Sungguh miris menyimak isu akan adanya PHK ribuan karyawan PT Krakatau Steel. Kabarnya pengurangan pegawai sudah lakukan sebelum lebaran lalu.

Kondisi ini menambah daftar BUMN dalam 7 tahun terakhir ini yang mengalami kerugian dan diambang kebangkrutan. Diduga akibat beban utang lebih besar daripada kemampuan bayar.

Krakatau steel sebagai BUMN yang memproduksi baja, nampaknya semakin repot menghadapi baja impor yang membanjiri pasar dalam negeri dari produk hulu hingga produk hilir. Sebabnya, harga baja impor lebih murah dari harga baja nasional. Padahal dari sisi kualitas, baja lokal lebih bagus.

Ini tak lepas dari kebijakan pemerintah sendiri yang mempermudah masuknya impor baja. Pemerintah pun mengizinkan negara asing membangun pabrik baja di Kendal yang disinyalir menjadi pabrik terbesar se-Asia Tenggara dan akan mulai dioperasikan tahun 2020 nanti.

Jika Krakatau Steel benar-benar kolaps, apakah artinya Indonesia akan bergantung pada perusahaan asing dan baja impor? Apalagi di tengah gencarnya proyek infrastruktur saat ini, tentu baja sangat dibutuhkan.

Pemerintah tak boleh membiarkan hal itu terjadi. Ketergantungan bisa membuat Indonesia tak mandiri, bahkan kedaulatan pun bisa terancam. Para pekerja yang di PHK akan menambah angka pengangguran. Berujung pada semakin sulitnya hidup rakyat.

Krakatau Steel harus diselamatkan. Bisa, jika pemerintah mau berpihak kepada rakyat, bukan kepada kapitalis modal maupun asing. Pemerintah harus mencampakkan ekonomi neoliberal yang lebih berpihak kepada pemilik modal ketimbang rakyat.

Terlebih, ekonomi neoliberal bertentangan dengan Syariat Islam. Dalam Islam, Baja termasuk barang kepemilikan umum yang wajib dikuasai oleh negara, haram dikuasai swasta apalagi asing. Apalagi baja termasuk industri berat dan strategis. Ketika negara sepenuhnya mengelola maka orientasinya hanya untuk kesejahteraan rakyatnya.

 

Idea Suciati, Jatinangor, Sumedang.

[Lm/Hw/Fa]

Please follow and like us:

Tentang Penulis