PHK Massal, Aturan Kapitalisme Dibuat Asal

Oleh: Imroatus Sholichah
LenSaMediaNews.Com, Opini–Pengadilan Niaga memutuskan perusahaan tekstil Sritex pada Sabtu, 1 Maret dinyatakan pailit. Akibatnya 10.000 karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kemnaker dan manajemen sudah berupaya maksimal agar tidak terjadi PHK. Namun Kurator yang ditunjuk Pengadilan, memilih opsi untuk di-PHK. Maka Pemerintah pun mengatakan akan menjamin hak-hak buruh. Tim kurator juga akan mengurus urusan pesangon karyawan dan pihak BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan jaminan hari tua (Okezone.com, 02-03-2025).
Sritex merupakan industri tekstil yang utama dalam negeri memproduksi seragam militer untuk 35 negara, di antaranya Inggris, Jerman, dan AS. Iwan S. Lukminto selaku Komisaris Utama Sritex mengatakan sejak diberlakukannya Permendag 8/2024 industri tekstil menjadi suram.
Karena regulasi tersebut membuat industri tekstil terdisrupsi terlalu dalam. Permendag 8/2024 adalah untuk mengatasi penumpukan kontainer di pelabuhan. Dengan dalih tersebut, barang-barang impor yang terkendala izin impor mendapat izin masuk tanpa memerlukan pertimbangan teknis. Namun naasnya berimbas kepada impor tekstil dan produk tekstil (TPT) meningkat usai pemerintah menerbitkan aturan tersebut.
Produk tekstil dalam negeri pun akhirnya mengalami penurunan rata-rata 70 persen. Ulah kebijakan itu membuat pasar industri kecil menengah dan konveksi hilang, serta pabrik tekstil bangkrut. Regulasi tersebut bermula dari kemitraan yang telah terjalin diantara negara-negara anggota ASEAN dengan Cina pada 12 November 2017 melalui ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA).
Pertemuan tersebut bertujuan untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan hambatan-hambatan perdangangan barang, baik tarif ataupun nontarif peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerja sama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Cina. Maka secara tidak langsung kebijakan ini menjadikan negara tunduk pada kepentingan asing.
Kemudahan kebijakan terkait impor membuat industri tekstil dalam negeri kelimpungan dan bingung dengan adanya produk impor, baik legal maupun ilegal. Inilah efek adanya penerapan Liberalisasi pasar bebas dalam sistem kapitalisme saat ini.
Liberalisasi inilah yang mengakibatkan negara kehilangan kontrol dalam menyediakan lapangan kerja sehingga swasta memainkan peran lebih banyak dalam industri negeri.
Sistem Kapitalisme berdiri atas asas kebebasan kepemilikan, yang melahirkan pasar bebas. Sehingga siapa saja yang memiliki modal dapat menguasai industri dan perdagangan.
Dalam permainan pasar bebas mengharuskan pertukaran perdagangan antarnegara berjalan tanpa adanya batas dan tidak adanya keharusan membayar bea cukai atau tarif bea masuk yang dikenakan untuk impor barang.
Berbeda dengan sistem Islam dalam mengelola industri dalam negeri, perdagangan luar negeri, maupun kepemilikan harta. Islam mengatur kepemilikan harta terbagi menjadi tiga, kepemilikan individu, umum, dan negara.
Islam tidak akan memberikan kebebasan penuh kepada individu, swasta, apalagi asing dalam mengelola harta milik umum dan negara. Sistem Islam akan menjamin suasana yang kondusif bagi para pengusaha dan perusahaan dengan penerapan sistem ekonomi Islam.
Dalam penerapan sistem Islam secara kafah bertujuan untuk melindungi dan memelihara jiwa, akal, harta, agama, nasab, dan keamanan. Sehingga, seluruh politik perindustrian akan disinergikan untuk mewujudkan tujuan diterapkannya syariat, yaitu kemanfaatan untuk umat manusia (mashâlih al-‘ibâd) baik urusan dunia maupun urusan akhirat mereka.
Kebijakan politik luar negeri dalam Khilafah tidak akan menghilangkan peran vital negara sebagai pelayan dan pengurus rakyat. Perdagangan luar negeri dalam islam merupakan salah satu bentuk hubungan negara dengan negara, bangsa, dan umat-umat lain semuanya harus tunduk kepada kekuasaan negara sehingga negaralah yang harus mengatur dan mengarahkan perdagangan tersebut secara langsung, baik perdagangan tersebut merupakan hubungan antar-individu, ekonomi, ataupun perdagangan (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah dalam kitab An-Nizham al-Iqtishadiy fil Islam, hlm, 692).
Sistem Khilafah juga akan memberikan penjelasan secara rinci terkait kebijakan eskpor impor serta hubungan dan perdagangan antar negara. Mekanisme ini dapat berjalan tatkala penguasa menjalankan sistem kepemimpinan yang menerapkan Islam secara kafah. Wallahualam bisshawab. [LM/ry].