Bukan Poligami, Ini Solusi Islam dalam Mencegah HIV AIDS
Oleh : Nena Fatimah
Lensa Media News – Semakin meningkatnya kasus HIV/AIDS di wilayah Jawa Barat memang tengah menyita perhatian publik, termasuk pemerintah, untuk mencari solusi terbaik dalam pencegahan penyebarannya. Salah satunya adalah Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum yang mencoba memberikan solusi dengan mengusulkan poligami dipermudah untuk menekan angka penularan HIV di Jawa Barat.
“Daripada terkena penyakit itu, menurut saya, solusi menekan angka penyebaran HIV/AIDS adalah menikah bagi anak-anak muda dan berpoligami bagi yang sudah nikah,” kata Uu, dilansir dari regional.kompas.com, Selasa (30/8/2022).
Meskipun belakangan ini Uu meminta maaf atas statementnya bahwa poligami adalah solusi untuk pencegahan HIV/AIDS, namun menjadikan poligami sebagai satu-satunya solusi memanglah kurang tepat.
Kasus HIV/AIDS bukanlah perkara menikah saja, melainkan sangat kompleks dan berkaitan erat dengan masalah lain terutama ekonomi dan moral. Karena itu poligami yang didasari karena ingin menghindari HIV justru bisa mengundang masalah lain seperti perceraian.
Selain itu, menjadikan poligami sebagai solusi HIV/AIDS terkesan memudahkan sebuah pernikahan. HIV/AIDS erat kaitannya dengan perilaku bergonta-ganti pasangan dan tidak punya komitmen, hanya mau enaknya saja. Sementara, poligami adalah menuntut keadilan dan komitmen.
Jadi, poligami walaupun merupakan bagian syariat Islam yang menjadi solusi bagi permasalahan manusia, tidak tepat dijadikan satu-satunya solusi permasalahan HIV/AIDS. Bahkan bisa menambah persoalan baru, karena praktek poligami tidak semudah yang dipikirkan.
Jika kita telusuri faktor penyebab HIV/AIDS, yang paling mendominasi adalah perilaku seks bebas dan penggunaaan narkoba dengan jarum suntik. Seks bebas dan narkoba adalah gaya hidup di sistem kapitalis sekuler. Gaya hidup ini membuat seseorang hanya memandang hidup dari sisi materi dan kesenangan duniawi semata. Maka tidak heran jika semakin kesini perilaku buruk di masyarakat berkembang. Semua ini buntut dari penerapan gaya hidup tersebut.
Lalu bagaimana pandangan Islam terkait permasalahan ini? Syariat Islam memberikan solusi tuntas dan komprehensif terhadap permasalahan ini melalui tiga pilar penjaga.
Pilar pertama adalah ketakwaan individu. Seorang yang bertakwa tentu akan berusaha menjaga dirinya dari perbuatan yang menyimpang dari syariat. Keimanannya yang kuat membuat dirinya menghindari perkara yang diharamkan, di antaranya perzinaan dan narkoba yang menjadi jalan masuknya HIV/AIDS.
Pilar kedua adalah adanya kontrol masyarakat berupa tradisi amar makruf nahi mungkar. Dalam sistem Islam, tradisi ini demikian kental sehingga perilaku menyimpang dan segala bentuk kemaksiatan tidak akan tersebar luas, bahkan akan tereliminasi dengan sendirinya.
Pilar ketiga adalah dukungan sistem negara, yaitu melalui penerapan aturan Islam secara kaffah. Di antaranya dengan menerapkan sistem pergaulan yang menjamin kehidupan yang bersih dan jauh dari kerusakan. Dalam kehidupan umum, misalnya, Islam mencegah bercampur baurnya laki-laki dan perempuan kecuali ada keperluan syar’i, seperti kegiatan belajar mengajar, pengobatan atau pemeriksaan pasien, dan perdagangan (jual beli). Dalam tiga keperluan atau hajat ini, laki-laki dan perempuan boleh berinteraksi, tetapi harus tetap dalam koridor syariat, seperti wajib menutup aurat dan tidak tabaruj agar tidak timbul fitnah dan maksiat.
Negara juga hadir mengedukasi warganya agar menjadi hamba Allah yang beriman dan takut berbuat dosa. Caranya adalah melalui penerapan sistem pendidikan Islam dan peran media massa yang akan menutup celah penyebarluasan pemikiran dan konten-konten rusak.
Yang tidak kalah penting adalah negara menerapkan sistem sanksi tegas atas setiap pelanggaran hukum syariat. Untuk perbuatan zina, Al-Qur’an dan hadits memperingatkannya. Allah Swt. berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS Al-Isra: 32).
Sanksinya sendiri adalah dengan rajam atau dilempari batu sampai mati. Sedangkan pada pelaku yang belum menikah, hukuman zina diganti dengan hukum cambuk sebanyak 100 kali, serta diasingkan selama setahun. Sistem sanksi Islam ini berfungsi sebagai pencegah sekaligus penebus dosa bagi para pelaku pelanggaran.
Demikianlah cara Islam mencegah perilaku seks bebas dan segala bentuk penyimpangan yang menjadi sebab utama penyebarluasan penyakit HIV/AIDS. Semua ini tidak mungkin terwujud kecuali dalam sistem pemerintahan Khilafah Islamiyah, bukan yang lain.
Wallahualam bishshawwab.
[LM]