MOU Kemenag-Unicef, Benarkah Solusi Perlindungan Hak Anak?
Oleh : apt. Yuchyil Firdausi., S.Farm
Lensa Media News–Dilansir dari situs kemenag.go.id, Kementerian Agama (Kemenag) dan UNICEF tengah menjalin kerja sama untuk memperkuat pelindungan hak anak di Indonesia. Sinergi ini ditandai dengan penandatangan MoU oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kamaruddin Amin dan Kepala Perwakilan UNICEF untuk Indonesia Maniza Zaman (kemenag.go.id, 28/03/2024).
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI Kamaruddin Amin mengatakan MoU tersebut mencakup tiga aspek penting, yaitu advokasi, pengembangan kapasitas, dan berbagi sumber daya sebagai langkah konkret untuk meningkatkan kesadaran akan hak-hak anak (antaranews.com, 28/03/2024).
Ia menekankan pentingnya meningkatkan kualitas hidup anak-anak, terutama dalam hal pendidikan, serta akses masjid yang ramah untuk anak.
Saat ini anak-anak Indonesia memang masih belum mendapatkan jaminan kesejahteraan dan pendidikan yang menyeluruh. Bahkan ada banyak persoalan yang dihadapi anak Indonesia, seperti stunting, kekerasan, kemiskinan dan kurangnya akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah ini harus memahami akar masalah penyebabnya.
Adanya MOU antara Kemenag dan Unicef memang patut diapresiasi, sebab MOU ini ditujukan untuk memenuhi hak anak, khususnya kesejahteraan dan pendidikan. Namun, apakah MOU ini adalah solusi yang tepat yang bisa menjawab akar masalah persoalan anak yang kompleks tersebut?
Kemiskinan yang berujung pada stunting dan gizi buruk yang menimpa anak-anak hari ini sejatinya disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme di negeri ini bahkan di dunia. Sistem kapitalisme mendewakan kebebasan termasuk di antaranya adalah kebebasan berekonomi. Hal ini berdampak pada eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang merupakan kepemilikan umum. Alhasil negeri ini dikuasai oleh segelintir orang yang disebut oligarki kapitalis. Sementara itu, rakyat terancam kemiskinan sebab harga kebutuhan pokok terus melonjak naik dan menjadi mahal akibat dari liberalisasi perdagangan.
Anak-anak pun harus merasakan hidup jauh dari kata kesejahteraan. Hal ini memicu terbukanya peluang permasalahan-permasalahan yang lain. Potensi masalah yang muncul di antaranya adalah anak terpaksa bekerja di bawah umur, anak putus sekolah, anak menjadi korban diskriminasi dan kekerasan, dan lain-lain.
Negara pun menjadi miskin karena hanya mengandalkan pajak dan utang luar negeri. Tidak ada dana yang memadai untuk pembiayaan layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Akibatnya anak-anak kehilangan hak-hak nya dalam dua aspek ini, yakni pendidikan dan kesehatan. Kalaupun ada sekolah yang disubsidi oleh pemerintah, maka itu hanya sampai tingkat menengah dengan kualitas yang tidak begitu mumpuni.
Apalagi dalam sistem kapitalisme ini, pendidikan dan kesehatan malah dijadikan sebagai objek komersial. Negara memberi kesempatan kepada para korporasi untuk membuka sekolah-sekolah swasta untuk bersaing dengan sekolah subsidi pemerintah. Yang mana sekolah swasta ini berbiaya mahal dan secara kualitas jauh di atas sekolah negeri.
Begitupula dalam bidang kesehatan, berlaku hal yang sama. Oleh karena itu, MOU ini menjadi tidak relevan dengan persoalan yang dihadapi anak Indonesia hari ini, karena tetap dalam bingkai sistem hari ini, yakni kapitalisme.
Hal ini tentu jauh berbeda dengan sistem Islam. Islam memberikan jaminan akan terwujudnya perlindungan yang hakiki pada anak, baik kesejahteraan, keamanan, hak pendidikan, kesehatan, dan lainnya.
Dari segi ekonomi, islam akan menjamin pendanaan atau pembiayaan sektor pendidikan dan kesehatan akan tercukupi dengan kualitas yang bagus. Tentu saja melalui mekanisme pembagian kepemilikan menjadi 3 yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Melalui pembagian kepemilikan inilah yang akan menghapuskan hegemoni para kapitalis dalam menguasai SDA dan sektor pendidikan dan kesehatan.
Negara yang menerapkan sistem islam hadir sebagai penanggungjawab urusan rakyatnya termasuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan. Negara juga wajib memenuhi kebutuhan pokok masyarakat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan juga keamanan, dengan prinsip kemudahan bagi masyarakatnya seperti harga yang terjangkau, kemudahan bekerja untuk memenuhi kebutuhan, serta kemudahan untuk mengakses kebutuhan tersebut.
Adapun dalam hal pendidikan, kesehatan, dan keamanan, maka negara harus memenuhinya secara gratis tanpa dipungut biaya. Tidak boleh ada komersialisasi dan kapitalisasi. Semua ini mudah dipenuhi oleh negara sebab dengan sistem keuangan, Baitulmal , pemasukan dana negara sangat berlimpah.
Penerapan Islam seperti inilah yang jelas akan memberikan jaminan perlindungan terhadap anak dalam semua aspek kehidupan. Dan inilah sejatinya yang dibutuhkan oleh anak yang merupakan generasi penerus dan pembangun peradaban. Wallahualam bissawab. [LM/ry].