Beras Mahal, Rakyat Murung Petani Malah Buntung

Oleh: Ariani

Guru dan Penulis Muslimah Malang

 

LenSa Media News–Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Badan Pangan Nasional, Rachmi Widiriani menuturkan bahwa biaya produksi beras di dalam negeri memang telah meningkat. Hal ini penting untuk memastikan petani juga mendapatkan keuntungan yang layak dari hasil pertanian mereka (liputan6.com (21-9-2024).

 

Country Director for Indonesia and Timor-Leste World Bank (Bank Dunia) Carolyn Turk mengatakan harga beras Indonesia menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. konsumen Indonesia membayar hingga 20% lebih banyak untuk makanan mereka daripada yang seharusnya mereka bayar di pasar bebas. (metrotvnews.com, 20-09-2024).

 

Di sisi lain, Hasil Survei Pertanian Terpadu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pendapatan rata-rata petani kecil di Indonesia kurang dari 1 dollar AS atau sekitar Rp 15.199 per hari. Catatan Bank Dunia menunjukkan, hanya 31 persen penduduk Indonesia yang mampu mendapatkan makanan sehat lantaran sulit membeli makanan bergizi seperti daging, telur, ikan, dan sayuran (kompas.com, 23-09-2024).

 

Sebenarnya penyebab mahalnya harga beras adalah karena biaya produksi yang sangat mahal dan rantai distribusi beras yang terlalu panjang. Harga pupuk, pestisida sampai bibit juga cenderung naik dan mahal.

 

Nestapa itu dimulai sejak perjanjian liberalisasi pertanian AoA (Agree-ment on Agriculture) yang telah disepakati oleh Indonesia dalam forum WTO, sebagai penggerak utama dalam menjalankan liberalisasi di sektor pangan Pemerintah Indonesia secara resmi telah meratifikasi pembentukan WTO yang dituangkan dalam Undang-undang No. 7/1994 tertanggal 2 November 1994. Ratifikasi ini menjawab secara pasti, bahwa apapun keputusan dari WTO wajib menjadi hukum nasional bagi Indonesia (repository.unri.ac.id, 2013).

 

Isi dari kesepakatan AoA adalah: (i) meningkatkan akses pasar (market access) melalui pengurangan hambatan perdagangan pertanian berupa penurunan tarif impor dan konversi hambatan non tarif menjadi tarif, (ii) pengurangan subsidi ekspor (export subsidies), dan (iii) pengurangan bantuan kepada petani dalam negeri (domestic support).

 

Dengan demikian prinsipnya adalah AoA menekankan semua anggota WTO untuk membuka pasar dan mengurangi berbagai subsidi yang dianggap mengganggu perdagangan internasion (kedaulatanpangan.org, 2007).

 

AoA ini jelas mengharuskan lepas tangannya pemerintah dari sektor pertanian termasuk mencabut subsidi pupuk, subsidi pestisida dan bibit. Di tambah dengan pemerintah membebaskan impor beras sebagai konsekuensi dari AoA.

 

Liberalisasi radikal sektor perberasan terjadi pada tahun 1997‐1998 pada masa krisis ekonomi. Atas tekanan IMF, pemerintah Indonesia membebaskan perusahaan swasta untuk mengimpor beras dari sebelumnya dimonopoli oleh BULOG bersamaan dengan penurunan tarif impor secara drastic sampai 0 % pada bulan September 1998.

 

Pada saat yang sama, pemerintah mencabut subsidi pertanian sehingga terjadi banjir impor beras mencapai 5,8 juta ton pada tahun 1998 dan 4,2 ton pada tahun 1999 (kedaulatanpangan.org, 2007). Dan nestapa ini terus terjadi hingga kini karena Indonesia tak mau lepas dari sistem kapitalisme.

 

Pada sistem ekonomi kapitalis, pemecahan problematika ekonomi dititikberatkan pada aspek produksi dan pertumbuhan sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah barang dan jasa. sistem ekonomi kapitalis yang lebih mengandalkan pada mekanisme pasar (harga) dan menolak sejauh mungkin peranan negara secara langsung dalam mendistribusikan harta di tengah masyarakat.

 

Berbeda dengan  sistem ekonomi Islam yang menetapkan bahwa masalah ekonomi terjadi jika tidak terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat. Kebijakan ekonomi Islam diarahkan pada jaminan pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat dan memudahkan rakyat memenuhi kebutuhan sekunder bahkan tersiernya.

 

Dan semua tanggung jawab ini ada pada pundak negara karena dalam sistem pemerintahan Islam, para penguasa berperan sebagai penjamin kesejahteraan, melayani dan melindungi rakyat. Para penguasa di sistem negera Islam memahami bahwa amanah kepada mereka akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah

 

Seluruh aparatur negara, mulai dari tingkat pusat hingga unit-unit teknis, termasuk BUMN, wajib hadir sebagai penanggung jawab dan pengatur pertanian dan pangan. Semua fungsi yang dijalankan terbebas dari unsur bisnis. Islam juga melarang terjadinya penguasaan oleh korporasi swasta yang bisa mendominasi pasar.

 

Untuk optimalisasi sektor pertanian, negara akan mendukung para petani dengan penyediaan alat, mesin, dan sarana pertanian dengan mudah dan harga terjangkau. Selain kebutuhan pangan rakyat selalu terjamin, perekonomian para petani pun akan tangguh karena negara hadir mengurusi mereka dibawah naungan daulah khilafah. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis