LenSa Media News–Tak habis pikir dengan kelakuan lima orang remaja putri, yang memparodikan kejadian genosida yang menimpa saudara-saudara seiman kita di Palestina.

 

Mereka merekam serta menyebarkan video yang berlokasi di salah satu restoran cepat saji yang masuk pada list pemboikotan dari MUI, karena jelas-jelas terafiliasi dengan perusahaan Yahudi. Tentu aksi ini menuai kecaman dari banyak kalangan. Termasuk oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta, yang langsung memanggil kelima oknum ini. Tak lama, beredar vidio permintaan maaf dari mereka.

 

Namun, tak cukup minta maaf. Apa yang dilakukan mereka terlalu menyakitkan. Bisa-bisanya penderitaan atas genosida manusia di Rafah, Gaza, Palestina, jadi candaan dengan menyebut “ini tulang, daging dan darah rakyat Palestina” di iringi gelak tawa. Sudah tergeruskah fitrah mereka sebagai manusia? Siapa yang mengajari mereka atau memberi contoh sehingga mereka bisa mempertontonkan kebahagiaan di atas korban kebiadaban?

 

 

Tentu menjadi tamparan keras bagi kita, kejadian ini menunjukan keterwakilan mental para remaja sedang tidak baik-baik saja (di luar bahasan terkait agama yang dianutnya). Namun, inilah hasil dari penerapan sistem pendidikan yang memisahkan agama dari kehidupan. Di sisi lain, malah mengedepankan kebebasan. Terlebih nanti, saat kurikulum merdeka diterapkan sepenuhnya. Tak terbayang, bila tak segera dihentikan.

 

Maka, harus ada usaha yang sistematis, masif dan terstruktur untuk membenahi keadaan ini. Peran seluruh orang tua, masyarakat dan negara dalam memberikan pondasi keimanan berupa akidah yang benar.

 

Sehingga, anak-anak senantiasa akan menyaring terlebih dahulu tindakan sebelum menentukan pilihan untuk melakukan atau meninggalkan. Memiliki kepekaan terhadap yang lain. Tidak egois dan seenaknya. Memahami, bahwa semua tindakan ada konsekuensinya. Tidak hanya di dunia, tapi sampai sesudah dunia.

 

Mungkin sekarang, saat hukum yang diberlakukan adalah hukum warisan kolonial, alasan masih di bawah umur menjadikan mereka (para pelaku di atas), tidak bisa di proses ke ranah hukum. Syukurnya, masih ada sanksi sosial yang menghadang. Walau tak menghapus kekecewaan dan rasa geram umat Islam.

 

Terlebih, kita vokal menyuarakan solusi fundamental atas genosida di Palestina dan penindasan di negeri-negeri muslim yang lainnya, dengan persatuan umat dan penerapan syariat. Harapan, kejadian serupa tak terulang. Semoga sistem Islam segera bisa ditegakkan. Amin. Sri Ratna Puri,Pemerhati Sosial. [LM/EH/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis