Danantara: Uang Rakyat, Keuntungan Oligarki

Oleh: Nettyhera
Lensa Media News – Pemerintah baru saja meluncurkan Danantara, lembaga pengelola dana investasi berbasis BUMN yang digadang-gadang sebagai solusi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan model yang mirip dengan China Investment Corporation, Danantara bertujuan mengoptimalkan aset negara dan menarik investasi asing. Namun, di balik gagasan besar ini, ada pertanyaan krusial: siapa yang benar-benar diuntungkan?
Jika ditelisik lebih dalam, skema Danantara tidak lepas dari kepentingan oligarki. Struktur kepemimpinan dan arah investasinya menunjukkan bahwa modal besar ini akan dikelola oleh kelompok elite yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan. Mereka akan menggunakan uang rakyat untuk memperbesar dominasi bisnis mereka, baik di dalam negeri maupun di pasar global.
Salah satu tujuan investasi Danantara adalah sektor hilirisasi minerba dan sawit, yang didominasi oleh segelintir konglomerat. Artinya, mereka yang telah menikmati keuntungan besar dari sumber daya alam Indonesia kini mendapat dana segar untuk ekspansi bisnisnya. Jika investasi ini gagal, rakyatlah yang menanggung kerugian, sedangkan para oligarki tetap bisa berlindung di balik kekuatan politik dan hukum yang melindungi mereka.
Sistem ekonomi seperti ini bukanlah ekonomi kerakyatan sejati, melainkan bentuk kapitalisme negara yang tetap memberi ruang bagi segelintir elite untuk mengontrol sumber daya nasional. Pemerintah mungkin berdalih bahwa Danantara adalah instrumen untuk menyejahterakan rakyat, tetapi tanpa mekanisme yang adil dan transparan, skema ini hanya akan memperkuat kesenjangan ekonomi.
Dalam Islam, sistem ekonomi memiliki aturan yang jelas tentang kepemilikan dan pengelolaan kekayaan. Sumber daya alam yang bersifat strategis adalah milik rakyat dan tidak boleh dikuasai oleh individu atau kelompok tertentu. Negara hanya berfungsi sebagai pengelola yang memastikan hasilnya kembali kepada masyarakat dalam bentuk layanan publik, bukan sebagai fasilitator bagi segelintir elite untuk memperkaya diri.
Penerapan sistem ekonomi Islam juga harus didukung oleh sistem politik Islam yang bersih dari intervensi kepentingan oligarki. Dalam Islam, pemimpin adalah pelayan rakyat yang bertanggung jawab langsung kepada Allah, bukan sekadar pelaksana kebijakan yang tunduk pada tekanan pemodal.
Saat ini, rakyat Indonesia dihadapkan pada kenyataan bahwa kekayaan negeri ini tidak dikelola untuk kepentingan mereka. Selama sistem kapitalisme yang berpihak pada oligarki tetap menjadi fondasi kebijakan ekonomi, maka kesejahteraan hanya akan menjadi janji manis yang tak pernah terwujud.
Sudah saatnya kita memikirkan sistem alternatif yang benar-benar berpihak pada rakyat. Islam memiliki solusi yang jelas dan adil dalam mengelola ekonomi, memastikan bahwa kekayaan negeri ini benar-benar dinikmati oleh seluruh rakyat, bukan hanya segelintir elite yang terus menguasai perekonomian.
[LM/nr]