Korupsi Merajalela, Islam Solusinya
Lensa Media News-Kasus korupsi yang semakin masif terjadi di berbagai lini pemerintahan membuat Menko Polhukam mendesak RUU perampasan aset agar segera dibahas dan disahkan. RUU ini diyakini bisa membuat jera para pelaku korupsi. Pro dan kontra pun silih berganti. Menariknya ketua komisi III Dewan Perwakilan Rakyat yakni Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul, menyebut jika pengesahan UU ini sebenarnya bergantung pada “Bos Partai“.
Menurutnya, lobi ini harusnya dilakukan langsung dengan masing-masing ketua umum partai karena anggota dewan hanya mengikuti instruksi dari partai. Ia mengatakan siap jika diperintah oleh “juragan“-nya. Pernyataan tersebut seolah menegaskan jika DPR yang bertugas mewakili suara rakyat pada faktanya hanya menjabat sebagai petugas partai yang mengutamakan kepentingan golongannya saja.
Selama masih diterapkannya sistem sekuler (sistem yang memisahkan urusan kehidupan dengan agama), kasus korupsi masih akan terus terjadi di berbagai segi. Hal ini karena sistem sekuler membuat ketakwaan individu menjadi kurang dan rapuh, serta membuat lingkungan semakin individualistis. Standar benar-salah suatu perbuatan pun tidak disandarkan pada nilai-nilai agama. Ditambah lagi negara yang enggan mengurusi urusan rakyatnya sesuai dengan akidah Islam.
Sebelum menerapkan sanksi yang berat untuk pelaku korupsi, sistem Islam terlebih dahulu mengupayakan pencegahan, yakni dengan membangun pondasi akidah yang kokoh hingga tiap individu muslim memiliki rasa takut untuk melakukan perbuatan maksiat. Didukung dengan lingkungan masyarakat yang peduli dengan menerapkan amar ma’ruf nahi munkar. Serta negara yang memfasilitasi agar keimanan rakyatnya senantiasa terjaga dan ketakwaan rakyat secara keseluruhan dapat terus meningkat.
Demikian solusi Islam dalam memberantas korupsi, tetapi solusi yang mengakar ini hanya bisa diterapkan dalam sistem Islam yang disebut khilafah dengan khalifah sebagai pemimpinnya. Wallahua’lam bisshawwab.Nurul Amalia, Ibu Rumah Tangga. [LM/IF/ry].