Saat Pemimpin Muslim Berdiri di Atas Dua Kaki, Keadilan Semu Semata
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Redaktur Pelaksana Lensa Media News
LenSaMediaNews__Menghadapi kebiadaban Israel dan semakin banyaknya korban di Jalur Gaza yang terdiri dari perempuan dan anak-anak, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, menyerukan akan melakukan segala cara untuk membawa pelanggaran HAM dan kejahatan perang yang dilakukan Israel ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC), menurut Erdogan Netanyahu bukan lagi seseorang yang dapat diajak bicara. Karena itu, Turki telah memutus hubungannya dengan PM Israel itu sebelum Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken berkunjung ke Turki.
“Ankara siap bertindak sebagai negara penjamin bagi Gaza” setelah pertempuran ini. Erdogan juga menegaskan kembali dukungan Turki bagi rakyat Gaza di tengah agresi Israel yang terus berlanjut (Republika.co.id, 5-11-2023).
Namun di saat yang lain, Erdogan mengatakan tidak mungkin sepenuhnya menutup diplomasi internasional. Hubungan Israel-Turki memang putus nyambung. Di antaranya mereka masih lanjut diskusi mengenai proyek pipa gas alam yang didukung AS yang dapat menjadi landasan bagi kerja sama yang lebih jangka panjang di tahun-tahun mendatang.
Perdana Menteri Israel Yair Lapid mengatakan, “Meningkatkan hubungan akan berkontribusi memperdalam hubungan antara kedua bangsa, memperluas hubungan ekonomi, perdagangan, budaya, dan memperkuat stabilitas regional,”(dw.com, 18-08-2022). Meski hubungan diplomatik itu sempat diputus oleh Turki tahun 2018 akibat serangan Israel ke Gaza dan Presiden Amerika Serikat saat itu Donald Trump memindahkan kedutaan Washington ke Yerusalem. Namun Rekonsiliasi secara terbuka berlangsung setelah Presiden Herzog menjabat pada Juli 2021. Presiden Israel itu mengatakan, pembaruan penuh hubungan “akan mendorong hubungan ekonomi yang lebih besar, pariwisata timbal balik, dan persahabatan antara rakyat Israel dan Turki.”
Tak beda dengan Turki, Saudi pun telah berulang kali menegaskan bahwa normalsisasi dengan Israel tidak akan terjadi sebelum solusi untuk penyelesaian konflik Israel-Palestina tercapai. Riyadh juga sudah beberapa kali menegaskan bahwa mereka tetap berpegang pada Inisiatif Perdamaian Arab. Artinya, pembukaan hubungan resmi dengan Israel hanya akan dilakukan jika mereka telah hengkang dari wilayah yang didudukinya, termasuk Tepi Barat, Jalur Gaza, Dataran Tinggi Golan, dan Lebanon.
Namun, pada September lalu Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) membuat pernyataan mengejutkan tentang potensi normalisasi diplomatik negaranya dengan Israel. Dia mengakui bahwa hal itu kemungkinan akan terealisasi. “Semakin hari, kami semakin dekat,” ujarnya, dan wawancara ini disiarkan Fox News yang disiarkan 20 September 2023.
Sepekan setelah pecahnya pertempuran di Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu, Saudi dilaporkan memutuskan membekukan pembicaraan normalisasi diplomatik dengan Israel. Hal itu diungkap seorang pejabat di pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden. Keputusan menangguhkan pembicaraan dengan Israel turut dilaporkan Riyadh kepada Washington. Namun sepertinya akan berulang seperti tahun 2020, dimana Israel berhasil melakukan normalisasi diplomatik dengan Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan, dan Maroko. Kesepakatan normalisasi itu dikenal dengan nama Abraham Accords. AS, di bawah pemerintahan mantan presiden Donald Trump, menjadi mediator dalam pembicaraan kesepakatan tersebut.
Normalisasi, Langkah Ambigu Pemimpin Muslim
Boleh dibilang pemimpin muslim dunia hari ini lain di mulut lain di hati. Atau bisa pula di katakan berdiri di dua kaki alias tak menentukan secara tegas pilihannya kepada siapa. Asas manfaat masih berlaku terutama ekonomi. Bagaimana pun, Israel meski mencuri lahan dan kekayaan alam rakyat Palestina, kini mereka penguasanya. Dengan dibantu Amerika dan negara kafir Eropa, jikapun diboikot sebagaimana seruan Iran kepada negara-negara muslim dunia tak akan menghabisi keberadaan Israel.
Apa yang terucap dari lisan Erdogan ataupun penguasa Arab sekadar wacana, mereka lebih takut kepada penguasa sesungguhnya yaitu Amerika. Meski sebenarnya Amerika menanggung banyak utang akibat perang dan terus menerus membiayai Israel, namun karena pemimpin muslim lebih terikat dengan dunianya yang sempit ciptaan penjajah, mereka masih akan kuat melumatkan rakyat Palestina.
Inilah alasan mengapa hingga hari ini Gaza masih sendiri. Masing-masing negara muslim menikmati kedekatan mereka dengan Israel. Padahal hal yang mudah mematikan Israel dibandingkan membasmi kecoa adalah tidak lagi berhubungan dengannya. Namun hal ini tak akan terjadi. Lingkup kita masih nation state ( negara bangsa) bukan Daulah Khilafah.
Islam Tegaskan Tak Ada Hubungan Baik dengan Penjajah
Israel yang kini sebenarnya layak diberi predikat penjahat Internasional, adalah teroris sejati. Penjajah zalim yang tak layak mendapatkan hubungan baik apalagi diplomatik. Dengannya hanya ada satu hubungan, yaitu “Perang”. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya,”Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian” (TQS al-Baqarah [2]: 191).
Ayat ini hanya bisa terlaksana ketika Khilafah sebagai perisai umat muslim telah tegak, dimana kholifahlah nantinya yang akan menyerukan jihad, menghimpun seluruh tentara kaum Muslim dan melibas Yahudi Laknatullah untuk tidak lagi berlaku sombong hingga tak bersisa. Wallahualam bishshawab.