Buzzer Berulah Demi Pencitraan

LenSa Media News– Rakyat Indonesia tak lagi bisa menutup mata dengan berbagai berita yang kian meresahkan. Polemik, kontroversi, kecurangan, manipulasi, disuguhkan secara vulgar oleh para penguasa serta melukai nurani rakyat.

 

Wajar jika rakyat merasa putus harapan akan terjadinya perubahan menuju masa keemasan 2025 yang diusung negeri ini. Rakyat yang kritis tak mampu menafikan bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Tak ayal, banyak yang bereaksi dengan segala keburukan yang dengan sadar dipertontonkan oleh para penguasa.

 

Namun anehnya masih banyak pihak yang berupaya sekuat tenaga menangkal berita buruk tersebut dengan membuat kampanye tandingan yang bertajuk “Indonesia baik-baik saja” yang menyusul kampanye Peringatan Darurat yang diluncurkan oleh masyarakat sebagai bentuk kemarahan terhadap pemerintah dan mendesak DPR RI membatalkan RUU Pilkada serta mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) no 60/PUU-XXII/2024.

 

Kampanye Indonesia baik-baik saja diduga diposting oleh Buzzer pemerintah di platform media sosial X dan dibayar puluhan juta rupiah. Senada dengan itu, panglima adat Manguni Makasiaow, Andy Rompas juga mengungkapkan bahwa Indonesia baik-baik saja (Kompas.com).

 

Tagar “Indonesia baik-baik saja” dianggap rakyat hanya sebuah pencitraan pemerintah untuk menutupi bobroknya kondisi negeri ini. Berbagai kriminalitas serta beban berat yang ditanggung rakyat berbanding terbalik dengan perilaku para elit politik yang terus menerus berbagi kekuasaan.

 

Mereka bekerja menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginan para oligarki dan para kroninya. RUU Pilkada yang mereka buat hanya berpihak pada kepentingan segelintir orang. Membuktikan negara ini tidak peduli dan tidak mampu mengurus rakyatnya.

 

Rakyat yang kritis dan politis sejatinya dapat membantu negara dalam menjalankan kekuasaan dengan baik sebagaimana yang dicontohkan dalam sistem Khilafah Islam.

 

Dimana atmosfir kehidupan masyarakat dalam negara ditopang oleh tiga pilar. Pertama, ketakwaan tiap individu rakyat. Kedua, pengawasan kritis atau muhasabah rakyat terhadap penguasa. Ketiga, negara yang menjalankan kekuasaan dengan amanah dan menegakkan sanksi tegas terhadap setiap pelanggaran syariat.

 

Seorang khalifah (penguasa) dalam sistem Islam tidak akan melakukan pencitraan dalam menjalankan tugasnya, karena ia sadar amanah kekuasaan yang diembannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Fatimah Nafis.[LM/EH/ry].

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis