UKT Naik, Wujud Nyata Komersialisasi Pendidikan
Oleh : Hanif Eka Meiana
Lensa Media News–Ratusan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto melakukan unjuk rasa penolakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Gedung Rektorat. Menteri Aksi dan Propaganda Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsoed, Muhammad Hafidz Baihaqi, mengatakan, unjuk rasa dilakukan karena UKT mahasiswa baru 2024 mengalami kenaikan berkali-kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya (tempo.co, 29/04/2024)
Salah satu program studi diketahui mengalami kenaikan UKT tertinggi sebesar Rp52 juta yang sebelumnya hanya sebesar Rp9 juta. Kenaikan juga berlaku di program studi lainnya. Kenaikan ini terjadi karena rektor menerbitkan peraturan baru soal UKT. Peraturan itu yakni Peraturan Rektor Nomor Nomor 6 Tahun 2024 yang telah ditetapkan pada 4 April 2024. Walaupun akhirnya keputusan ini dicabut pada tanggal 29 April 2024 dan akan diputuskan ketentuan baru.
Kenaikan UKT ini dianggap memberatkan bagi sebagian besar mahasiswa, bahkan ada beberapa mahasiswa yang akhirnya memilih undur diri dari kampus karena tidak sanggup menanggung biaya kuliah. Lalu apa penyebab yang menjadikan UKT ini seringkali naik setiap tahunnya?
Saat ini kita tengah hidup dalam sistem yang tidak menjamin pemenuhan kebutuhan dasar hidup secara penuh. Akibatnya pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan maupun kesehatan harus ditanggung sendiri oleh masyarakat. Jikapun ada jaminan maka itu hanya diperuntukkan bagi mereka yang terkategori miskin serta memenuhi syarat-syarat administrasi yang telah ditentukan. Maka kita dapati hanya pendidikan dasar dan menengah saja yang menjadi kewajiban bagi negara, sedang perguruan tinggi bukanlah menjadi sebuah keharusan.
Sistem ini menjadikan sekulerisme (pemisahan antara agama dengan kehidupan) sebagai asas dalam kehidupan bermasyarakat. Maka wajar jika pengaturan kehidupan manusia diserahkan kepada manusia itu sendiri, termasuk dalam hal membuat hukum. Berkaitan dengan pendidikan, dalam sistem sekuler dipandang sebagai jalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dampaknya pendidikan hari ini menjadi hal yang juga dikomersialkan.
Generasi dicetak menjadi orang-orang yang ahli dalam bidang tertentu, fokus pada akademik, materialistis, pragmatis, hedonis, konsumtif dan jauh dari generasi yang berkepribadian mulia. Pendidikan yang berbiaya mahal ini harus diperjuangkan oleh orang tua-orang tua yang mengharapkan masa depan yang baik bagi anaknya sehingga mereka dituntut untuk memberikan kontribusi uang kuliah. Sedang negara tidak terlibat langsung dalam pembentukan generasi calon penerus bangsa.
Walaupun dari sisi pemasukan kampus itu berlebih, baik dari kontribusi masyarakat, sumbangan dari APBN, hasil pemanfaatan sumber daya, investasi pihak swasta, maupun hibah dari dalam negeri ataupun luar negeri, namun semuanya diperuntukkan demi membangun citra kampus yang mewah dan bergengsi.
Kampus dalam sistem sekuler menjadi ajang persaingan untuk memperebutkan citra sebagai kampus yang unggul. Sehingga wajar bila ada kampus yang unggul identik dengan berbiaya mahal. Hal ini dalam rangka memperoleh fasilitas terbaik dan mendapatkan gelar dari kampus terbaik pula. Banyak yang akhirnya rela membayar lebih agar dapat lulus dari kampus unggulan sehingga nantinya akan mudah mendapatkan pekerjaan.
Sangat jauh berbeda dengan paradigma pendidikan di dalam Islam. Pendidikan didalam Islam bertujuan untuk membentuk generasi yang memiliki kepribadian mulia, menjadi manusia yang bertakwa dan bermanfaat bagi alam semesta. Islam juga mengajarkan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim hingga akhir hayatnya.
Masalah pendidikan ini menjadi hal yang krusial diperjuangkan dalam sistem Islam. Negara berperan penuh menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat termasuk juga pendidikan. Diketahui sepanjang sejarah peradaban Islam, biaya pendidikan digratiskan. Tak memandang apakah dia muslim atau bukan, kaya ataupun miskin. Semua memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu. Orientasi para pendidik dan pelajar pun bukanlah materi yang bersifat keduniawian, melainkan menggapai rida Allah swt.
Kampus Islam kala itu dibangun dengan megah, memiliki fasilitas yang memadai, hingga terdapat penginapan maupun rumah sakit yang dikhususkan bagi mereka yang sedang menuntut ilmu. Orang-orang kaya juga berlomba-lomba dengan negara untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang gratis dan terbaik untuk umat. Hasilnya, banyak bermunculan ilmuwan-ilmuwan muslim yang hebat dan memberikan karya yang sangat berguna bagi umat dan peradaban setelahnya.
Demikianlah gambaran pendidikan masa Islam. Pendidikan sejatinya tidak untuk dikomersialkan melainkan bagaimana mewujudkan individu-individu yang bertakwa, yang mampu membawa pada peradaban gemilang dan mampu membawa umat pada kemuliaan. Maka hal ini harus diperjuangkan dengan memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat bahwa hanya dengan Islam mereka akan dimuliakan. Wallahualam bissawab. [LM/ry].