Pernikahan Dini, Kambing Hitam Masalah Stunting

Oleh: Ariani

Guru dan Penulis Muslimah

 

LenSa Media News–Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum menegaskan pentingnya kualitas remaja dalam mencapai bonus demografi. Pendidikan dan kesehatan harus menjadi prioritas utama untuk mewujudkan generasi yang berkualitas. Untuk itu penting pencegahan pernikahan anak (kemenag.go.id, 20-09-2024).

 

Pernikahan dini dituduh penyebab utama stunting. Salah satu penyebab tingginya kasus stunting di Indonesia adalah karena pernikahan muda. Menurut penelitian dari UNICEF, anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun memiliki risiko melahirkan anak dengan kondisi stunting. Keterbatasan akses pada nutrisi yang cukup, pengetahuan kesehatan reproduksi yang kurang, serta beban fisik kehamilan pada usia yang sangat muda berkontribusi pada risiko ini (sigap.tanotofoundation.org, 2024).

 

Lalu, apa hubungan antara stunting dengan pernikahan dini? Para remaja masih membutuhkan gizi maksimal hingga usia 21 tahun. Jika mereka sudah menikah pada usia remaja , misalnya sekitar 15 tahun, maka tubuh ibu akan berebut gizi dengan bayi yang dikandungnya. Jika nutrisi si ibu tidak tercukupi selama kehamilan, bayi akan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Menurut UNICEF, bayi dengan BBLR lebih berisiko meninggal, sakit, mengalami stunting, dan mengalami hambatan kognitif (tirto.id, 26-07-2024).

 

Menurut UU Nomor 16 Tahun 2019, batas usia minimal perempuan dan laki-laki boleh menikah adalah 19 tahun. Guna mencegah remaja dari pernikahan dini, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah mengembangkan Program Generasi Berencana (GenRe).

 

Melalui program tersebut, remaja diberi pemahaman tentang pendewasaan usia perkawinan. Hal ini supaya mereka mampu melangsungkan jenjang pendidikan, berkarier dalam pekerjaan, serta menikah dengan penuh perencanaan sesuai siklus kesehatan reproduksi (liputan6.com, 17-02-2020).

 

Pemerintah terus aktif membenahi masalah stunting. Salah satu strategi dalam RPJMN 2020-2024 yang dilakukan adalah penguatan upaya pencegahan berbagai tindak kekerasan pada anak, termasuk perkawinan anak. Kemudian penurunan angka perkawinan anak menjadi salah satu indikator target RPJMN 2020-2024, yaitu dari 11,2 % pada 2018 menjadi 8,74% di 2024.

 

Program ini adalah implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai salah satu program pembangunan internasional PBB mengenai kasus pernikahan anak di Indonesia. Pernikahan anak termasuk perbuatan ilegal karena melanggar HAM, dan konvensi hak anak.Indonesia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi program pembangunan internasional tersebut, berkomitmen untuk dapat menjalankan dan mengimplementasikan program-program SDGs (researchgate.net, 12-08-2023).

 

Tentu saja program SDGs tersebut berpijak pada paradigma Barat yang bertentangan dengan syariat Islam. Dunia barat sebagai pengemban sekulerisme malah memberi ruang bebas untuk perzinahan asal tidak menyebabkan resiko kehamilan. Dan pemerintah melegalkan hal itu melalui PP Nomor 28 Tahun 2024.

 

PP tersebut mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja. Banyak yang mendukung aturan ini efektif mencegah kehamilan dini namun sebenarnya ini malah memberi ruang bebas sex bebas di kalangan remaja terlebih lagi gempuran pornografi memicu terjadinya sex bebas.

 

Masyarakat harus mengenali 3 penyebab utama stunting. Ketiganya adalah suboptimal nutrition (kekurangan asupan makanan), suboptimal health (anak yang sering sakit-sakitan), dan suboptimal parenting ( pola pengasuhan anak yang tidak optimal). Ketiganya tentu bukan disebabkan pernikahan dini saja karena kekurangan asupan makanan juga disebabkan daya beli masyarakat terhadap pangan bergizi relatif rendah mengingat angka kemiskinan di Indonesia masih relative tinggi.

 

Suboptimal nutrition terkait dngan suboptimal health.Semestinya pemerintah berjibaku mengurangi angka kemiskinan dengan membuang hambatan-hambatan distribusi contohnya memberantas praktik monopoli perdagangan bahan pangan oleh kapitalis dan membuang jauh ideologi kapitalisme serta Kembali kepada aturan agung yaitu syariat Islam.

 

Dalam sistem ekonomi Islam, masalah ekonomi terjadi jika tidak terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat. Kebijakan ekonomi Islam diarahkan pada jaminan pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat dan memudahkan rakyat memenuhi kebutuhan termasuk bahan pangan sehingga tidak akan terjadi kasus gizi buruk baik bagi ibu hamil dalam rentang usia berapapun.

 

Fasilitas Kesehatan dalam sistem negara Islam wajib disediakan negara sehingga tidak ada anak sakit tanpa penanganan memadai. Dan semua tanggung jawab ini ada pada pundak negara karena dalam sistem pemerintahan Islam, para penguasa berperan sebagai penjamin kesejahteraan, melayani dan melindungi rakyat. Para penguasa di sistem negera Islam memahami bahwa amanah kepada mereka akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis