Drama Sistem Kufur, Laut Dikapitalisasi Korporasi

Oleh: R. Damayanti, S.T
LenSa MediaNews.Com, Opini–Deretan pagar bambu yang berdiri di perairan Kabupaten Tangerang telah diketahui setidaknya sejak Juli 2024. Namun pagar itu baru dicabut oleh pemerintah setelah persoalan ini viral di media sosial.
Ketua Front Kebangkitan Petani dan Nelayan Heri Amrin Fasa mengatakan, pada September 2024 kelompok nelayan tradisional telah mengadu ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. Pejabat dinas saat itu hanya menyebut pagar bambu itu didirikan tanpa izin, tetapi mereka mengeklaim tidak berwenang mencabutnya, (BBC.com, 30-1-2025).
Sejak Juli 2024 pagar laut digunakan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) yakni pembangunan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Terlebih pemasangan pagar laut ini dilakukan dengan waktu yang singkat. Nurdin yang tergabung dalam Aliansi Strategis Gerakan Reformasi Agraria (AGRA), mengatakan pertama kali melihat panjang pagar laut sekitar 700 meter. Hanya dalam hitungan bulan, pagar laut itu telah membentang hingga 30 kilometer (Tempo.com, 13-1-2025).
Pagar laut sungguh menyengsarakan rakyat
Selain khawatir tempat hidupnya tergusur, warga Tanggerang juga mengalami penurunan pendapatan. Sejak adanya pagar laut nelayan menyulitkan akses nelayan menuju laut dan kerap kali harus pulang lebih larut. Kapal mereka juga sering tertabrak pagar laut hingga mengalami kerusakan. Tangkapan ikan mengalami penurunan 50-70% dari sebelumnya. Di sisi lain, kondisi yang sedang angin muson mereka tidak bisa menebar jaring ke tengah lautan yang jauh, seharusnya bisa menebar di tempat pagar laut berada namun sudah terhalang (Idntimes.com, 20-1-2025).
Mirisnya kasus pagar laut tak hanya di Tangerang. Kasus serupa juga terjadi di daerah Bekasi, Surabaya, Bali, dan Makassar pagar laut yang sama tertancap di lautannya.
Praktisi hukum yang juga pengamat kebijakan publik Yus Dharman mengatakan, pemagaran atau pematokan laut merupakan kejahatan korporasi. Ia meminta pelaku jangan berdalih bahwa pemagaran laut yang sebenarnya merugikan nelayan itu bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).
Yus Dharman juga menegaskan, hanya pejabat yang tidak memiliki hati nurani yang berani menerbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas laut dengan melanggar banyak aturan, (balipost.com,1-2-2025).
Meski pelanggaran hukum sudah sangat jelas, namun seluruh jajaran yang terkait seolah tidak mengetahuinya. Bahkan siapa dalang dari pemagaran ditutup rapat-rapat identitasnya. Diperparah dengan hukum yang digunakan negeri ini yang bermain-main dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), siapa yang memiliki uang akan lepas dari jerat hukuman. Serta, dari sistem kufur ini melahirkan para pejabat yang tidak amanah dan korbannya adalah rakyat. Ini disebabkan landasan yang digunakan negeri ini ialah liberalisme kapitalisme.
Dari kasus pagar laut yang berlarut-larut menunjukkan bahwa, penguasa hari ini berpihak pada para korporasi. Sudah sangat sering terjadi aset negara dikuasai oleh pemilik modal. Yang didukung oleh UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang seolah melegalkan atas tanah diperairan maupun daratan dan sumber daya alam sebagai barang komersil yang diobral kepada investor meski harus melanggar peraturan yang lainnya.
Bagaimana Islam Menyelesaikan Persolan Pagar Laut
Dalam kasus pagar laut menambah daftar hitam ketidak mampuan pemerintah menegakkan keadilan dan kesejahteraan umat. Pemimpin dalam sistem kapitalis ini hanya memimpin semata karena manfaat yang diperolehnya. Bahkan mereka menghalalkan segala cara agar mampu menduduki tahta penguasa. Karena itu mereka membutuhkan topangan korporasi untuk mendanai kemulusan tujuannya. Akhirnya ketika sudah menjabat kebijakan yang dibuat harus sesuai titipan oligarki.
Dimana kebijakan yang melayani raja oligarki yang sesuai dengan ideologi yang di anut negeri ini, yakni Kapitalisme Liberal. Artinya regulator (penguasa) hari ini tidak memiliki kedaulatan dan kemerdekaan.
Sistem Islam juga meletakkan kedaulatan hanya pada hukum syara yakni Alquran dan Sunnah. Tugas pemimpin ialah mengurus urusan umat dengan memastikan aturan Allah terterapkan ditengah kehidupan umat.
Di sektor ekonomi, dalam kitab An-Nidzhamu al-Iqtishadiyi fii al-Islam karya Syekh Taqiyyuddin an-Nabhani rahimullah, negara menjaga harta individu dan menjamin distribusi harta yang merata. Dalam sistem Islam kepemilikan harta jelas, diatur dalam 3 bagian yakni kepemilikkan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Perihal laut serta sumber daya alam yang lainnya menjadi kepemilikan umum dan peran negara hanya mengelolah dan hasilnya dikembalikan dalam bentuk kemaslahatan umat seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan yang lainnya.
Jika terjadi KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) laut dan SDA, maka negara akan menindak tegas pelakunya. Sekalipun pelanggarnya pejabat negaranya sendiri. Dalam kitab An-Nidzhomu al-Uqubat fii al-Islam karya Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimullah, sanksi tegas dalam Islam bersifat pencegah (Zawajir) dan Penebus (Jawabir). Wallahualam bissawab. [LM/ry].