Mencari Solusi Penanganan DBD yang Komprehensif

Oleh: Nur Illah K.H

(Guru di Bandung)

 

Lensa Media News – Demam Berdarah Dengue (DBD) memang bukan penyakit yang baru muncul. Akan tetapi kewaspadan kita terhadap penularan virus dengue penyebab penyakit demam berdarah yang dibawa melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti perlu ditingkatkan.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Mohammad Adib Khumaidi mengatakan, “saat ini tengah terjadi tingkat kelembapan udara tinggi. Hal ini mempercepat perkembangan vector penyakit demam berdarah dengue (DBD) yakni nyamuk Aedes aegypty. Dimana musim pancaroba ini menjadi musim yang sangat diinginkan oleh nyamuk dengue yang berpotensi untuk peningkatan kasus DBD”.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi juga mengatakan, “ Pemanasan global termasuk El Nino yang akhir-akhir ini melanda Indonesia menjadi faktor yang memicu kasus dengue ini di tengah masyarakat. (LIPUTAN6.com 3/5/2024).

 

Lebih Tinggi

Berdasarkan data Kemenkes per 18 Maret 2024, jumlah kasus DBD hingga pekan ke-11 2024 telah mencapai 35.556 kasus dengan angka kematian sebanyak 290 jiwa. Jumlah ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan 2023 pada periode yang sama. Pada 2023, kasus DBD pada pekan ke-11 mencapai 15.886 kasus dengan 118 angka kematian.

Meningkatnya jumlah kasus yang terkena DBD hingga kasus kematian dari tahun sebelumnya menunjukkan tindakan preventif dan kuratif yang dilakukan pemerintah belum optimal.

Mengingat Indonesia adalah wilayah tropis dan subtropis, seharusnya pemerintah lebih serius mencegah kenaikan kasus DBD di seluruh wilayah Indonesia. Karena kasus DBD terjadi berulang dengan kenaikan yang berdeda-beda setiap tahunnya.

Pencegahan penyebaran DBD yang dilakukan pemerintah masih sebatas pada pengendalian vector (agen virus) yang melibatkan masyarakat dalam pelaksanaanya. Seperti Gerakan nasional dari larvasida, foging fokus 3M plus (menguras, menutup, mengubur/ mendaur ulang barang bekas dan vaksinasi).

Riset inovasi juga dilakukan dalam mencegah dengue merajalela, seperti teknologi nyamuk Wolbachia dengan hasil yang menunjukan penurunan 77% kejadian dengue di daerah intervensi (daerah uji coba Wolbachia).

Namun, beragam upaya tersebut belum mampu mengendalikan angka DBD yang terus bertambah dari masa ke masa.

Masalah lainnya, dalam sistem kapitalisme sebagaimana yang diadopsi negeri ini, kesehatan menjadi sektor jasa yang dibisniskan. Sebagai contoh, vaksin DBD sudah tersedia tetapi untuk mendapatkannya tidaklah gratis.

Jika masyarakat ingin mendapatkan vaksin DBD harus merogoh uang dengan harga yang tinggi per dosisnya. Pemerintah belum bisa memberikan vaksin ini secara gratis dengan alasan kapasitas produksi vaksin DBD dalam negeri yang masih sangat terbatas.

Ini terjadi karena sistem kapitalisme tidak menjamin kebutuhan dasar rakyat, termasuk kesehatan. Hal ini berimbas pada persoalan kesehatan, semisal kemiskinan yang berkelindan dengan sanitasi lingkungan tidak sehat, dan layanan kesehatan berbayar dan mahal.

 

Islam Memberikan Solusi

Ini berbeda dengan sistem Islam dalam menangani kesehatan. Dalam Islam penyelenggara sistem kesehatan adalah negara sebagai penjamin kebutuhan dasar masyarakat.

Islam memiliki mekanisme preventive dan kuratif dalam mengatasi suatu wabah atau penyakit yang tersebar di tengah masyarakat.

Dalam mekanisme preventif, Islam mendorong masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dan bersih, dengan cara;

Pertama, negara bertanggung jawab penuh dalam mewujudkan jaminan kesehatan setiap individu rakyat. Kedua, negara mengedukasi masyarakat perihal pencegahan penyakit dan pola hidup bersih yang sangat dianjurkan dalam Islam secara berkala dan berkesinambungan. Ketiga, membiayai riset dan teknologi mutakhir untuk mencegah DBD dan penyakit lainnya.

Para ilmuwan akan terdorong melakukan riset semata-mata untuk kemaslahatan rakyat bukan ladang bisnis. Negara memberikan kompensasi yang layak dan penghargaan yang tinggi kepada mereka yang berjasa mengembangkan teknologi atau hasil riset yang dapat menjadi solusi atas penyakit tertentu.

Dalam mekanisme kuratif, negara dapat melakukan berbagai kebijakan. Pertama, memastikan kesiapan fasilitas kesehatan di seluruh wilayah, termasuk tenaga kesehatan yang kompeten. Kedua, memastikan tidak ada pungutan apa pun bagi rakyat yang ingin mendapatkan layanan kesehatan. Ketiga, melakukan berbagai upaya pemberantasan sarang nyamuk bersama rakyat secara berkelanjutan.

Oleh karena itu, penanganan kesehatan dalam sistem Islam akan menciptakan masyarakat yang sehat dan unggul. Wabah penyakit dapat diatasi, kesehatan masyarakat terjamin sepenuhnya oleh negara.

Namun semua ini hanya bisa terwujud dalam sistem pemerintahan yang menerapkan Islam secara kaffah.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis