Santri Makmur Negara Makmur, Solusi atau Ilusi?


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Redaktur Pelaksana Lensa Media News)

 

LensaMediaNews__Ketahanan pangan negeri ini sedang diuji, harga beras melambung tinggi begitu India menghentikan kebijakan ekspor berasnya, menyusul kenaikan BBM. Bisa jadi karena melihat peluang ini, Pengurus Wilayah (PW) Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) Jawa Timur berkolaborasi dengan Petrokimia Gresik meresmikan program Santri Makmur, selain juga dalam rangka pengembangan potensi santri di bidang pertanian. Program ini berpartisipasi dalam menyiapkan SDM pertanian yang berkualitas dalam mengelola proyek yang profitable dan berkelanjutan.

 

 

Selain mengadakan pendampingan dan pelatihan untuk 12 pesantren di Jawa Timur, Santri Makmur juga memberikan penghargaan untuk 5 proposal bisnis pertanian terbaik. KH Habibul Amin, Ketua Divisi Perekonomian PW RMINU Jawa Timur memberikan apresiasi kepada 5 pemenang proposal bisnis terbaik Santri Makmur 2023 (jatim.nu.or.id, 7-9-023).

 

 

Saat ini, program Santri Makmur sampai pada tahap Wirakarya dan Rewarding Project Pertanian yang digelar di Graha PT Petrokimia Gresik, Kamis (07-9-2023). Dwi Satriyo, Direktur PT Petrokimia Gresik dalam acara Wirakarya Santri Makmur menyebutkan bahwa Indonesia memiliki jumlah penduduk kurang lebih 278 juta orang. Artinya, Indonesia membutuhkan ketahanan yang sangat kuat jika melihat jumlah penduduknya yang banyak.

 

 

Menurut Dwi, program Santri Makmur merupakan kontribusi yang dapat memperkuat ketahanan pangan di Indonesia bahkan program ini dapat menjadi tonggak sejarah untuk menciptakan dan memajukan masa depan pertanian yang lebih baik serta memajukan ketahanan nasional. Karena santri akam menjadi penerus dari kepemimpinan di masa depan.

 

 

Kapitalisasi Potensi Hakiki Santri

Pengenalan bahkan pembinaan life skill sejatinya program yang harus diberikan kepada setiap siswa, agar mereka bisa beradaptasi dengan lingkungan dan berdaya guna di masyarakat jika kelak mereka telah selesai menempuh pendidikan. Namun, jika dikaitkan dengan ketahanan pangan sangatlah tidak berkorelasi. Keduanya adalah hal yang berbeda, pembinaan life skill ranah individu, ketahanan pangan ranah negara.

 

 

Jika pun sebagai bagian dari warga negara, bukan berarti santri menjadikan life skillnya sebagai aktivitas profitable. Dan kemudian lebih jauh lagi menjadi garda terdepan ketahanan keluarga. Program ini tak lebih dari sekadar proyek kapitalisasi Potensi Hakiki Santri, yang notabene seharusnya mereka adalah muroji (rujukan) umat terkait keilmuan. Penerang umat ketika berada dalam kegelapan jahiliyah pemikiran, penghembus semangat jihad dan bela Islam ketika Islam dihinakan, Alquran dibakar, saudara muslim di negeri lain dibantai.

 

 

Santrilah penyambung lidah rakyat kepada penguasa dan penasehat handal bagi para penguasa ketika kebijakan mereka melenceng dari syariat. Namun, dengan program Santri Makmur, seolah calon Mujtahid, cendekiawan sekaligus ahli fikih dan hadis ini dihadapkan pada dua pilihan sulit, menjadi enterpreneur yang menghasilkan uang atau mengabdikan ilmunya kepada masyarakat.

 

 

Islam Solusi Sejahtera Hakiki

Pendidikan adalah tonggak peradaban. Segala sesuatu bisa diwujudkan dengan pendidikan, maka Islam sangat konsen terhadap pendidikan dan penyelenggaraannya diserahkan kepada negara. Rakyat harus dipastikan mampu mengakses pendidikan tanpa kecuali, mudah bahkan hingga gratis.

 

 

Pun kesejahteraan yang itu artinya terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat individu perindividu seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan adalah kewajiban negara untuk menyelenggarakannya. Beban ini berat dan juga membutuhkan biaya besar. Tidak mungkin hanya bertumpu pada tenaga santri, terlebih pertanian hari ini samasekali tak menggunakan sistem Islam.

 

 

Pertanian, bagi pemuda hari ini bukanlah sesuatu yang menjanjikan, sebab dukungan negara ala kadarnya, negara hanya fokus impor dan kerjasama bilateral atau multilateral lainnya dengan negara asing, yang notabene orientasinya juga profit bagi negaranya. Sementara kebijakan pertanian tak tersentuh samasekali, apalagi pendidikan yang bisa menghasilkan output ahli pertanian, nol. Dalam Islam, ada beberapa mekanisme yang akan ditempuh guna mencapai ketahanan pangan. Diantaranya dengan mewajibkan setiap pria untuk bekerja, negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin termasuk permodalan atau tanah jika ingin usaha pertanian.

 

 

Akan ada subsidi pupuk, pelatihan , pembinaan dan lain sebagainya. Negara akan mengadakan pengawasan pasar hingga tidak ada tindak curang ataupun praktik yang melanggar hukum syara. Hukum kepemilikan umum dan negara ditegakkan terkait pengelolaan tanah dan lain sebagainya. Semisal jika ada tanah yang tidak dikelola selama tiga tahun berturut-turut maka akan diambil negara dan diberikan kepada siapa saja yang mampu mengelola.

 

 

Negara akan memastikan pengaturan tata letak kota tidak menggunakan tanah yang masih produktif, membangun fasilitas umum berdasarkan kemaslahatan bukan sekadar nafsu investasi yang tak berhubungan dengan kebutuhan umat. Semua dibiayai oleh kas negara yaitu Baitul Mal. Maka jelas, sepanjang kapitalisme masih dianggap solusi, maka kemakmuran atau kesejahteraan selamanya akan menjadi ilusi. Wallahu a’lam bish shawab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis