Bullying di Kalangan Pelajar, Output Pendidikan Sekularisme Liberal
Oleh: Ummu Balqis
(Ibu Pembelajar)
Lensa Media News – Sungguh mengejutkan aksi viral yang dilakukan oleh beberapa pelajar SMK di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Mereka menganiaya seorang nenek lansia di jalan dengan cara menendang. Peristiwa ini terjadi pada 19 November 2022. Setelah menendang korban hingga terjatuh, pelajar ini tertawa terbahak-bahak, kemudian meninggalkan korban. Aksi ini direkam oleh salah satu pelaku, kemudian di-upload di grup WhatsApp mereka. Total ada 6 pelajar yang diamankan polisi terkait kasus ini. Saat diperiksa polisi, mereka mengaku iseng saat menendang korban. (kumparan.com, 20/11/2022)
Di sisi lain, kasus bullying juga terjadi di SMP Baiturrahman Kota Bandung. Aksi bullying tersebut terekam dalam sebuah video yang viral di media sosial. Dalam video yang diunggah akun Twitter @DoniLaksono, tampak seorang siswa memasang helm pada korban. Kemudian pelaku menendang kepala korban hingga terjatuh. Rekan korban yang ada di dalam kelas tersebut hanya melihat aksi bully tersebut. Korban yang terjatuh juga dibiarkan dan malah ditertawakan rekan-rekannya. Dari narasi yang beredar, korban sempat dilarikan ke rumah sakit. (kumparan.com, 20/11/2022)
Kasus bullying di kalangan pelajar semakin marak. Ada banyak kasus bullying lainnya yang telah terjadi, baik di lingkungan sekolah, pesantren, maupun di tingkat Perguruan Tinggi. Tentu hal ini menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat. Mengapa moral pelajar semakin hari semakin tergerus? Bukankah seharusnya sekolah adalah tempat menimba ilmu sekaligus tempat membina akhlak agar dapat berperilaku baik? Namun, faktanya justru para pelajar semakin rusak akhlak dan moralnya.
Hal ini perlu disadari, bahwa inilah output dari sistem pendidikan sekularisme liberal. Sistem pendidikan sekularisme yang memisahkan agama dengan kehidupan telah menjadikan para siswa jauh dari akhlak mulia. Dibatasinya pembelajaran untuk mengaitkan agama dalam setiap mata pelajaran, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan para pelajar semakin jauh dari nilai-nilai agama.
Selain itu, tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelaku bullying dengan alasan masih di bawah umur, menjadikan kasus ini semakin merebak. Apabila kasus ini terjadi di sekolah atau pesantren, pihak sekolah atau pesantren akan menyelesaikan dengan cara kekeluargaan, bahkan kerap dirahasiakan agar nama baik sekolah tidak tercemar. Padahal kasus bullying sudah sampai pada tingkat yang membahayakan dan mengancam nyawa.
Tidak hanya itu, banyaknya tontonan adegan bullying atau kekerasan merupakan salah satu faktor yang memicu untuk ditiru oleh remaja. Tontonan yang merusak moral senantiasa menjamur. Tanpa disadari perilaku buruk tersebut telah diadopsi oleh remaja dan dipraktikkan di kehidupan nyata.
Sungguh sangat miris, seharusnya pelajar adalah sosok yang dapat dibanggakan, akan tetapi justru terjerumus dalam perilaku menyimpang. Etika sopan santun tidak lagi diketahui. Nasihat turun-temurun “yang kecil disayangi, yang tua dihormati” tidak diindahkan lagi.
Seandainya para remaja paham nilai-nilai Islam tentu hal ini tidak akan terjadi. Islam mengajarkan agar menghormati orang yang lebih tua. “Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda atau tidak menghormati yang lebih tua.” (HR. At-Tirmidzi No. 1842 dari sahabat Anas bin Malik)
Dalam Islam, siapa pun yang sudah mukalaf (terbebani hukum) maka setiap kejahatan yang dilakukan akan diberikan sanksi. Seorang muslim yang sudah balig, maka dianggap mukalaf, bukan dilihat dari usia 18 tahun.
Sanksi Islam sangat tegas atas kasus kejahatan bullying. Jika pelajar sudah mukalaf dan melakukan bullying serupa dengan kasus kejahatan menganiaya dengan cara menendang dan lain-lain, akan berlaku sanksi qishash. “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishash-nya. Barang siapa yang melepaskan (hak qishash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Ma’idah: 45)
Kasus bullying akan terus terjadi di lingkungan pendidikan selama masih diterapkan sistem pendidikan sekularisme liberal. Hanya ada tiga pilar utama yang dapat membentuk karakter remaja, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan peran negara.
Individu yang bertakwa hanya akan diperoleh ketika Islam benar-benar dijalankan secara individu. Ketika ada individu yang bermaksiat, maka wajib bagi masyarakat untuk mencegah dengan melakukan amar makruf nahi mungkar. Akan lebih sempurna ketika terwujud negara Islam yang menerapkan aturan Islam kaffah, yang senantiasa memberikan sanksi bagi setiap kasus kejahatan. Wallahu a’lam.
[LM/Ah]
Please follow and like us: