Korupsi karena Orang Baik Diam, Serius?
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LensaMedia News.com, Bicara soal korupsi di negeri ini sungguh luar biasa, susah diberantas malah semakin merajalela. Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur sendiri tiga kali bupatinya tertangkap tangan KPK karena kasus korupsi. Setelah muncul hasil quick account pemilihan kepala daerah November lalu banyak masyarakat yang pesimis kasus korupsi tidak terulang kembali. Tunggu saja tanggal mainnya, begitu opini yang beredar.
Menariknya, penyuluh Paksi senior, Suprijandani, SKM MSc PH dari Kaprodi Kesehatan Stikes Surabaya mengatakan bahwa korupsi masih bisa terjadi karena orang-orang yang baik diam semuanya.
Pernyataan itu beliau sampaikan saat menjadi pemateri dalam kegiatan Sosialisasi Penyuluh Anti Korupsi (Paksi) Kabupaten Sidoarjo, yang dibuka oleh Plt Sekretaris Inspektorat Pemkab Sidoarjo, Evi Wahyu Harini, pada (3/12/2024) di Pendopo Delta Wibawa Sidoarjo (radarjatim.id, 3-12-2024).
Sosialisasi ini merupakan rangkaian dari peringatan Hari Anti Korupsi seDunia. Dengan mengundang seluruh Kepala SDN dan SMPN, juga Sekcam se Kabupaten Sidoarjo. Dari sosialisasi ini didapatkan solusi memberantas korupsi yaitu mengadakan petugas Paksi (Penyuluh Anti Korupsi) di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo.
Menurut Evi Wahyu Harini menjadi Paksi tidak sekadar seremonial atau sertifikasi. Tetapi benar-benar harus ada tindakan nyata menunjukkan jati diri tidak korupsi, diantaranya riil tidak melakukan korupsi juga mengajak teman-teman yang lainnya agar tidak korupsi.
Kepala Dikbud Sidoarjo Dr. Tirto Adi, M.Pd, yang turut hadir dalam kegiatan itu menegaskan kalau sumber kesalahan itu sebenarnya sederhana. Jangan melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan. Atau jangan tidak melakukan sesuatu yang seharusnya harus dilakukan.
Korupsi Menggurita, Solusi Menggelikan
Pakai atau penyuluh anti korupsi tak bisa dikatakan bak oase di Tengah Padang gurun yang tandus. Yang terlihat malah kedunguan berpikir, apalagi jika dikaitkan dengan banyak orang baik yang diam. Sebab, secara fitrah korupsi adalah tindakan yang dibenci banyak orang, terlebih jika pelakunya penguasa atau pejabat. Sebab masih banyak juga yang berpikir, pemimpin adalah orang nomor satu, dengan kualitas terbaik pula, pantang untuk melakukan tindakan curang.
Apalagi Indonesia adalah salah satu negara dengan penduduk muslim terbanyak, korupsi jelas diharamkan. Namun ternyata korupsi kian merajalela, jelas ada yang salah dengan pemeluknya. Dalam artian, Indonesia bukan negara yang sesuai syariat, bahkan belum Islami. Karena masih menggunakan hukum selain Islam meski mayoritas.
Upaya pemerintah amat sangat menggelikan, ibarat kata sudah parah sakitnya, semisal kanker namun hanya sanggup beli pereda nyeri, mana bisa jadi solusi?
Padahal sebagai muslim solusi terhapusnya korupsi sangatlah dekat dan mudah, ada dalam kitab yang mereka baca dan hafalkan setiap hari ditambah apa yang dicontohkan Rasulullah yaitu penerapan Alquran dan As Sunnah secara Kaffah sebagaimana perintah Allah yang artinya,”Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu”. (TQS al-Baqarah : 208).
Islam Agama Paripurna
Berdasarkan ayat di atas, maka jalan satu-satunya agar korupsi bisa diberantas tuntas adalah dengan kembali kepada pengaturan Islam, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. , “Dahulu Bani Israel diurus oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, ia digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudah aku. Yang akan ada adalah para khalifah dan mereka banyak.” Para sahabat bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi bersabda, “Penuhilah baiat yang pertama. Yang pertama saja. Berikanlah kepada mereka hak mereka. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa yang diminta agar mereka mengurusnya.”(HR Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Ibn Majah).
Korupsi yang di dalam Islam, merupakan tindakan haram dan pelakunya berdosa, “Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepada dia telah kami berikan rezeki (gaji) maka yang diambil oleh dia selain itu adalah kecurangan (ghulul).” (HR Abu Dawud), maka menjadi kewajiban kepala negara untuk memberikan sanksi hukum secara tegas terhadap pelakunya, di sisi lain, berupaya mewujudkan kesejahteraan rakyatnya tanpa bergantung kepada pihak asing.
Seluruh kekayaan alam yang menjadi milik negara dan umum, dikelola oleh negara, dikembalikan kepada rakyat baik dalam bentuk zatnya seperti BBM, listrik dan dalam bentuk pembiayaan fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit dan lainnya. Ketika kesejahteraan terwujud karena jaminan negara ada, menutup celah korupsi secara efektif.
Pendidikan dititik beratkan pada penerapan kurikulum berbasis akidah, sehingga terwujud SDM berkepribadian Islam, namun semua ini jelas tidak mungkin lahir dari pemimpin yang masih setiap kepada demokrasi sekuler, melainkan Islam saja. Wallahualam bissawab. [ LM/ry].