Tidak Perlu Heran UKT Naik

Oleh: Perwita Lesmana

 

LenSaMediaNews.com__Ramai aksi penolakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) terjadi di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN). PTN yang digadang-gadang sebagai tempat kuliah dengan biaya terjangkau, ternyata malah menaikkan UKT cukup signifikan tahun ini. Hal ini berdampak dengan banyaknya calon mahasiswa mengundurkan diri padahal sudah lulus jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP).

 

Salah satunya adalah Siti Aisyah, memilih mundur dari Universitas Riau (Unri). Pada hari Kamis 23 Mei 2024 pihak kampus sebenarnya merespon dengan melakukan verifikasi ulang terhadap kondisi ekonomi keluarganya. Unri kemudian merevisi atau menurunkan UKT Siti, dari Rp4,8 juta per semester (UKT 5) menjadi Rp1 juta (UKT 2). (Kompas.com 24-5-2024).

 

Penyebab

Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) merupakan sebuah keniscayaan di negeri ini. Bukan perkara mengherankan, jika semakin hari biaya pendidikan semakin mencekik. Hal ini sudah dimulai puluhan tahun lalu namun sangat terasa di tahun-tahun ini.

 

Pada tahun 2000, Pemerintah mengubah beberapa perguruan tinggi negeri menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Akibatnya perguruan tinggi memiliki status otonomi penuh dalam mengelola anggaran rumah tangga dan keuangan. Sempat dibatalkan oleh MK pada tahun 2009 namun kembali muncul di UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. PTN BHMN berubah statusnya menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH).

 

Dengan adanya perubahan ini, artinya pihak perguruan tinggi bebas mengelola urusan internalnya termasuk sumber pendanaan. Sebagaimana termaktub dalam undang-undang dasar, negara berkewajiban menanggung kebutuhan pendidikan. Faktanya negara yang seharusnya menjamin layanan pendidikan secara gratis hanya mengambil peran sangat kecil. Sehingga tidak mengherankan jika akhirnya terjadi komersialisasi pendidikan. Perguruan tinggi menjadikan UKT sebagai sumber terbesar untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya. Dan lagi-lagi yang menjadi korban adalah rakyat.

 

Pendidikan Dalam Islam

Setiap Muslim wajib mencari ilmu dan pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkannya. Sehingga pendidikan merupakan hak rakyat dan negara wajib memenuhinya. Sebagaimana hadis yang berbunyi:

“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.“ (HR. Bukhari)

 

Islam menetapkan pendidikan sebagai kebutuhan primer, bukan kebutuhan tersier apalagi sampai jadi hal komersial. Semua lapisan masyarakat memiliki hak mendapatkannnya, baik pria dan wanita, kaya ataupun miskin, muslin ataupun non muslim.

 

Negara yang menjadikan Islam sebagai dasar negaranya wajib menyediakan fasilitas yang menunjang terselenggaranya pendidikan. Tidak hanya bangunan fisik seperti ruang kelas, laboratorium, perpustakaan tapi juga tenaga pengajar yang memiliki keahlian di bidangnya. Lantas darimana negara mendapat dana pendidikan jika semua digratiskan? Negara memiliki Baitul Maal yang sumbernya dari pos kepemilikan umum, fa’i dan kharaj.

 

Selain itu Islam memiliki tujuan politik di bidang pendidikan yaitu memelihara akal manusia sebagaimana tertera pada surat Az-zumar ayat 9: “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui (hak-hak Allah) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (hak-hak Allah)?’ Sesungguhnya hanya ulul albab (orang yang berakal sehat) yang dapat menerima pelajaran.” 

 

Dengan ilmu, manusia akan memikirkan tentang hidupnya, hal yang dilarang atau diperbolehkan syariat, melakukan ijtihad dan berbagai perkara kebaikan lainnya.

Khatimah

Semua pemaparan ini hanya bisa dirasakan ketika negara menerapkan Islam secara keseluruhan. Karena jika hanya mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain. Maka tidak menutup kemungkinan, biaya pendidikan akan terus meningkat. Seperti halnya yang terjadi saat ini. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis