Korupsi Menjamur, Racun Kapitalisme Biangnya

Oleh : Dinar Rizki Alfianisa
LenSaMediaNews.Com, Opini–Lagi dan lagi. Tak henti-hentinya setiap hari kita disuguhkan dengan berita korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara. Belum selesai kasus satu sudah muncul lagi kasus baru, tak ada habisnya.
Salah satunya, heboh kasus korupsi yang menimpa Pertamina. Selama ini masyarakat “ditipu” dengan bensin yang katanya jenis pertamax tapi ternyata oplosan dari pertalite. Hingga viral istilah “bensin oplosan”, “pertalite tanpa ngantri” hingga “pertamax rasa pertalite”.
Kerugian negara dalam kasus korupsi ini sangat fantastis. Diperkirakan negara rugi hingga Rp 968,5 triliun dalam kurun waktu 5 tahun saja. Hal ini menjadikan kasus korupsi PT Pertamina ini menduduki puncak klasemen “Liga Korupsi Indonesia”.
Sebagaimana yang dikutip dari kompas.com, 28 Februari 2025, 10 kasus Mega korupsi di Indonesia mulai dari kasus korupsi PT Pertamina yang menduduki posisi pertama, disusul PT Timah dengan kerugian Rp 300 triliun, BLBI Rp 138,44 triliun hingga skandal proyek BTS 4G sebesar Rp 8 triliun.
Demokrasi Kapitalisme Biang Korupsi
Korupsi di negeri ini seperti jamur yang terus berkembang dan tumbuh subur. Namun ini bukanlah hal yang aneh terjadi dalam sistem Demokrasi Kapitalisme. Korupsi adalah keniscayaan dalam sistem ini, dari asasnya yang rusak, hingga memunculkan celah yang sangat terbuka untuk terjadinya korupsi.
Bukan hal yang aneh jika demokrasi ini dikatakan mahal. Karena untuk bisa menjadi pejabat butuh biaya yang tak murah. Bukan hanya dalam proses pemilu, namun untuk menjadi pejabat tinggi dalam perusahaan negara pun ada istilah “jual beli jabatan”. Pemimpin hari ini bukan lagi masalah kompetensi ahli pada bidangnya namun sistem ini menjadikan orang-orang yang bermodal sajalah yang mampu duduk di kursi jabatan. Walau dia orang yang bodoh sekalipun asalkan berduit bisa jadi pejabat.
Di sisi lain, cara pandang Kapitalisme yang menilai segala sesuatu hanya dari kepuasan fisik saja terutama materi. Tidak heran jika para pejabat dalam mengurusi urusan rakyatnya hanya fokus pada keuntungan materi. Selama masih menjabat, kesempatan digunakan untuk mengumpulkan pundi-pundi uang. Tanggungjawab yang seharusnya mengurusi urusan rakyat malah disalahgunakan untuk memakan uang rakyat.
Asas sekulerisme sistem inilah yang memisahkan agama dari kehidupan juga memberi dampak pada menjamurnya korupsi di negeri ini. Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi serta tidak lagi memperdulikan halal dan haram.
Ditambah hukum yang ada tidak memberikan efek jera kepada para koruptor. Sangsi bagi para koruptor bisa di negosiasi, asal ada uang hukum beli.
Islam Mencegah dan Memberantas Korupsi
Islam yang menjadi agama mayoritas di negeri ini adalah agama yang paripurna. Tidak hanya mengatur urusan ibadah ritual saja namun juga mengatur seluruh aspek kehidupan. Tidak terkecuali dalam kasus korupsi.
Islam akan dijaga melalui tiga pilar yaitu individu yang bertakwa, masyarakat yang melakukan amar makruf nahi mungkar dan negara yang menerapkan syariat Islam.
Dengan sistem pendidikan Islam akan mencetak individu bertakwa yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Setiap perbuatannya akan bersandar pada halal dan haram. Maka hal itu akan mencegah seorang individu untuk berbuat kemaksiatan salah satunya melakukan korupsi.
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar. Kepedulian yang hadir di tengah-tengah masyarakat menjadikan hubungan yang terjalin adalah hubungan kasih sayang satu dengan yang lainnya.
Negara dengan seperangkat aturannya bertugas menjalankan syariat Islam dengan penerapan aturan Islam. Sistem sanksi dalam Islam akan menindak secara tegas terhadap pelaku korupsi sesuai syariat sehingga menimbulkan efek jera bagi masyarakat. Semua hal ini hanya akan terwujud dengan penerapan syariat Islam secara kafah dalam naungan institusi Khilafah.Wallahualam. [LM/ry].