RUU Sisdiknas: Ajaran Islam Kian Tergilas, Cerminan Sistem Makin Tak Waras
Oleh: Yuke Octavianty
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Lensa Media News – Hilangnya frasa “madrasah” dalam RUU Sisdiknas menyisakan tanda tanya bagi publik. Dilansir dari republika.co.id (29/3/2022), Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar, yang biasa disapa Cak Imin, mengkritisi hal tersebut. Cak Imin meminta agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional tidak mengebiri peran ulama dan pesantren dalam lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Titok Priastomo, dari El Harakah Research Center, mengungkapkan bahwa hilangnya frasa “madrasah” dalam RUU Sisdiknas mengindikasikan adanya peminggiran ajaran Islam dalam sistem pendidikan nasional (muslimahnews.net, 5/4/2022). Tentu hal ini tak bisa dianggap remeh karena hidup tanpa agama bagaikan hidup tanpa ruh. Namun inilah hasil dari pemikiran sekuleristik yang sangat akut. Pemikiran yang menganggap bahwa agama hanyalah mengatur aspek ibadah antara makhluk dan Pencipta, padahal agama adalah pondasi utama dalam bangunan kehidupan. Lantas apa jadinya jika syariat Islam ini dianggap sebagai “benalu” yang mengganggu sistem?
Hilangnya frasa “madrasah” merupakan gejala Islamophobia akut yang diidap sistem sekuler. Syariat Islam dianggap sebagai musuh bebuyutan yang harus segera diredupkan sebab mengganggu “kepentingan” para penguasa. Maka wajar, saat para pemangku kebijakan mulai menggeliat kepanasan, dibuatlah aturan yang dapat memampatkan penerapan syariat dalam kehidupan.
Fenomena ini pun mengindikasikan adanya dikotomi pendidikan nasional yang makin masif dan nyata. Sekolah, ditujukan untuk mereka yang hendak bermasa depan sebagai negarawan, politisi atau sejenisnya. Sedangkan madrasah dianggap sebagai lembaga yang termarjinalisasi. Lembaga yang terpinggirkan. Madrasah seolah hanya diperuntukkan bagi mereka yang ingin mendalami ilmu agama saja dan para lulusannya tidak boleh ikut berkiprah dalam kancah perpolitikan. Padahal syariat Islam mengatur segala segi kehidupan, termasuk politik umat. Artinya Islam mengatur urusan umat dalam kehidupan. Inilah sebetulnya essensi dari syariat Islam sebagai pengatur kehidupan.
Pengabaian syariat Islam dalam bernegara fatal akibatnya. Seperti yang kini tampak. Kekalutan terjadi dalam tiap segi kehidupan. Mulai dari pendidikan, politik, kesehatan, dan bidang lainnya. Tentu umat yang menjadi korban utama dalam kelalaian ini. Inilah urgensi syariat Islam dalam kehidupan. Namun penerapan syariat Islam mustahil dapat diterapkan dalam sistem batil. Syariat Islam yang sempurna hanya dapat diterapkan dalam sistem yang haq, yaitu sistem Islam dalam wadah Khilafah manhaj An Nubuwwah yang sesuai teladan Rasulullah SAW. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya” (QS. Al-Baqarah: 42).
[lnr/LM]