus-politikus amanah yang menghiasi dirinya dengan takwa, sehingga menjalankan semua kewajibannya semata mengharap keridoan Allah Swt dan menerapkan seluruh syariat Islam dalam melakukan pengaturan kehidupan untuk menegakkan kemaslahatan bagi Islam dan Kaum Muslimin. Yuk jadi politikus muda Islam!
Wallahu’alam bishowab.
[Fa]