Merdeka oh Merdeka! Apakah Kita Sudah Merdeka?

Oleh. Yana Sofia

Pegiat Literasi Aceh

 

LenSaMediaNews.com__Indonesia raya

Merdeka, merdeka

Tanahku, neg’riku yang kucinta

Indonesia raya

Merdeka, merdeka

Hiduplah Indonesia raya …

 

Pada hari kemerdekaan, 17 Agustus 2024, seluruh Indonesia bernyanyi “Indonesia Raya”. Kata-kata merdeka terdengar nyaring disenandungkan oleh tim kor paduan suara mengiringi naiknya sang saka. Euforia kemerdekaan menyentuh relung hati, haru biru, penuh rindu akan kejayaan di bumi pertiwi.

 

Dan pertama dalam sejarah, HUT RI ke-79 pun dirayakan di IKN (Ibu Kota Nusantara). Penajam Paser Utara, menjadi penuh oleh 1.400 tamu undangan dari kalangan menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju, tokoh agama dan budaya, juga pekerja konstruksi. Total anggaran sebesar Rp87 miliar pun siap digelontorkan (tempo.co, 17-08-2024).

 

Masalahnya, apakah kita benar-benar sudah merdeka? Faktanya, setiap tahun merayakan hari kemerdekaan, negara tetap dalam kondisi sakit parah. Birokrasi bermasalah, koruptor merajalela, krisis pangan, pengangguran, kemiskinan, hingga yang mati karena kelaparan pun ada.

 

Di tengah kondisi yang carut-marut ini, degradasi moral yang menimpa remaja pun cukup mengkhawatirkan. Prostitusi merajalela, kasus narkoba meningkat, pergaulan bebas, zina, aborsi, hingga yang menderita penyakit kelamin karena aktivitas seks menyimpang. Inilah potret generasi yang katanya sedang merdeka.

 

Kondisi ini membuat kita bertanya-tanya, pantaskan kita menyandang status sebagai bangsa merdeka? Apakah seremonial Hari Kemerdekaan di IKN yang menghabiskan dana Rp87 miliar itu, benar-benar mewakili harapan rakyat yang melarat dan tengah ditimbun oleh utang sebesar Rp8.353,02 triliun? Duhai, bagaimana ini disebut merdeka di saat ruhani dan jasadi terjajah di segala sisinya?

 

Merdeka berasal dari bahasa Sanskerta: महर्द्धिक (maharddhika) yang berarti kaya, sejahtera dan kuat. Yakni, bebas dari segala belenggu (kekangan), aturan, dan kekuasaan dari pihak tertentu. Menurut KBBI V, merdeka adalah bebas dari penjajahan. Lalu, bagaimana kita bisa merdeka jika keuangan negara masih berdaulat pada IMF, SDA dijajah asing. Sementara, sistem politik dan sosial disetir kaum kapitalis dan imperialis?

 

Sayang sekali, rakyat dipaksa meneriakkan kata “merdeka” sementara raga dan batinnya jauh dari kemerdekaan yang hakiki. Sepanjang perayaan hari kemerdekaan sejak 17 Agustus 1945 hingga sekarang, alih-alih bahagia rakyat justru menderita hidup dalam krisis multidimensi, bertubi-tubi, tanpa solusi.

 

Inilah imbasnya, berhukum dengan paham sekularisme buatan Barat yang lahir dari keterbatasan akal manusia. Sistem rusak sekularisme telah menelurkan ide-ide liberalisme dan neo-imperialisme yang sangat merugikan umat, khususnya kejahatan karena merampok SDA dan memanipulasi kebijakan negara lewat instrumen utang luar negeri.

 

Walhasil, kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para pahlawan dan mujahid bangsa telah ternodai oleh penjajahan gaya baru. Yakni, penjajahan nonfisik berupa penjajahan atas akidah, politik, ekonomi, sosial, dan pemerintahan. Pihak yang paling dirugikan adalah rakyat. Dan negara kehilangan perannya menjadi bangsa yang berdaulat.

 

Dalam Islam, merdeka atau al-hurriyyah bermakna terbebas dari menghamba pada sesuatu selain Allah SWT. Orang yang merdeka disebut muharrim, adalah dia yang tidak diperbudak oleh apapun, termasuk penjajah asing. Artinya, jika sebuah bangsa telah merdeka, maka bisa dikatakan dia terbebas dari ketergantungan terhadap bangsa asing, memiliki kedaulatan atas ekonomi, SDA, dan dalam menentukan sumber keuangan negara (sistem APBN tanpa utang luar negeri) sehingga setiap kebijakan negara bebas dari campur tangan asing.

 

Demikianlah, makna dari kemerdekaan hakiki menurut Islam. Bangsa merdeka adalah bangsa yang mampu berdiri dengan landasan tauhid. Tidak menyekutukan Allah dan Rasul-Nya, apalagi bersekutu dengan taghut dan mengadopsi aturan Barat, yang bersifat menjajah dan mengekang kedaulatan umat untuk menikmati kekayaan alam dan berbagai kenikmatan yang Allah limpahkan, baik di laut maupun di bumi. Akibat penerapan ide sekuler dan liberalismelah kekayaan kita bebas dicuri, sehingga umat mengalami kerugian yang besar dan jatuh dalam lubang kemiskinan.

 

Allah mengutus Rasulullah SAW ke muka bumi sejatinya untuk memerdekakan manusia. Dari penghambaan kepada makhluk menuju penghambaan kepada Rabb, yakni Tuhan semesta alam. Islam mampu mengangkat manusia dari kegelapan dan penderitaan menuju cahaya Islam dan kehidupan penuh rahmat. Tentunya dengan menaati segala yang Allah syariatkan.

 

Sebagaimana firman Allah dalam surah Ibrahim ayat 1 dan surah Al-A’raf ayat 96:

“(Inilah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang-benderang dengan izin Tuhan mereka.”

 

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka menyebabkan perbuatannya.” [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis