Papua Menderita Kelaparan di Tengah SDA Berlimpah, Salah Siapa?

Oleh: Zhiya Kelana, S.Kom.
(Aktivis Muslimah Aceh)

Lensamedianews.com, Opini Sebanyak enam orang warga meninggal dunia akibat bencana kekeringan yang melanda Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Dari enam orang tersebut, satu orang di antaranya adalah anak-anak.

“Bencana kekeringan telah menyebabkan enam orang meninggal dan kelaparan bagi masyarakat di daerah terdampak,” kata Bupati Puncak Willem Wandik dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/7/2023).
Para korban meninggal usai mengalami lemas, diare, panas dalam, dan sakit kepala. Sementara itu menurut data Kementerian Sosial, ada 7.500 jiwa yang terdampak kekeringan. Imbasnya mereka mengalami kelaparan lantaran gagal panen.
“Data sementara 7.500 jiwa warga di kedua distrik terdampak gagal panen akibat kekeringan,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Perlindungan Korban Bencana Alam Kemensos Adrianus Alla. Tertahan Kekeringan yang terjadi disebut sebagai dampak Badai El Nino sejak awal Juni 2023. (kompas.com)

Miris, begitulah kira-kira yang terjadi pada masyarakat di Papua yang mengalami kelaparan sampai menghilangkan nyawa. Ironisnya, Papua kaya SDA, bahkan ada PT Freeport sejak lama. Mengapa hal ini terjadi di negeri yang melimpah, namun rakyatnya harus menderita sejak lama? Apakah mereka tidak dianggap karena tinggal di ujung negeri ini?

Kasus ini menggambarkan betapa ada ketimpangan pembangunan di wilayah Papua yang sejatinya kaya, apalagi RI  sudah merdeka 78 tahun. Selama itu pula Papua terjajah di negerinya sendiri. Mereka hidup dengan gunung emas, namun mereka tak dapat menikmati harta di tanahnya sendiri. Mencari makan dan minum air bersih pun sulit.
Namun mereka juga tidak bisa mengatakan apapun ketika hartanya dirampok oleh asing. Karena sejatinya orang asing itu datang menawarkan investasi dan kerja sama. Nyatanya semua hanya demi kepentingan segelintir orang, sedangkan Papua terus terlupakan.
Belum lagi konfik yang terjadi di Papua yang mengakibatkan akses sangat sulit untuk mengirimkan bantuan, karena sudah pasti dihadang oleh kelompok KKB. Konfik yang tak pernah selesai karena negara tak pernah serius menanganinya dengan benar, seolah anggapan bahwa Papua itu bukan bagian dari negeri ini, sangat menyakitkan rasanya.

Pemilihan sistem ekonomi dan politik yang tidak tepat ialah membahayakan rakyat. Inilah yang terjadi ketika kita memilih untuk hidup dengan sistem kapitalis. Hampir seabad lamanya kita menderita, namun masih saja sebagian orang menutup mata. Karena dalam derita manusia itulah kapitalis bisa hidup dengan memanfaatkan keadaan, dalam kehimpitan, kesulitan, kekhawatiran inilah yang kita rasakan saat ini. Mau ataupun tidak, memang kita dipaksa untuk hidup dalam sistem ini, karena sistem ini masih dipakai oleh dunia.

Jika saja kita mau melihat lebih dalam bagaimana Islam memiliki sistem ekonomi politik yang menyejahterakan semua wilayah, tanpa melihat potensi wilayah, maka bisa dipastikan hal seperti yang kita rasakan saat ini tidak akan terjadi. Karena bagi negara Islam yang menjadi pelindung umat harus mengutamakan kesejahteraan masyarakatnya dahulu. Semua SDA yang ada akan dikelola dengan baik hanya untuk umat. Tidak akan diserahkan kepada asing apapun alasannya.

Dalam naungan sistem Islam, semua rakyat akan hidup sejahtera, makmur, dan sentosa karena menerapkan Islam secara kaffah oleh pemerintahannya. Tidak akan ada alasan perubahan cuaca yang mengakibatkan masyarakat kelaparan, karena negara punya stok dalam Baitulmal. Wallahu a’lam. [LM/Ah]
Please follow and like us:

Tentang Penulis