Negara Harus Berani Menindak Tegas Pelaku Penistaan Agama
Negara Harus Berani Menindak Tegas Pelaku Penistaan Agama
Oleh : Zhiya Kelana, S.Kom
(Aktivis Muslimah Aceh)
LenSaMediaNews.com – Kepolisian Resor Kota Besar Bandung langsung mengusut warga negara asing (WNA) karena meludahi imam Masjid Jami Al-Muhajir, Buah Batu, Kota Bandung, yang menyetel murottal Al-Quran. Sebelumnya, ramai di media sosial video yang memperlihatkan pria WNA tengah meludahi pria di dalam masjid. Akun @fakta_bandung, turut membagikan unggahan video tersebut. Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Budi Sartono segera mendatangi Masjid Al-Muhajir pada Jumat (28/4) malam. Budi bersama jajarannya menemui korban imam tetap di Masjid Al-Muhajir, Muhammad Basri Anwar (24) untuk mengetahui kronologi kejadian ini. (CNNIndonesia.com)
Lagi dan lagi penistaan terhadap agama kembali terjadi, kali ini bukan saja dilakukan oleh masyarakat dalam negeri tapi oleh Warga Negara Asing. Bagaimana mungkin orang asing yang datang ke sini berani melakukan hal itu, jika bukan karena pemerintahnya sendiri tidak berani menindak tegas para pelaku penistaan agama. Jika ada yang melaporkan baru kemudian diproses, itu pun karena sudah viral atau desakan oleh masyarakat / netizen. Belum lagi jika hal ini juga dilakukan oleh para seleb, yang harusnya memberikan contoh yang baik tapi demi konten agar viral dan banyak followers rela melakukan hal bodoh.
Selebgram Lina Mukherjee ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama karena mengucapkan bismillah saat makan olahan babi. Ia terancam hukuman enam tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar. Ancaman hukuman diberikan setelah penyidik Subdirektorat V Siber Kepolisian Daerah Sumatera Selatan mendapatkan kecukupan barang bukti yang didukung keterangan beberapa orang saksi dan ahli. Dirkrimsus Polda Sumsel Kombes Pol Agung Marlianto mengatakan penetapan Lina Mukherjee sebagai tersangka dugaan penistaan agama dilakukan pada Kamis (27/4). (CNNIndonesia.com)
Penistaan agama yang kembali terjadi menandakan negara tak mampu memberi efek jera atas kasus sebelumnya. Hal itu satu keniscayaan dalam sistem sekuler karena agama hanya urusan individu dan diterapkan hanya dalam ruang privat rakyat. Terlebih kebebasan sangat dijunjung tinggi dalam sekularisme. Oleh karena itu, wajar jika kemudian para pelaku penistaan agama semakin menjamur dan makin berani unjuk gigi. Jika pun akan diproses di jalur hukum seperti biasa cukup meminta maaf dengan materai sepuluh ribu. Seolah semua itu akan selesai dan terlupakan dengan segera.
Dalam sistem kapitalisme mereka lebih melegalkan kemaksiatan terjadi di muka bumi sebagai bentuk pembangkangan mereka terhadap Khaliq. Kemaksiatan yang semakin menjamur akan berefek kepada masyarakat yang semakin rusak. Sehingga hanya sebagian orang saja yang menyadari kerusakan ini dan kemudian bangkit. Namun pemerintah mengabaikan tanggungjawabnya karena disadari atau tidak mereka telah turut menghancurkan negeri ini dengan berbagai kerusakan akibat tidak diterapkannya syariat. Kebangkitan menuju Islam semakin sulit dilakukan, terjal dan melenakan para pemudanya untuk hidup tenang dan mengabaikan tujuannya.
Negara dalam Islam adalah salah satu pilar penjaga kemuliaan agama. Islam memiliki mekanisme untuk membuat jera penista agama dengan tetap berpegang prinsip toleransi yang ada padanya. Tentu saja jika ada sebuah Daulah Islam maka hal ini tidak akan mungkin terjadi, karena Islam akan segera menindak tegas para pelaku penista agama dengan hukuman yang tidak akan mungkin mereka ingin ulangi. Maka semua hal ini kembali kepada pemerintahnya apalagi pada hukum syariat yang dimana menjadikan Akidah sebagai pasal pertama dalam undang-undang yang benar-benar harus dilindungi negara.
Wallahu’alam bishowwab.