DBD: Problem Musiman, Butuh Penyelesaian Tuntas
Oleh: Yulweri Vovi Safitria
(Freelance Writer)
Lensa Media News – Wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali berulang, bahkan telah mengakibatkan kematian. Di Jawa Barat misalnya, kasus DBD mengalami peningkatan. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Dinas Kesehatan Pemprov Jabar sejak Januari 2024, kasus DBD sudah berada pada angka 11.058 kasus, 96 kasus di antaranya adalah kasus kematian (kumparan.com, 21-3-2024).
Sementara itu, kasus DBD di Jakarta lebih memprihatinkan, yakni 1.729 kasus per (18-3-2024). Jumlah itu naik sebanyak 1.102 kasus dibandingkan 19 Februari 2024. Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati pada Jumat (22-3-2024). Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat mengingat cuaca di Jakarta yang memasuki musim penghujan. Meskipun begitu, Ani menyampaikan bahwa kasus DBD masih terkendali (kompas.com, 23-3-2024).
Persoalan DBD bukanlah hal yang baru di Indonesia. Wabah ini terus saja menghantui masyarakat ketika memasuki musim pancaroba. Ya, DBD memang mudah berkembang di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Untuk itu, perlu solusi tuntas dalam menghadapi persoalan musiman ini.
Problem Musiman
Melihat tren kenaikan DBD dari waktu ke waktu, bahkan terjadi mutasi baru DBD menunjukkan bahwa solusi yang ditempuh pemerintah tidak membuahkan hasil yang signifikan. Selama ini, pencegahan DBD yang dilakukan pemerintah hanya seputar gerakan berantas sarang nyamuk (PSN), penyuluhan, larvasida, fogging, 3M (menguras, menutup, mengubur/mendaur ulang barang bekas, dan vaksinasi), juru pemantau jentik (jumantik), hingga Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1).
Namun, beragam upaya tersebut tidak mampu menurunkan kasus DBD dari waktu ke waktu, termasuk 6 Strategi Nasional Penanggulangan Dengue 2021-2025 yang disusun oleh Kemenkes. Pertama, penguatan manajemen vector yang efektif, aman, dan berkesinambungan. Kedua, peningkatan akses dan mutu tata laksana dengue. Ketiga, penguatan surveilans dengue yang komprehensif serta manajemen KLB yang responsive. Keempat, peningkatan partisipasi masyarakat yang berkesinambungan. Kelima, penguatan komitmen pemerintah, kebijakan, manajemen program dan kemitraan. Keenam, pengembangan kajian, invensi, inovasi dan riset sebagai dasar kebijakan dan manajemen program berbasis bukti
Dari keenam strategi tersebut, Kemenkes menargetkan pada 2024, angka kasus dengue menjadi kurang dari 10 per 100.000 penduduk dan akan menuju 0 kasus kematian pada 2030. Namun, melihat fakta saat ini serta sistem politik yang berasaskan kapitalisme, mungkinkah target tersebut bisa dicapai?
Terkait persoalan DBD, pemerintah pun telah berupaya mengeluarkan vaksin. Namun, dalam sistem kapitalisme, semua sektor bisa dijadikan lahan bisnis, termasuk vaksin. Ya, vaksin yang seharusnya didapatkan masyarakat secara mudah, bahkan cuma-cuma, justru berbiaya mahal, yakni dengan kisaran harga Rp300ribu sampai Rp350ribu untuk sekali suntik.
Kurangnya edukasi pemerintah terhadap masyarakat memungkinkan kasus DBD terus meningkat. Ditambah lagi dengan minimnya akses sebagian masyarakat, terutama rakyat miskin terhadap informasi terkait DBD sehingga mereka tidak tanggap terhadap wabah yang senantiasa mengancam jiwa. Boro-boro mendapatkan akses informasi, pendidikan saja sulit dijangkau sehingga menyebabkan rakyat buta huruf dan buta teknologi.
Semua ini sebagai dampak dari penerapan sistem kapitalisme dalam kehidupan. Kapitalisme telah menciptakan sekat dan jurang antara si kaya dan si miskin. Kesehatan, pendidikan, serta kebutuhan pokok lainnya hanya bisa didapatkan oleh mereka yang memiliki uang. Oleh karena itu, tentulah wajar jika persoalan lingkungan dan berbagai wabah terus mengancam kesehatan.
Sistem Kesehatan Islam
Dalam Islam, pelayanan kesehatan, baik pengadaan maupun pengelolaannya dilakukan oleh negara. Ini karena negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayan terbaik terhadap umat. Melalui sistem Islam, negara akan melakukan solusi yang bersifat preventif dan kuratif.
Negara memiliki tanggung jawab penuh untuk menciptakan lingkungan yang sehat sehingga mampu mencegah berkembangnya beragam penyakit berbahaya dan mematikan. Seluruh pembiayaan kesehatan, mulai dari pengadaan obat-obatan, pelayanan kesehatan, pendidikan SDM kesehatan, serta sarana lainnya seperti vaksin, laboratorium, obat-obatan, merupakan tanggung jawab negara.
Negara juga akan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menerapkan pola hidup sehat sebagaimana tuntunan Islam. Melalui teknologi mutakhir, negara mendorong para ilmuan untuk melakukan riset demi kemaslahatan umat.
Negara juga memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat, seperti sandang, pangan, dan papan. Ketika nutrisi terpenuhi, tentu akan terbentuk tubuh yang sehat dan memiliki imunitas sehingga terhindar dari segala macam penyakit.
Wallahu a’lam.
[LM/nr]