Rindu Lebaran Tanpa Serba Mahal

Oleh : Ariani
Guru dan Penulis Muslimah
LenSa MediaNews.Com, Opini–Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan peringatan dini terkait potensi kenaikan harga sejumlah komoditas pangan menjelang bulan Ramadan 2025. Adapun komoditas pangan yang menjadi perhatian utama adalah telur ayam ras, daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, dan minyak goreng.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar juga mengungkapkan kekhawatiran ini dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Jakarta. Dia menyatakan bahwa telur ayam ras dan daging ayam ras perlu diwaspadai karena sebentar lagi memasuki bulan Ramadhan. Telur biasanya untuk membuat kue-kue, yang mulai banyak diproduksi saat Ramadan (rubicnews.com, 15-02-2025).
Tradisi atau Negara Salah Urus?
Kenaikan harga bahan pokok pada Ramadan dan menjelang lebaran menuai bahagia bagi pemilik modal besar. Mereka bisa menaikkan barang mengikuti trend naik permintaan konsumen terhadap komoditas yang mereka kuasai. Tentu ada yang salah di sini.
Hal ini pasti terkait dengan sistem ekonomi yang diterapkan di negeri ini. Sistem ekonomi adalah sebuah wadah untuk mengatur alokasi maupun pemanfaatan sumber daya alam serta sumber daya manusia yang ada di suatu negara. Pengelolaan pada SDM dan SDA ini dimulai dari kegiatan memproduksi suatu barang hingga memasarkannya di pasaran (gramedia.com, 1-02-2025).
Terdapat beberapa penyebab kenaikan harga menjelang Lebaran, yaitu hukum permintaan dan penawaran, penimbunan barang, dan gaya hidup masyarakat yang lebih konsumtif. Penimbunan barang terjadi karena adanya permainan pelaku pasar yang memiliki modal besar.
Ini bukan hal aneh bagi negara yang menerapkan Sistem Ekonomi Kapitalis. Sistem ini memberikan kebebasan bagi individu untuk menguasai sumber daya. Negara memberikan kebebasan secara penuh kepada masyarakatnya dalam melakukan segala kegiatan ekonomi. Intervensi dari pihak pemerintah sangat dibatasi dan hanya berperan sebagai penyedia fasilitas saja.
Menghadapi lonjakan harga bahan pokok, pemerintah hanya melakukan operasi pasar dan menggelar pasar murah, bukan menghentikan aksi penimbunan. Bukan juga memperbaiki jalur distribusi komoditas bahan pokok dengan memutus rantai pasar yang panjang dan berpotensi menaikan harga. Sistem kapitalis memberi ruang tanpa batas bagi swasta mengelola pasar untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dan mengeliminir peranan negara.
Tradisi Lebaran Bahagia Dalam Sistem Islam
Jika Sistem Kapitalis ini selalu merugikan rakyat, mengapa terus dilanggengkan? Tentunya ada sistem ekonomi lain yang berkeadilan, menjamin kesejahteraan rakyat, dan berpihak pada kepentingan hajat hidup rakyat. Tentu ekonomi diciptakan oleh yang maha pandai lagi maha pengatur yaitu Allah SWT.
Sistem Ekonomi Islam adalah jawaban pasti. Dimana penguasa akan menghilangkan penyebab dinamika harga pangan, seperti penimbunan. Islam mengharamkan adanya monopoli perdagangan dan penimbunan yang meyebabkan kenaikan harga pangan.
Dalam HR. Al- Hakim dan Al-Baihaqi, Abu Umamah al–bahili berkata “Rasulullah melarang penimbunan makanan.” Jika terjadi penimbunan, maka dia akan dipaksa mengeluarkan stok pangan dan memasarkannya. Pelakunya juga akan mendapat sanksi ta’zir”.
Dalam Islam, negara berkewajiban memenuhi semua kebutuhan pokok bagi rakyatnya, termasuk pangan. Oleh karena itu negara Islam akan menjamin persediaan pangan dalam kondisi apapun termasuk kondisi memasuki bulan Ramadhan.
Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menulis surat kepada Abu Musa al Asy’ari, “Amma ba’du, sesungguhnya para pengurus yang paling bahagia di sisi Allah adalah orang yang membahagiakan rakyatnya. Sebaliknya, para pengurus yang paling sengsara adalah orang yang paling menyusahkan rakyat nya. Berhati-hatilah kamu agar tidak menyimpang sehingga para penguasa di bawahmu juga akan menyimpang”
Hari raya identik dengan kesenangan dan kebahagiaan. Bahkan, di zaman Nabi, kemeriahan itu pun sudah ada, meski masih terbatas. Setelah era Khilafah Bani Umayyah, kemeriahan mengisi Hari Raya Idul Fitri dan Adha pun tampak semakin luar biasa.
Bahkan, di zaman Khilafah ‘Abbasiyyah, istana negara telah melakukan tradisi open house. Pada saat itu, sudah menjadi kebiasaan perayaan dilakukan selama tiga hari yang diakhiri dengan menyantap beraneka ragam makanan halal yang disajikan. Ege Yayinlari dalam Discover Islamic Art in the Mediterranean menyebutkan, para sultan Dinasti Mamluk (1250-1517 Masehi) di Mesir membagikan pakaian, hadiah, dan uang kepada masyarakat saat perayaan Idul Fitri.
Semua jaminan kesejahteraan rakyat bisa diterima dalam Sistem Ekonomi Islam yang hanya dapat diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam, dimana para penguasa berperan sebagai penjamin kesejahteraan, melayani dan melindungi rakyat.
Para penguasa di sistem negara Islam memahami bahwa amanah kepada mereka akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Tidak rindukah kita pada pemimpin sekualitas ini? Wallahualam bissawab. [LM/ry].