Kembalikan Toleransi pada Tempatnya


Oleh Ummu Zhafran
Pegiat literasi

 

 

LenSa MediaNews__ Atas nama indahnya toleransi, bertebaran berita disertai foto bagaimana pihak elit negeri ini menyambut tokoh agama penguasa Vatikan. Laman daring cnnindonesia, salah satunya. Ada yang membungkuk penuh hormat. Lainnya bahkan sampai mencium kening Paus Fransiskus dengan penuh haru. (cnnindonesia.com, 5-9-2024)

 

Menyeruak tanya, inikah bentuk toleransi itu? Ketika para elit sebuah negeri dengan Islam sebagai agama mayoritas, justru menunjukkan penghormatan sepenuh hati pada pemimpin agama lain di luar Islam? Menjawab pertanyaan ini, baiknya kita merujuk pada kitab-kitab klasik rujukan para ulama dalam fiqh. Antara lain dalam Tuhfatul Muhtāj yang disyarah Imam Ibnu Hajar Al Haitami.
“Tidak diperbolehkan mengagungkan orang kafir karena hal itu termasuk menyerupai mereka.”
Artinya, seorang Muslim yang mengagungkan orang kafir dianggap telah melakukan perbuatan yang tidak diperbolehkan, karena dipandang sudah mengikuti jalan yang sama dengan mereka.

 

Dalam kitab Ad-Durr Al-Mukhtar dari Hasyiyah Ibnu ‘Abidin, menjelaskan bahwa segala bentuk penghormatan yang menunjukkan pengagungan yang berlebihan terhadap orang kafir dilarang, termasuk memberi salam penghormatan yang lebih tinggi daripada seorang muslim.
“Barang siapa yang memuliakan orang kafir, maka sesungguhnya dia telah membantu menghancurkan Islām.”

Lalu mengapa yang terjadi sebaliknya? Wallahu a’lam. Banyak faktor penyebab, selain bisa jadi memang belum paham atau bagian dari dukungan terhadap tema yang diusung dalam kunjungan tersebut.

 

Masih dari laman cnnindonesia, diberitakan agenda besar yang mengiringi kedatangan kali ini adalah menyeru untuk bersatu dalam keberagaman. Satu hal lagi yang juga ditekankan adalah perlunya mewaspadai ekstremisme agama yang dinilai mendistorsi keyakinan agama seseorang lewat ‘penipuan dan kekerasan’. (kompas.com, 4-9-2024)

 

Jika ditilik lebih jauh, poin-poin di atas mengingatkan khalayak tentunya pada proyek pengarusutamaan moderasi dan deradikalisasi yang beberapa tahun terakhir masif digencarkan di bumi Pertiwi ini. Wajar bila publik kembali bertanya mengenai hasil dari proyek tersebut. Sangat memprihatinkan jika yang terjadi justru melahirkan sikap toleransi yang berlebihan bahkan cenderung memicu kontroversial karena menabrak aturan dalam fiqh Islam seperti yang dijelaskan sebelumnya.

 

Padahal sudah terang benderang dalam Islam, toleransi itu membiarkan. Bukan kemudian mendistorsi kadar keyakinan akan kebenaran Islam yang diturunkan Allah SWT. Bersikap toleran bukan pula harus dengan mereduksi ketaatan pada risalah yang disampaikan Rasulullah saw. Sebabnya jelas, lakum dinukum wa liyadin, bagimu agamamu, bagiku agamaku.

 

Terkait surah Al-Kafiruun yang memuat ayat ini, Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa Rasulullah Muhammad saw. dan para pengikutnya menyembah Allah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh-Nya. Karenanya, dalam Islam tiada yang berhak disembah selain Allah, dan tiada jalan yang menuju kepada-Nya selain dari apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Lalu menambahkan penjelasan dengan mengutip ayat berikut,
Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah, “Bagiku pekerjaanku dan bagi kalian pekerjaan kalian. Kalian berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kalian kerjakan.” (QS Yunus: 41)

 

Alih-alih menaruh kekaguman berlebihan pada pemimpin kafir, mengapa tak merindukan hadirnya sosok Khalifah dalam sistem kepemimpinan Islam? Bukankah sejarah panjang peradaban Islam sudah lebih dulu mencatat ketegasan Abu Bakar Ash Shiddiq ra., visionernya Umar bin Khattab ra., kelembutan Utsman bin Affan ra., dan kecerdasan Imam Ali bin Abi Thalib ra. dalam mengurusi dan menyantuni segenap umat manusia di bawah pemerintahannya? Di bawah naungan mereka, umat beragama bisa hidup rukun dan harmonis. Terbukti, saat pembebasan Al-Quds, umat Nasrani sendiri yang menyerahkan kunci gerbang kota pada Khalifah Umar. Sebabnya simpel, mereka sudah lama menanti kedatangan pemimpin Islam untuk melindungi dan menjaga mereka dengan syariat Islam yang telah mereka saksikan sendiri keadilan dan keagungannya saat itu.

 

Apa yang dilakukan Khulafaur rasyidin itulah yang kemudian diikuti oleh para khalifah setelahnya. Yaitu menjamin tegaknya syariah Islam secara kafah meliputi semua aspek kehidupan. Merindukan sosok-sosok seperti mereka artinya harus siap memahami dan memperjuangkan Islam. Sebagaimana yang dapat diteladani dari aktivitas dakwah Rasulullah saw. dan para sahabat menegakkan Islam. Dengan tegaknya Islam, niscaya terbuka semua pintu keberkahan baik yang di langit maupun dari perut bumi. Demikian janji Allah SWT Sang Maha Pencipta seluruh apa yang ada di alam semesta. Maka sekali lagi, toleransi itu membiarkan tapi tak berarti harus kebablasan! Wallahua’lam.

Please follow and like us:

Tentang Penulis