Remisi, Tidak Berefek Jera, Kejahatan Kian Merajalela
Oleh: Sunarti
LenSa Media News–Sudah menjadi kebiasaan bangsa ini tatkala memperingati hari kemerdekaan, bukan saja soal suka cita perayaannya, namun juga perihal keringanan atau pembebasan para narapidana atau disebut remisi.
Hal ini tidak hanya terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Pusat, namun juga di daerah. Sebut saja kota Ngawi. Pasca peringatan HUT RI ke-79, Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono bersama wakil Bupati Ngawi Dwi Rianto Jatmiko serta seluruh jajaran Forkopimda dan kepala OPD memberikan remisi bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Kelas IIB (Sinarngawi.com, Sabtu, 17-8-2024).
Over kapasitas lapas juga disampaikan oleh Staf Ahli Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Kosmas Harefa dalam kunjungan kerjanya di Lapas Kelas IIB Tondano pada Kamis (RRI.co.id, 11-7-2024).
Remisi Banyak tapi Kejahatan tidak Kunjung Berkurang
Harapan pemerintah pusat maupun daerah melaksanakan remisi pada para narapidana dengan bermacam syarat adalah untuk mengurangi kapasitas lapas. Namun sayangnya, ini tidak diimbangi dengan sistem lain yang mencegah adanya kejahatan.
Karena banyak faktor yang menimbulkan kriminalitas, diantaranya kurangnya kepatuhan masyarakat terhadap hukum, tingginya kasus narkoba, penjatuhan sanksi pidana penjara yang berlebihan, budaya hukum masyarakat yang masih bersifat punitive (journal.upy.ac.id).
Upaya Pencegahan Kriminal belum Menyentuh Akar Persoalan
Jika ditelisik, sudah puluhan tahun Indonesia melakukan remisi pada para napi. Namun, semakin lama angka kriminalitas yang mengharuskan pelaku masuk lapas semakin bertambah banyak. Dalam laman sdppublik.ditjenpas.go.id pada hari Senin, 2 September 2024, menyebutkan total jumlah penghuni lapas 273,280, sedangkan kapasitas 142,860.
Sebenarnya, pemerintah juga melakukan antisipasi berupa Desa/Kelurahan Sadar Hukum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.01-PR.08.10 Tahun 2006 Tentang Pola Penyuluhan Hukum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.01-PR.08.10 Tahun 2007 Tentang perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.01-PR.08.10 Tahun 2006 Tentang Pola Penyuluhan Hukum (Garut.go.id, 21-11-2023). Sayangnya angka kriminalitas tidak jua turun.
Penyebab Munculnya Problematika yang Menimbulkan Kriminal
Jika diamati, pemberian remisi membuktikan jika sistem sanksi sangat lemah dan tidak memberikan efek jera. Akibatnya, masyarakat tidak lagi takut melakukan tindak kejahatan menjadikan lapas over kapasitas.
Penyebab utama munculnya kejahatan atau kriminali adalah diterapkannya sistem sekular-liberal dalam negeri ini. Banyaknya kasus kejahatan juga membuktikan lemahnya kepribadian individu dan bukti gagalnya sistem yang diterapkan saat ini.
Dalam sistem pendidikan negara yang menganut paham ini tidak bisa menyumbang output yang baik. Karena sistem pendidikan hanya berdasarkan pada keuntungan semata. Kualitas anak didik tidak lagi dipertimbangkan. Padahal menggunakan tolok ukur Barat yang sangat berbahaya, yakni liberalisme.
Dalam sistem ekonomi, negeri ini tidak bisa meriayah rakyatnya. Karena sistem perekonomian Neo Liberal maka harta dikuasai hanya oleh segelintir pengusaha kaya di negeri ini. Wajarlah jika rakyat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan kesulitan, ditambah dengan persoalan lain yang melilit, sehingga dengan rentan melakukan kejahatan.
Islam Mengatur Sistem Hukum yang Tegas
Berbeda jauh dengan sistem Islam yang menerapkan sistem sanksi yang tegas. Didasari sistem pendidikan yang berfokus pada mencetak generasi yang taat kepada Allah melalui kurikulum pendidikan yang dibentuk untuk menjadikan warga negara beriman, berkepribadian Islam sehingga terwujud suasana iman kuat. Negara juga menjamin kebutuhan pendidikan pada setiap warganya termasuk fasilitas pendidikan dan sarana penunjang akan dipenuhi oleh negara secara keseluruhan.
Dalam sistem kesehatan, negara menjamin kebutuhan kesehatan bagi seluruh warganya. Sarana dan prasarana juga sarana penunjang dalam bidang kesehatan dipenuhi oleh negara. Warga tidak lagi dipusingkan soal kesehatannya. Semua kebutuhan kesehatan, dijamin negara.
Dalam sistem ekonomi, negara menerapkan sistem ekonomi Islam yang berstandar pada ketentuan Allah SWT. Kesejahteraan adalah hak setiap warga negara. Kebutuhan sehari-hari terpenuhi dengan kesadaran warganya. Dengan demikian masyarakat tidak lagi disibukkan sekedar urusan perut, namun lebih kepada taqarub ilallah, sehingga kejahatan bisa diminimalisir.
Negara juga melindungi harta, kehormatan dan nyawa setiap warga negara. Dalam urusan kejahatan yang menyangkut ketiga hal ini, negara menindak tegas bagi pelaku kejahatan. Baik yang bersifat kriminal seperti pencurian, pembunuhan; atau pelanggaran terhadap pergaulan dalam sistem Islam, seperti zina.
Efek jera akan diterapkan sesuai hukum dari Allah SWT. Dan tentunya, hukuman yang dilaksanakan di dunia bisa sebagai penghapus dosa kelak di akhirat. Waallahu alam bissawab. [LM/ry].