Moderasi Beragama, Solusi atau Masalah ?
Oleh: Santi Zainuddin (Pegiat Literasi)
LensaMediaNews__Moderasi beragama bagi sebagian masyarakat adalah solusi bagi kehidupan kebhinekaan di Indonesia, sehingga sudah selayaknya dikampanyekan secara massif dan terstruktur. Tetapi bagaimana fakta yang terjadi, apakah moderasi beragama telah mengakomodir hak-hak masyarakat dalam menjalankan ajaran agamanya secara kaffah (menyeluruh)?
Presiden Joko Widodo menunjuk Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebagai Ketua Pelaksana Sekretariat Bersama Moderasi Beragama. Penunjukan dilakukan melalui Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023. Penunjukkan Yaqut Cholii Qoumas guna mengoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan penguatan moderasi beragama di instansi pusat dan daerah. Sebagaiman bunyi pasal 2 yaitu penguatan moderasi beragama tersebut memerlukan arah kebijakan dan pengaturan yang terencana, sistematis dan berkelanjutan.
Lebih lanjut di pasal 3 disebutkan, penguatan moderasi beragama dilaksanakan untuk penguatan cara pandang, sikap dan praktik beragama secara moderat guna memantapkan persaudaraan dan kebersamaan di kalangan umat beragama; penguatan harmoni dan kerukunan umat beragama; penyelarasan relasi cara beragama dan berbudaya; peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama; serta pengembangan ekonomi umat dan sumber daya keagamaan. (Republika.co.id, 29-9-2023)
Moderasi Beragama, Solusi Kehidupan Berbangsa dan Bernegara ?
Moderasi beragama semakin dikuatkan dan digencarkan dengan anggapan bahwa moderasi beragama adalah satu-satunya solusi atas permasalahan bangsa saat ini. Moderasi beragama dianggap solusi tuntas atas radikalisme, ekstremisme (terlalu ekstrem), dan fanatisme (terlalu fanatik) yang diduga tengah menghantui rakyat. Moderasi beragama dianggap sebagai penyelamat bagi keharmonisan umat.
Padahal, sejatinya persoalan utama rakyat bukanlah radikalisme, ekstremisme, dan fanatisme. Isu ini adalah ilusi untuk mengelabui rakyat atas derita yang sebenarnya. Yang menjadi persoalan utama justru adalah angka kemiskinan dan stunting yang semakin bertambah, rusaknya generasi, tingginya angka kekerasan, dan lain sebagainya. Konflik horizontal antar umat hanyalah sebagian kecilnya saja.
Terlebih, moderasi Islam pun sering disebut-sebut ingin mengembalikan jati diri Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Tapi nyatanya, moderasi telah menjadikan Islam sebagai agama yang kehilangan power untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam itu sendiri. Karena sejatinya, kerahmatan itu justru akan mewujud saat syariat Islam diterapkan secara sempurna, bukan malah dimandulkan. Akibat moderasi, muncul fobia kaum muslim terhadap agamanya sendiri.
Penerapan Sistem Islam Solusinya, Bukan Moderasi Beragama
Jadi, jelas ide moderasi agama bertentangan dengan Islam dan tidak memiliki dasar sedikit pun dalam dalil maupun historis. Moderasi agama adalah bagian dari strategi politik luar negeri dari Barat yang mempunyai tujuan tertentu.
Tujuannya antara lain untuk menghalang-halangi kembalinya umat Islam ke dalam agamanya secara murni dengan mengamalkan syariat Islam kaffah. Kedua, untuk mempertahankan sistem demokrasi-sekuler yang ada di negeri-negeri Islam dengan cara mempertahankan penguasa yang menjadi kaki tangan mereka agar negara-negara penjajah dapat terus mengeksploitasi dan menghisap kekayaan alam negeri-negeri Islam yang sangat kaya.
Di sisi lain, sesungguhnya Islam mengakui keberagaman. Keberagaman adalah sebuah keniscayaan, sebagaimana dinyatakan dalam QS Al-Hujurat: 13. Kita memang harus saling menghargai keberagaman tersebut (toleransi). Namun, bukan mencampuradukkan. Batasnya adalah membiarkan umat lain menjalankan ibadah sesuai keyakinannya, tetapi tidak mengikutinya. Hal ini dijelaskan dalam QS Al-Kafirun: 1-4.
Jadi, sebenarnya yang menjadi solusi tuntas berbagai persoalan umat adalah penerapan aturan Allah secara kaffah yang diterapkan oleh negara. Hanya dengan penerapan Islam kaffah umat Islam akan hidup sejahtera dan mampu membangun peradaban agung dan mulia. Maka, sikap umat saat ini untuk menghadapi moderasi beragama adalah berpegang teguh pada Islam kaffah, mewaspadai semua bentuk upaya yang merusak Islam, yaitu membangun kewaspadaan terhadap pemikiran yang bertujuan ingin menjauhkan umat ini dari Islam, sunnah Rasul-Nya, dan syariat-Nya. Wallahu ‘alam bishshawab.