Korporatokrasi Makin Menjadi-jadi

LenSaMediaNews.com__ Sungguh nekat, Presiden Prabowo Subianto kembali mengundang para taipan dan konglomerat ke Istana Kepresidenan Jakarta, pada 7 Maret 2025 untuk meminta pendapat terkait investasi dan pengelolaan aset secara hati-hati.
Mereka yang diundang antara lain Sugianto Kusuma (Aguan), Syamsuddin Arsyad, Anthony Salim, Boy Thohir, Erick Thohir, Chaerul Tanjung, James Ryadi, Anindya Bakri, Hilmi Panigoro, Franky Oesman Widjaja, Prayogo Pangestu, Tommy Winata, Menteri keuangan Sri Mulyani, dan kepala Danantara Rosan Perkasa Roeslani. (tempo.co)
Satu hari sebelumnya, yakni pada 6 Maret 2025, presiden telah meminta beberapa dari mereka untuk hadir ke Istana guna membahas perkembangan Indonesia dan dunia global, serta program-program yang sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia, dari Makan Bergizi Gratis, hingga Danantara. Semakin menguatlah korporatokrasi di negeri ini.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas akhirnya mengkritisi pertemuan ini, mengingat sebagian konglomerat tersebut sedang tersangkut skandal. Namun kritikan tinggallah kritikan. Sejauh ini banyak pihak termasuk rakyat, tak pernah tinggal diam merespon kebijakan pemerintah, saat kebijakan tersebut berseberangan dengan visi misi negara ini untuk menyejahterakan rakyat sesuai amanah Undang-Undang.
Bukannya introspeksi, penguasa negeri ini seolah tutup mata dan semakin menjadi-jadi dalam bertindak. Berbagai program yang mereka canangkan tak sedikit pun menguntungkan rakyat, justru membuat rakyat makin Sengsara. Padahal rakyat terus diperas dengan pajak. Mereka lebih peduli dan tunduk pada kepentingan oligarki kapitalis. Inilah gambaran busuknya sistem kapitalisme demokrasi.
Begitulah jika kedaulatan di tangan manusia. Hukum dibuat sesuai kepentingan mereka. Berbeda dengan paradigma kepemimpinan dalam Islam, di mana pemimpin bertugas mengurus dan memenuhi kebutuhan rakyat serta melindungi rakyat dari segala hal yang membahayakan. Bukan malah membiarkan asing dan para konglomerat mengatur kebijakan yang menyengsarakan rakyat.
Hanya dalam sistem khilafah Islamlah negara memiliki kedaulatan dan independensi dalam mengatur politik dalam negeri dan luar negerinya. Negara jugalah yang menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat dengan anggaran yang kokoh dan berkelanjutan dengan sistem keuangan Baitul mal, bukan menggantungkan harapan pada investasi asing.
Fatimah Nafis
[LM/Ss]