Kasus Perceraian Naik, Ada Apa?
Kasus Perceraian Naik, Ada Apa?
Oleh : Umi Rizkyi
(Komunitas Menulis Setajam Pena)
LenSaMediaNews.com – Angka perceraian dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Baik di usia dini, usia dewasa bahkan usia tua pun terjadi. Berbagai hal ditengarai menjadi pemicu terjadinya perceraian tersebut.
Kasus perceraian semua tercatat di catatan Badan Pusat statistik. Berdasarkan data yang dilansir dari Damarinfo.com menyatakan bahwa Pernikahan dan Perceraian termasuk dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melihat tingkat kesejahteraan sosial masyarakat di suatu daerah. Di Jawa Timur perkara perceraian selalu naik dari tahun ke tahun setidaknya dalam tiga tahun (2020, 2021 dan 2022) seperti dalam Buku Jawa Timur dalam Angka Tahun 2023.
Selain itu di Bojonegoro, angka perceraian terus meningkat. Tahun ini, dalam waktu 6 bulan, istri yang menggugat cerai suaminya ke Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Bojonegoro sudah mencapai 1.500 orang. Hal ini dipicu karena faktor pendidikan yang rendah dan kemiskinan.
“Sebanyak 1.500 perkara gugat cerai tersebut penurunannya tidak banyak, hanya 80 perkara. Jumlah tersebut mayoritas merupakan cerai gugat atau yang diajukan pihak istri yang mencapai 1.063 perkara, sisanya cerai talak atau yang diajukan suami. Menurutnya, dari jumlah penduduk di Bojonegoro, angka kasus perceraian mencengangkan, padahal ini baru enam bulan, belum jumlah hingga akhir tahun terus meningkat”, jelas Solikin Jamik selaku Panitera PA Bojonegoro.
Berdasarkan data yang diambil dari laporan statistik Indonesia per Mei 2023, pada 2022, kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus. Angka ini meningkat 15% dari tahun sebelumnya yang mencapai 447.743 kasus. Mayoritas kasus perceraian pada 2022 merupakan cerai gugat sebanyak 338.358 kasus atau 75,21% dari total kasus perceraian. Sisanya (127.986 kasus atau 24,79% kasus) merupakan cerai talak. Kasus perceraian menjadi angka perceraian tertinggi yang terjadi dalam enam tahun terakhir.
Sesungguhnya hal ini terjadi merupakan masalah sosial yang tak lepas dari fakta yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Dengan kata lain, perceraian tidak lepas dari nilai dan prinsip hidup yang ada di tengah masyarakat. Hal ini muncul dari aturan hidup yang secara tidak langsung akan memengaruhi pola pikir atau cara pandang masyarakat. Tak terkecuali masalah rumah tangga. Hal ini pula yang mendorong langgeng atau rapuhnya sebuah pernikahan.
Lebih jauh lagi, guncangan hebat di institusi pernikahan yang menimpa masyarakat saat ini tak lain dan tak bukan dikarenakan sistem yang mendukung terjadinya perceraian. Dari sistem yang rusak dan merusak inilah muncul adanya pola pikir masyarakat baik suami maupun istri. Sistem itu disebut dengan sistem kapitalisme sekuler.
Sejatinya, akar permasalahan yang dihadapi dari berbagai kasus yang terjadi, ekonomi lah yang menjadi penyebab utama terjadinya perceraian. Yang mana saat ini telah menganga lebar jurang si miskin dan si kaya. Juga penguasaan kekayaan oleh segelintir orang saja.
Oleh karena itu, maka perempuan dengan terpaksa harus terjun ke dunia kerja. Baik sebagai pekerja, pengusaha, pedagang dan lain-lainnya. Sehingga memicu perempuan untuk kerja ke luar rumah. Dengan minimnya pengetahuan tentang pergaulan yang benar dan suasana di tempat kerja yang rawan akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Hal tersebut bisa berujung pasangan suami istri untuk melakukan perselingkuhan.
Rendahnya pemahaman awal saat hendak menikah dan membina rumah tangga, sering kali membuat pasangan suami istri menjalankan biduk rumah tangga tanpa bekal ilmu yang memadai. Pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan sangat suci. Membentuk rumah tangga sesungguhnya merupakan bagian dari syariat Islam. Maka dari itu, Allah mengatur sejumlah hukum agar dalam menjalankan hiruk pikuk rumah tangga senantiasa dalam petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Allah membebankan kewajiban kepada laki-laki sebagai pemimpin dan kaum perempuan sebagai ibu dan pengaturan rumah.
Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah SWT, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita).” (QS An-Nisâ: 34). Dengan begitu, suami istri akan bisa menjalankan kewajiban masing-masing dengan benar.
Di samping itu, negara berperan penting dalam menyiapkan warganya untuk memasuki jenjang pernikahan. Jika yang ditakutkan saat ini karena kurangnya ilmu, maka negara akan aktif melakukan edukasi mengenai pernikahan. Apapun yang berkaitan dengan aspek rumah tangga, seperti membangun hubungan suami istri, pola asuh, pemenuhan gizi keluarga, ekonomi keluarga dan lain-lain.
Dengan demikian, tak ada cara lain yang solutif dan efektif selain mencampakkan sistem kapitalisme ini dengan sistem yang diridhai Allah SWT yang memuliakan perempuan serta meletakkan permasalahan pada hukum yang berasal dari Allah SWT yaitu sistem Islam yang disebut khilafah. Dengan demikian institusi pernikahan akan langgeng, kokoh, tangguh dan bahagia dunia dan akhirat.
Wallahu’alam bishowwab.