Live Bullying, Kejahatan Makin Meresahkan
Live Bullying, Kejahatan Makin Meresahkan
Oleh : Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
LenSaMediaNews.com – Perundungan alias bullying makin santer terjadi. Bahkan belum lama terjadi kasus bullying yang dilakukan secara live di salah satu platform media sosial.
Nilai Rusak ala Sekularisme
Konten rusak makin membludak. Salah satunya konten perundungan yang viral di TikTok beberapa waktu lalu. Dalam video diperlihatkan tindakan kekerasan yang menimpa anak di bawah umur. Pelaku perundungan memukul korban menggunakan botol kaca hingga terluka (kompas.com, 28/4/2024). Pelaku pun mengaku bahwa memiliki “om” (paman) seorang Jenderal. Pelaku mengaku tidak masalah jika harus dipenjara karena melakukan perundungan.
Menurut laporan yang diterima dari Polrestabes setempat, perundungan terjadi karena pergaulan “genk” antar remaja yang menyulut emosi dan perilaku kasar diantara mereka.
Bullying dilakukan secara terbuka bahkan secara live di media sosial, menggambarkan kejahatan yang tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Bahkan banyak sikap yang mewajarkan atau parahnya lagi malah dianggap gentle atau keren. Inilah nilai-nilai yang melenceng yang diadopsi saat ini. Standar keburukan menjadi sesuatu yang tidak jelas. Tentu saja hal tersebut menunjukkan adanya ketidakberesan dalam proses berpikir hingga berujung pada pola sikap yang di luar batas benar. Sikap ini menunjukkan adanya kesalahan dalam memandang keburukan, dan mengindikasikan adanya gangguan mental.
Di sisi lain, bullying hari ini makin parah dengan jumlah kasus yang membludak. Oleh karena negara menganggap kejadian bullying hanya masalah remaja yang dianggap ringan. Serta menyerahkan segala masalah tersebut pada orang tua dan lembaga pendidikan. Meskipun ada beberapa regulasi yang diatur negara terkait masalah kejahatan paa anak, tapi regulasi yang ada tidak dilengkapi dengan sistem sanksi yang mampu tegas dan melahirkan efek jera. Justru yang ada, hukum begitu fleksibel pada remaja pelaku kekerasan, karena masih dianggap sebagai anak-anak yang belum bisa dikenai hukuman. Tentu saja, konsep ini tidak mampu dibenarkan untuk kasus perundungan. Semestinya negara mampu adil menghukumi setiap kasus agar mampu meredakan atau bahkan menihilkan kasus perundungan yang kini marak terjadi.
Bullying merupakan buah buruk penerapan sistem yang rusak. Salah satunya adalah rusaknya sistem pendidikan. Di samping itu juga karena lemahnya tiga pilar penegak aturan yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat, institusi negara yang menerapkan aturan, bebasnya akses media sosial serta lemahnya sistem sanksi. Semua kerusakan ini berpadu membentuk generasi yang tidak beradab dan tidak bermoral. Sehingga tidak mampu membedakan konsep perbuatan halal haram atau benar salah berdasarkan standar yang sahih, yakni aturan agama.
Inilah refleksi diterapkannya sistem sekularisme yang kian liberal. Bebas tanpa batasan. Akhirnya generasi pun mengalami kerusakan sistematis yang terus menggerogoti pergaulan dan kehidupan. Sistem rusak ini meniadakan konsep agama dalam pola pikir dan pola sikap. Wajar saja, saat generasi makin bebas dan liar dalam berinteraksi dengan sesamanya. Emosi dan pendeknya akal menjadi hal lumrah yang diadopsi. Eksistensi pun menjadi panduan yang dijadikan sandaran. Demi gaya hidup, para generasi rela menanggalkan aturan baku yang benar.
Tata Pengaturan dalam Islam
Islam menjadikan kemaksiatan sebagai kejahatan, yang harus sesegera mungkin dikendalikan. Penetapan dan hukuman serta ketegasan sanksi wajib ditetapkan negara dalam rangka pengurusan dan pengaturan urusan umat. Oleh karena negara adalah institusi yang tugas utamanya sebagai penjaga dan pelayan urusan seluruh rakyat.
Sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda,
“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).
Sistem Islam memiliki mekanisme yang khas dalam membina generasi. Salah satunya terkait pondasi dalam menetapkan sistem pendidikan. Islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan modal utama dalam melakukan segala hal. Sehingga pondasinya harus kuat dan mampu menjamin terlahir-nya generasi gemilang.
Dalam sistem Islam, pondasi utama sistem pendidikan adalah akidah Islam yang jelas membedakan konsep benar salah dan halal haram atas dasar hukum syara’. Dengan role model pendidikan demikian akan tercipta syakhsiyyah Islamiyyah, kepribadian Islam yang senantiasa menuntun pemikiran setiap individu pada batas nilai yang benar. Sehingga akan terbentuk pola pikir dan pola sikap yang benar. Proses edukasi demikian akan diprogram terus-menerus secara konsisten oleh negara.
Sementara itu, negara pun memiliki kejelasan sistem hukum yang menindak setiap perbuatan yang melanggar hukum syara’. Sistem sanksi yang tegas akan memutuskan mata rantai setiap jenis kejahatan, termasuk perundungan.
Demikianlah sistem Islam mengatur kehidupan. Pengaturannya melahirkan penjagaan dan menjaga kemuliaan seluruh umat.
Wallahu’alam bisshowwab.