Terapkan Islam Kafah Masuk Surga

20250315_222653

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban

 

LenSaMediaNews.Com, Opini–Ucapan Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono seusai meninjau pelaksanaan Operasi Pasar Pangan Murah di Kantor Pos Semarang, Jawa Tengah, Senin , 10 Maret 2025, di hadapan masyarakat dan media, cukup menyentil.

 

Ia memperingatkan para pengusaha bahan pangan agar tidak melakukan penimbunan atau tindakan curang lainnya dengan maksud meraup untung lebih besar selama Ramadan hingga Lebaran mendatang. Menurut Sudaryono selain dipidana, mafia pangan pantas masuk neraka (republika.co.id, 10-3-2025).

 

Sudaryono menegaskan, tidak boleh ada mafia, orang nimbun, ngatur-ngatur timbangan takarannya dikurangi, dan seterusnya. Apalagi berkongsi melakukan suatu tindak kecurangan dan kejahatan. Perintah Presiden, sudah koordinasi dengan Kapolri, kejaksaan, bahkan KPK, jika menemukan salah satu praktik terlarang itu, bisa langsung diambil tindakan tegas.

 

Tujuan penyelenggaraan Operasi Pasar Pangan Murah di kantor-kantor pos se-Indonesia, untuk menyediakan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau selama Ramadan hingga Lebaran. Upaya tersebut tak akan dibiarkan gagal akibat ulah mafia pangan.

 

Operasi Pasar Pangan Murah diinisiasi Menteri Pertanian Amran Sulaiman atas instruksi Presiden Prabowo Subianto. Operasi tersebut diluncurkan pada 24 Februari 2025 dan akan berlangsung hingga 29 Maret 2025. Sebanyak 4.800 Kantor Pos Indonesia di berbagai wilayah diberdayakan menjadi unit penyalur. Masyarakat dapat membeli berbagai kebutuhan pokok dengan harga terjangkau atau di bawah HET, hanya perlu menyiapkan KTP. Namun jumlah atau kuantitas pembelian dibatasi.

 

Menyentil Tapi Solusi Nihil

 

Benar saja jika masyarakat menjuluki rezim hari ini adalah rezim omon-omon alias hanya pandai berteori tapi nol di praktik. Sekelas negara mengapa hanya mampu menggelar pasar murah?

 

Ini hanya solusi tambal sulam dan bukan cara mencapai ketahanan pangan yang sesungguhnya. Karena hanya dalam skup kecil, untuk beberapa jenis bahan pokok saja, dalam waktu yang terbatas, dengan syarat dan ketentuan yang berlaku saja ( menyerahkan KTP, jumlah pembelian dibatasi dan ada pematokan harga (HET). Semua ini masih kental dengan ruh kapitalisme.

 

Sesungguhnya dengan potensi kekayaan alam yang dimiliki negeri ini, pemerintah bisa lebih dari ini dan tidak hanya memberi ancaman, sayangnya karena keterbatasan dana dan penerapan sistem ekonomi kapitalis, pemerintah terjebak dalam berbagai perjanjian luar negeri yang hanya menguntungkan segelintir pengusaha dan menghilangkan kedaulatan negara.

 

ASEAN Free Trade Area (AFTA), Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), dan Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) semua ini memaksa Indonesia masuk dalam perdagangan bebas, bebas bea masuk, sementara industrialisasi Indonesia lemah, karena dimiliki perusahaan asing.

 

Tak pelak, ini hanya menguntungkan bagi negara dengan tingkat produktifitas yang tinggi, sementara Indonesia kebanjiran impor. Dampaknya, gelombang PHK terus terjadi, daya beli masyarakat melemah, utang luar negeri negara bertambah padahal utang riba, pendapatan pajak menurun hingga APBN defisit.

 

Ditambah lagi Indonesia tergabung dengan berbagai kerja sama multilateral, seperti: Perserikatan Bangsa-bangsa, Internasional Monetery Fund (IMF), World Trade Organization (WTO), Internasional Labour Organization (ILO), Food and Agricultural Organization (FAO). Lengkaplah penderitaan rakyat, sebab sejatinya, semua adalah alat penjajahan yang menghilangkan kedaulatan Indonesia.

 

Indonesia mati kutu, di luar dijajah hukum kapitalis global, di dalam negeri sistem sanksi dan hukum yang ditegakkan tidak cukup memberantas mafia dan praktik-praktik curang lainnya. Hukum bisa ditawar, mirisnya, pejabat kita faktanya bukan sekadar pejabat negara tapi juga pemilik perusahaan yang membuka celah katabelece alias kongkalikong dengan perusahaan investor asing.

 

Islam Sistem Sempurna Sejahterakan Rakyat

 

Jika sudah bermental pengusaha, akankah bisa fokus pada kepentingan rakyat? Dikutip dari buku The Khalifah karya Abdul Latip Talib, Abu Bakar As Siddiq sempat tidak terima gaji saat di masa awal menjabat sebagai pemimpin. Maka ia kembali berdagang dengan maksud memberi nafkah bagi keluarganya hingga warga yang membutuhkan kesulitan menemuinya.

 

Mengetahui hal itu, Umar mengajak Abu Bakar untuk bertemu penjaga Baitul Mal Abu Ubaidah Al-Jarrah. Kepada Abu Ubaidah, Umar awalnya mengusulkan gaji sebesar lima ratus dirham per bulan atau enam ribu dirham setahun. Usul Umar ditolak Abu Bakar yang menilai gaji tersebut terlalu besar.

 

Namun sejak saat itu, Abu Bakar As Siddiq menerima gaji dari Baitul Mal sehingga tak perlu lagi berdagang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Waktunya dihabiskan untuk menyelesaikan masalah umat dan tegaknya Islam.

 

Jika kita lihat fakta hari ini, bukankah sudah saatnya kita kembali kepada pengaturan Islam? Jika satu kecurangan bisa masuk neraka, bagaiman jika menerapkan syariat secara kafah, sebagaimana perintah Allah ( TQS Al-Baqarah: 208) tentu masuk surga? Wallahualam bissawab. [LM/ry].

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis