Mulut Berulah, Maaf Dianggap Bertuah

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSaMediaNews.Com, Opini–Beredar video permintaan maaf dari Kepala Desa Gunung Menyan, Kabupaten Bogor, Wiwin Komalasari, setelah sebelumnya viral video darinya yang mengatakan ‘geli’ menerima makanan dalam bentuk berkat dalam acara Bupati Bogor. Ia menambahkan dengan kata-kata seumur hidup baru kali ini ia menerima berkat. Ia mengaku tak ada niatan untuk menghina melainkan hanya bercanda, namun netizen sudah terlanjur mencapnya sebagai orang sombong (kompas.com, 25-2-2025).
Lagi-lagi minta maaf, seorang pengemudi mobil BMW bernopol N-3-NEN bernama Rasya Salikha (22), warga Pekanbaru, Riau. Sementara BMW 3201 itu merupakan milik Indah Ayu Nilamsari, warga Jalan Danau Limboto, Kelurahan Sawojajar, Kota Malang. Salikha terkena sanksi tilang dan diwajibkan mengganti ke nopol yang asli. Dari pengakuannya tindakannya sekadar konten untuk akun tik toknya (detik.com, 16-2-2025).
Dan masih banyak lagi perilaku tak elok yang kemudian dihapus dengan minta maaf. Mengapa banyak dari mereka yang bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu? Mengapa adab hilang dan berganti kebebasan berpendapat atau berperilaku? Bukankah ini termasuk penyakit mental, tak merasa perlu bertanggungjawab atas tindakannya kecuali mencukupkan dengan maaf? Dan masyarakat semakin terbiasa hingga tak pernah menjatuhkan hukuman sosial yang berarti. Inilah kemunduran peradaban manusia karena jauh dari syariat Allah.
Apalagi negara. Bahkan ketika setiap lapisan masyarakat berdemo dengan tajuk ” Indonesia gelap” para pejabatnya berlomba mengatakan yang gelap muka lu, bukan negara. Atau pernyataan presiden ketika ada kritikan ” efisiensi di bawah, sementara di atas kabinet kian tambun” dengan mengatakan ” Ndasmu!”. Tak heran jika rakyat meniru apa yang lazim diumpatkan para pejabat negeri ini.
Ulamanya jangan ditanya, posisi sebagai cahaya keilmuan bagi umat, malah asyik dakwah di atas panggung dengan menjadi DJ musik gegap gempita. Dimana dakwahnya? Apakah bukan penghinaan jika shalawat yang seharusnya khusyuk dirusak dengan joged dan campur baur pria dan wanita.
Hancurnya Mentalitas Generasi, Siapa yang Bertanggung Jawab?
Mental generasi hari ini boleh dikata bobrok dan mengenaskan. Dikatakan mentalnya tak sehat, bukan hanya pada tahapan membunuh orang atau bunuh diri. Namun tidak hormat kepada dirinya dan masyarakat, berikut tidak ada rasa tanggung jawab juga termasuk kehancuran mental.
Pengaruh media sosial sungguh luar biasa, digitalisasi memang punya dua sisi. Positipnya memudahkan manusia memenuhi kebutuhannya akan edukasi, informasi, literasi dan sosial. Namun sisi negatifnya juga tak bisa dipandang sebelah mata, semisal media sosial memenuhi informasi menyesatkan tentang standar kecantikan yang tidak realistis, cyberbullying, dan kecanduan digital.
Hastuti Wulanningrum, Ketua Tim Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, pada remaja yang memiliki ketergantungan pada media sosial cenderung menutup diri dan terisolasi. Mereka sering merasa cemas dan kurang percaya diri, karena kepercayaan diri mereka ditentukan oleh standar media sosial. Maka, tidak mengherankan jika banyak remaja yang memiliki masalah kesehatan mental karena kecanduan media sosial.
Sementara itu Anggini Setiawan, Communications Director, TikTok Indonesia, menerangkan bahwa beberapa platform media sosial telah berusaha sebaik mungkin untuk mencegah dampak negatif media sosial terhadap remaja. Misalnya, TikTok yang menyediakan fitur-fitur seperti “Family Pairing” yang memungkinkan orangtua untuk menghubungkan akun mereka dengan akun anak remajanya. Dengan begitu, mereka dapat memantau aktivitas digital anak secara lebih bijak. Namun cukupkah? (kompas.com, 13-2-2025).
Islam Solusi Mental Sehat Generasi
Semua fakta di atas menunjukkan gagalnya negara membina generasi. Terutama dari sisi pendidikannya. Generasi emas 2045 nyaris mustahil terwujud jika kondisi ini terus dibiarkan. Inilah dampak ketika negara menerapkan Sistem Kapitalisme Sekulerisme. Pada aspek pendidikan sekuler nyatanya telah memberntuk remaja berperilaku liberal yang gagal memahami jati dirinya. Remaja pun gagal memahami penyelesaian sahih atas segala persoalan kehidupannya. Penyakit mental tak terhindarkan, bahkan menyasar orang setengah baya yang bukan remaja lagi.
Kepemimpinan dalam Islam memiliki tanggung jawab untuk melahirkan generasi cemerlang yang berkualitas, melalui penerapan berbagai sistem kehidupan sesuai dengan syariat Islam. Sebagaimana firman Allah SWT. yang artinya, “Hendaklah takut orang-orang yang andaikan meninggalkan keturunan yang lemah di belakang (kematian) mereka maka mereka mengkhawatirkannya…” [TQS An-Nisa:9].
Sistem pendidikan wajib berasas akidah Islam. Kemudian mensuasanakan keimanan yang kuat bagi para orang tua dan masyarakat untuk mendukung proses pembentukan generasi pembangun peradaban Islam yang mulia, yang bermental kuat.Wallahualam bissawab. [LM/ry].