Stok Beras Melimpah, Mengapa Tak Murah?

20250315_094836

Oleh: Anindya Vierdiana

 

LenSaMediaNews.Com, Opini–Sangat disayangkan ketika stok beras nasional dikatakan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar, namun yang terjadi justru harga beras menjadi tidak murah.

 

Beberapa waktu lalu, menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman kembali melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, pada hari kedua Ramadan 2025. Yang bertujuan untuk memastikan stabilitas harga pangan serta menjaga pasokan bahan pokok selama bulan suci Ramadan.

 

Dalam sidaknya ditemukan harga beras dijual di atas harga eceran tertinggi (HET). Ia menegaskan kondisi ini tidak dapat dibenarkan, mengingat stok beras nasional dalam kondisi aman.

 

“Kami melihat ada kenaikan harga beras sekitar 2 persen hingga 4 persen. Kami tegaskan, tidak ada alasan bagi harga untuk naik karena stok kita di gudang mencapai 2 juta ton, jumlah tertinggi dalam lima tahun terakhir,” ujarnya  (Beritasatu.com, 2-3-2025).

 

Harga beras dipasaran yang tidak murah merupakan hasil dari refleksi hancurnya rantai tata niaga beras. Penyebabnya adalah morat-maritnya kondisi pasar. Dimana sering terjadi penyimpangan harga yang terus berulang, sementara standar harga yang ditetapkan oleh pemerintah tak mampu mengatasi persoalan.

 

Hal ini dikarenakan metode dalam menyelesaikan persoalan yang ditempuh oleh pemerintah hanya sebatas solusi teknis dan praktis seperti operasi pasar, tebus murah dan semacamnya. Namun solusi ini hanya bersifat sementara yang tidak mengatasi pokok persoalan yang menjadi penyebab naiknya harga beras yang terus berulang.

 

Mengingat persoalan ini bersifat sistemis, sehingga negaralah yang punya peran sentral dalam menjaga stabilitas harga beras. Namun sayangnya negara yang berlaku sebagai otoritas, salah dalam menerapkan konsep aturan. Negara mengambil sistem ekonomi Kapitalisme Liberalisme, serta politi Demokrasi  untuk dijadikan landasan, Padahal sistem Kapitalisme Liberalisme Demokrasi  merupakan sistem rusak.

 

Peran negara tak lebih dari sekedar alat pengatur dan pemberi fasilitas. Sementara pengendalian dan pengelolaan pangan diserahkan pada korporasi sehingga negara tidak mampu mengkontrol dan mengawasi harga barang-barang dipasar. Terbukti dari sekian banyak persoalan yang melanda, salah satunya adalah hancurnya rantai tata niaga beras.

 

Tata niaga tak seharusnya dikendalikan oleh pasar yang memungkinkan terjadinya permainan harga dikontrol oleh pedagang dan pihak korporasi swasta. Jika selama pasar dikuasai oleh pedagang dan pihak korporasi maka bukan tidak mungkin kenaikan harga beras rawan terjadi sekalipun secara data stok pangan dalam kondisi aman.

 

Pasar yang tidak sehat akan menyuburkan mafia dan sindikat. Ini disebabkan ketidakhadiran peran pemerintah sehingga spekulasi harga dalam praktik jual beli semakin masif.

 

Butuh Solusi Islam

Dalam mengatasi persoalan rantai tata niaga beras dan mewujudkan pasar yang sehat maka dibutuhkan solusi Islam yang didalamnya hadir sistem politik dan ekonomi Islam. Negara memiliki peran secara integral dalam menjamin dan mengurusi hajat publik serta melindungi rakyat dari berbagai kezaliman.

 

Sebagaimana sabda Rasullullah Saw: “Imam(Khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan Ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad). Rasulullah menegaskan, jika Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang dibelakangnya dan berlindung kepadanya.

 

Oleh sebab itu, pemerintah wajib memiliki peran dalam mengawasi distribusi rantai tata niaga. Seperti halnya mengawasi transaksi antara penjual dan pembeli agar terwujud sistem distribusi dan pengambilan harga yang wajar. Kemudian melarang dan mencegah penimbunan, melarang riba, praktik tengkulak, kartel dan semacamnya.

 

Pemerintah pula akan mengangkat Qadi muhtasib sebagai pengawas intensif dan bertugas menegakkan sanksi tegas bagi pelaku penyimpangan dan penipuan. Hal ini dilakukan secara tegas sesuai sanksi dalam Islam.

 

Upaya-upaya ini dapat dilakukan ketika aturan Islam kembali ditegakkan dan dijadikan tolok ukur dalam mengatasi berbagai persoalan. Maka sudah selayaknya kembali kepada aturan Islam dalam naungan Daulah Khilafah. Wallahu a’lam bishawaab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis