Minyakita, Betulkah Milik Kita?
Oleh : Ummu Rifazi, M.Si
LenSa Media News–Kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng lisensi merek dari pemerintah ‘Minyakita’ naik dari Rp 14.000 menjadi 15.700 per liter. Kenaikannya secara resmi diumumkan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) Jumat 19 Juli 2024 dalam Surat Ederan nomor 03 tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat (liputan6.com, 20/07/2024).
Berdasarkan penuturan Mendag Zulhas, pertimbangan kenaikan HET Minyakita salah satunya menyesuaikan dengan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS (cnnindonesia.com, 20/07/2024).
Campur Tangan Swasta Memperbesar Biaya Operasional
Menanggapi kenaikan HET Minyakita, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa seharusnya pemberian subsidi adalah untuk meringankan rakyat. Sehingga jika kenaikan harga tersebut justru memberatkan rakyat, artinya kebijakan subsidi tersebut tidak efektif. Oleh karenanya dia meminta pemerintah mengetatkan pengawasan terhadap distribusi minyak goreng bersubsidi tersebut (dpr.go.id, 20/07/2024).
Pertimbangan kenaikan HET minyak goreng bersubsidi ini oun dinilai tidak tepat oleh para pengamat kebijakan publik. Secara senada mereka menyampaikan hasil analisanya bahwa pada kenyataannya produksi crude palm oil (CPO) dalam negeri melimpah dan tidak tepat jika dikaitkan dengan harga internasional dan nilai tukar rupiah.
Minyak goreng adalah kebutuhan pokok yang harus dikelola negara agar harganya tidak naik. Kenaikan harga akan menggerus daya beli masyarakat yang saat ini sudah rendah. Pengelolaan distribusi oleh swastalah yang mengakibatkan kenaikan harga tersebut. Sehingga mereka meminta agar pemerintah memastikan jalur distribusinya tidak rumit sehingga tidak memperbesar biaya operasional dan pengiriman (bisnis.tempo.co, 21/07/2024).
Fakta di lapangan menunjukkan dominasi peran swasta dalam distribusi Minyakita membuat harga minyak goreng subidi ini semakin mahal. Jalurnya adalah dari produsen lalu disebarkan melalui distributor, kemudian diedarkan melalui agen-agen di wilayah lalu berlanjut ke reseller hingga pembeli di ujung rantai distribusi yaitu konsumen (masyarakat).
Di setiap level pedagang ada target keuntungan pendapatan yang ingin diraih. Berdasarkan analisa tersebut maka Direktur Eksekutif Gabungan Minyak Nabati (GIMNI) Sahat Sinaga menyarankan agar pemerintah mengelola penyaluran Minyakita secara mandiri dan tidak melibatkan swasta untuk memotong mata rantai spekulan agar harga minyak goreng subsidi ini terjaga stabil (ekonomi.bisnis.com,14/05/2024).
Jelaslah sudah bahwa kenaikan HET Minyakita ini adalah akibat campur tangan swasta. Adanya keterlibatan swasta dan perorangan (pemilik modal) merupakan suatu keniscayaan dalam penerapan Sistem Ekonomi Kapitalis Liberalis.
Pihak swasta maupun para pemilik modal sama sekali tidak mau kehilangan keuntungan sedikitpun. Sehingga mereka mengalihkan biaya distribusinya pada kenaikan harga jual alias menjadikan konsumen (rakyat) yang menanggung biaya operasional tersebut.
Kedaulatan Negara Islam Mengurus Rakyatnya
Dalam Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal, negara tidak memiliki kedaulatan atas rakyatnya, dan melepaskan diri dari kewajiban-kewajiban terhadap rakyatnya. Negara hanya akan berperan pada aspek pengaturan (regulasi), pengawasan (monitoring) dan penegakan hukum (law enforcement). Peran swasta dan pemilik modal akan mendominasi berbagai pengurusan negara.
Kondisi ini membahayakan karena baik individu maupun perusahaan kapitalis akan menguasai dan mengendalikan negeri-negeri kaum muslimin, baik di bidang ekonomi maupun politik.
Allah melarang kondisi ini terjadi sebagaimana firmanNya dalam QS An Nisa ayat 41 bahwa Allah sekali-sekali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin (Abu Fuad. 2022. Penjelasan Kitab Al Amwal Fi Daulah Al Khilafah).
Sebaliknya hal yang membahayakan tersebut tidak akan terjadi jika negara menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam pengurusan rakyatnya (riayah suunil ummah).
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw. dalam hadis yang diriwayatkan Imam al Bukhari dan Ahmad bahwa Imam, (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.
Islam mewajibkan negara untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya melalui berbagai mekanisme sesuai syariat. Islam melarang privatisasi dan swastaninasi dalam pengelolaan urusan negara.
Negara yang menerapkan sistem ekonomi Islam akan melakukan pengelolaan sawit mulai dari produksi hingga distribusinya dengan memperhatikan aspek kelestarian alam dan pemenuhan kebutuhan asasi (pokok) seluruh rakyat.
Negara juga akan mengelola semua urusan rakyat secara mandiri dan berdaulat tanpa campur tangan swasta dan perorangan. Hal ini akan dilakukan karena negara sama sekali tidak mencari keuntungan dari rakyatnya. Maasyaa Allah. Allahummanshuril bil Islam. wallahu alam bisshowwab. [LM/ry].