Ada Apa di Balik Pembatasan Usia Pernikahan?

Oleh: Sri Retno Ningrum

 

LenSaMediaNews– Pernikahan merupakan cara legal bagi laki-laki dan perempuan untuk memasuki kehidupan rumah tangga. Sayangnya, sekarang ada pembatasan usia pernikahan, yaitu 19 tahun. Artinya, seseorang yang berusia kurang dari 19 tahun, terlarang untuk menikah.

Dilansir oleh beritasatu.com (14/9/2019), pembatasan usia pernikahan merupakan usulan dari PSI (Partai Solidaritas Indonesia). Usulan ini menjadi salah satu topik bahasan dalam rapat kerja Badan Legislatif (Baleg) dan Panitia Kerja (Panja). Akhirnya disepakati perubahan atas UU No.1 tahun1974 tentang pernikahan, dengan mencantumkan batas usia minimal bagi laki-laki dan perempuan untuk menikah (pasal 7 ayat 1).

Sebenarnya, pemicu pernikahan dini adalah maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja, ditambah dengan kemudahan akses konten pornografi. Tentu kita masih ingat dengan pasangan pelajar SMP asal Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan yakni FA (14 tahun) dan SY (15 tahun) yang melakukan perjuangan panjang agar bisa menikah.

Pembatasan usia pernikahan akan menimbulkan masalah baru. Remaja-remaja yang ingin menikah namun usianya belum genap 19 tahun akan mencari jalan lain untuk melampiaskan keinginan seksualnya. Salah satunya dengan hubungan di luar nikah (zina).

Padahal Allah Swt tidak menyukai perbuatan itu. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surah Al-Isra ayat 32 yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”.

Pembatasan usia pernikahan adalah bagian agenda dari kaum feminis. Kaum feminis yang berada dalam partai PSI, terus mempropagandakan ide gender. Mereka ingin menyetarakan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam segala ranah kehidupan baik politik, sosial , budaya, keluarga dan sebagainya.

Aktivis feminis menyebut-nyebut pernikahan dini sebagai penyebab KDRT. Padahal KDRT, merupakan dampak tidak langsung diterapkannya sistem kapitalisme. Liberalisme menyerang keluarga sehingga mereka kehilangan visi keluarga yang benar. Ditambah lagi, hedonisme yang menjangkiti keluarga muslim membuat fungsi keluarga rapuh.

Dalam pandangan Islam, tidak dikenal batas minimal usia menikah. Siapapun boleh asalkan sudah baligh. Islam menekankan pada kematangan individu untuk menjalin hubungan rumah tangga. Islam juga sangat memperhatikan pendidikan sebelum pernikahan. Sehingga usia kurang dari 19 tahun tidak masalah asal remaja sudah siap.

Untuk itu, perlu adanya tatanan aturan yang Islami untuk bisa mewujudkan kerukunan dalam rumah tangga. Dengan tatanan inilah remaja akan mencurahkan kasih sayang kepada lawan jenisnya bukan hanya karena dorongan hawa nafsu, melainkan juga untuk menyempurnakan separuh dari agama. Sebagaimana sabda Rasullah Saw: “Jika seseorang menikah berarti dia telah menyempurnakan separuh agamanya. Maka bertaqwalah pada paruh yang lain” (HR. Baihaqi).

Sungguh, sistem kapitalisme menjadi penyebab kerusakan-kerusakan ditengah masyarakat, khususnya di dalam lingkungan keluarga. Untuk itu, marilah kita meninggalkan sistem tersebut dan beralih kepada sistem Islam (Khilafah). Hanya dengan Khilafah, KDRT dapat diberantas & fungsi keluarga akan berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga terbentuklah keluarga sakinah, mawaddah warrohmah yang akan melahirkan generasi–generasi rabbani.

Wallahu’alam bisshowab

 

[Fa/LNR]

Please follow and like us:

Tentang Penulis